Elit politik yang korupsi dinilai tidak memiliki rasa kebangsaan

Ini kata KPU DKI bagi pemilih sebelum ke TPS pada Rabu
Arsip - Protes Pemerintah Massa dari Aliansi untuk Perubahan melakukan aksi protes di depan Istana Negara di Jakarta, Rabu ( 5/10) terkait korupsi di kalangan oknum elit politik. (FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani/ss/nz/11).
Semarang (ANTARA News) - Oknum elit politik yang mengorupsi uang negara dinilai tidak memiliki rasa kebangsaan karena mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan daripada kepentingan bangsa/

Sebagai bukti, kata Suryanto SSos, MSi di Semarang, Jawa Tengah, Rabu, dari 550 kasus korupsi di Indonesia pada tahun 2018, terdapat 322 kasus korupsi yang menyangkut oknum elit politik nasional dan daerah.

"Ini adalah salah satu fakta yang menunjukkan elit politik saat ini tidak memiliki rasa kebangsaan," kata dosen Komunikasi Politik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang itu.

Selain itu, kata Suryanto, masih kuatnya nuansa permainan politik mendominasi arah elit politik di Tanah Air karena mereka menjadikan politik arena permainan. Mereka saling menyerang secara emosional dan tidak serius memperjuangkan kepentingan nasional.

Pada masa kampanye Pemilu 2019, misalnya, tahapan kampanye seharusnya menjadi sarana pendidikan politik bagi pemilih. Namun pada faktanya selama tiga bulan pelaksanaan kampanye, narasi kampanye dipenuhi ujaran kebencian, hoaks, fitnah, kampanye hitam dan perdebatan minim substansi.

"Narasi negatif tersebar secara massif melalui media sosial, bahkan media mainstream (arus utama)," ujarnya.

Suryanto tidak heran bila jargon dan kampanye politik bukan lagi bersifat adu program berbasis data sebagai pertimbangan masyarakat untuk menentukan pilihan, melainkan menonjolkan politik identitas serta suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Tidak pelak lagi, kata Suryanto, sepanjang tahun 2018 energi sebagian besar masyarakat Indonesia terserap ke dalam atmosfer kampanye serta jargon politik para kandidat yang mereka jagokan.

Menyinggung dampaknya pada kehidupan bangsa ini, dia mengemukakan bahwa politik identitas dan SARA sama-sama menimbulkan daya rusak tinggi pada tatanan demokrasi, budaya dan tradisi masyarakat.

"Hal ini mengancam eksistensi Pancasila sebagai dasar ideologi negara," kata Suryanto.
Baca juga: Ahmad Syauqi imbau elit kedepankan politik santun
Baca juga: PB PMII minta elit politik berhenti sebarkan info hoaks 
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Ada elit politik ikut rusak persatuan Indonesia
Pewarta:
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Prabowo-Sandi prioritaskan pemberdayaan tenaga kerja Indonesia Sebelumnya

Prabowo-Sandi prioritaskan pemberdayaan tenaga kerja Indonesia

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 Selanjutnya

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024