Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengharapkan agar Ketua Umum Partai Hanura Osman Sapta Odang (OSO) menghormati putusan Komisi Pemilihan Umum.
Menurut Kaka di Jakarta, Selasa, putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak memasukan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DPT) karena tidak mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik telah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Keputusan MK dari sisi konstitusi lebih tinggi, saya pikir tidak bisa melewati hal itu, sehingga putusan KPU yang mendasarkan pada MK dibandingkan MA atau putusan PTUN lebih tepat," katanya.
Selain itu, menurut dia, secara filosofis, antara partai politik dengan Dewan Perwakilan Daerah adalah dua hal yang berbeda. DPD mewakili unsur kewilayahan, sedangkan parpol peserta pemilu representasi pemilih. Keduanya harus dipisah untuk memperkuat sistem dua kamar, katanya.
"Kita berharap semua memahami filosofis tersebut dan putusan KPU tersebut sesuai dengan putusan MK yang menjadi dasar dalam berkonstitusi," katanya.
Sementara itu, OSO melalui kuasa hukumnya saat ini mengadukan KPU RI ke Bawaslu karena diduga tidak mematuhi putusan MA dan PTUN.
MA dalam putusannya terkait dengan uji materi PKPU 26/2018, menyatakan bahwa larangan pengurus partai politik merangkap jabatan menjadi anggota DPD baru berlaku pada pemilu 2024.
Sedangkan putusan PTUN, menyatakan agar KPU memasukan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) DPD 2019.
Putusan MA dan PTUN tersebut berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang terbit lebih dahulu. Dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 terkait uji materi UU no 7/2017 tentang Pemilu, pengurus partai politik dilarang merangkap jabatan menjadi anggota DPD.
MK memastikan bahwa putusan tersebut berlaku sejak pemilu 2019. Hal ini konsisten atas putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya terkait larangan pengurus partai politik menjadi anggota DPD.
Atas terbitnya putusan MA dan PTUN tersebut, KPU mengirimkan surat nomor 1492 pada 8 Desember 2018 perihal pengunduran diri pengurus partai politik bagi bakal calon anggota DPD.
OSO diminta menyerahkan surat pengunduran diri dari Ketua Umum Hanura dan diberi waktu hingga 21 Desember 2018, agar namanya bisa dicantumkan dalam DCT. Namun hingga akhir waktu, OSO tidak menyerahkan surat pengunduran dirinya sehingga KPU tidak memasukan namanya dalam DCT.
Menurut Kaka di Jakarta, Selasa, putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak memasukan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DPT) karena tidak mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik telah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Keputusan MK dari sisi konstitusi lebih tinggi, saya pikir tidak bisa melewati hal itu, sehingga putusan KPU yang mendasarkan pada MK dibandingkan MA atau putusan PTUN lebih tepat," katanya.
Selain itu, menurut dia, secara filosofis, antara partai politik dengan Dewan Perwakilan Daerah adalah dua hal yang berbeda. DPD mewakili unsur kewilayahan, sedangkan parpol peserta pemilu representasi pemilih. Keduanya harus dipisah untuk memperkuat sistem dua kamar, katanya.
"Kita berharap semua memahami filosofis tersebut dan putusan KPU tersebut sesuai dengan putusan MK yang menjadi dasar dalam berkonstitusi," katanya.
Sementara itu, OSO melalui kuasa hukumnya saat ini mengadukan KPU RI ke Bawaslu karena diduga tidak mematuhi putusan MA dan PTUN.
MA dalam putusannya terkait dengan uji materi PKPU 26/2018, menyatakan bahwa larangan pengurus partai politik merangkap jabatan menjadi anggota DPD baru berlaku pada pemilu 2024.
Sedangkan putusan PTUN, menyatakan agar KPU memasukan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) DPD 2019.
Putusan MA dan PTUN tersebut berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang terbit lebih dahulu. Dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 terkait uji materi UU no 7/2017 tentang Pemilu, pengurus partai politik dilarang merangkap jabatan menjadi anggota DPD.
MK memastikan bahwa putusan tersebut berlaku sejak pemilu 2019. Hal ini konsisten atas putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya terkait larangan pengurus partai politik menjadi anggota DPD.
Atas terbitnya putusan MA dan PTUN tersebut, KPU mengirimkan surat nomor 1492 pada 8 Desember 2018 perihal pengunduran diri pengurus partai politik bagi bakal calon anggota DPD.
OSO diminta menyerahkan surat pengunduran diri dari Ketua Umum Hanura dan diberi waktu hingga 21 Desember 2018, agar namanya bisa dicantumkan dalam DCT. Namun hingga akhir waktu, OSO tidak menyerahkan surat pengunduran dirinya sehingga KPU tidak memasukan namanya dalam DCT.
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018