Palu (ANTARA News) - Bencana gempa bumi, tsunami, likuifaksi yang menimpa Provinsi Sulawesi Tengah pasti akan memengaruhi upaya peningkatan partisipasi pemilih dalam pemilu.
Jauh sebelum bencana itu melanda wilayah tersebut, penyelenggara pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Sulteng telah gencar melakukan sosialisasi partisipasi pemilih.
Tujuannya agar kualitas demokrasi dan hasil dari setiap tahapan proses pemilu di provinsi tersebut dapat berjalan sesuai harapan.
"Kegiatan ini merupakan agenda yang rutin dilaksanakan oleh KPU Sulawesi Tengah menjelang pemilu, untuk memberikan pemahaman tentang pemilu yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan partisipasi pemilih," ucap Ketua KPU Sulawesi Tengah Tanwir Lamaming.
Ia menguraikan, tahun 2019 memang akan ramai dengan pemilihan anggota DPRD, DPR dan DPD serta pemilihan presiden dan wakil presiden.
Sejalan dengan itu, Bawaslu Sulteng juga gencar melaksanakan pengawasan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat di daerah tersebut.
Partai politik, masyarakat dan kalangan akademisi termasuk aktivis dan tokoh-tokoh masyarakat dirangkul untuk mengawasi jalannya pemilu di daerah.
"Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, maka tentu pengawasan pemilihan umum menjadi ranah Bawaslu. Namun karena objek pengawasan begitu luas, maka Bawaslu berharap ada keterlibatan masyarakat, tokoh, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, media dan partai politik," kata Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husein.
Di luar dugaan, gempa bumi berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala serta Parigi Moutong pada 28 September 2018.
Banyak pemilih yang menjadi korban. Sekitar 2.000 lebih warga di daerah terdampak bencana itu meninggal dunia, ribuan orang luka-luka dan hilang, belum lagi yang terpaksa pindah ke lokasi pengungsian.
Pendataan Kembali
Tidak hanya pemilih, tempat pemungutan suara (TPS) yang sebelumnya telah ditetapkan jumlah dan lokasinya juga terdampak, sehingga harus diatur ulang.
Wakil Ketua Bidang Media dan Komunikasi Publik DPW NasDem Sulteng Mohammad Hamdin mendesak KPU membangun TPS di tempat-tempat pengungsian, agar hak pilih masyarakat tetap tersalurkan serta memastikan kembali jumlah wajib pilih pascabencana.
"Kami memberi perhatian khusus pada dua hal itu. Penataan TPS dan pendataan kembali jumlah wajib pilih di daerah-daerah terdampak," ujar Hamdin.
Pekerjaan itu memang berat, tapi harus dilakukan untuk memastikan terpenuhinya hak pilih masyarakat yang masih tinggal di pengungsian dan menghindari kemungkinan terjadi kecurangan pemilu.
Daerah yang bisa dijadikan contoh adalah Donggala, sebelum bencana di kabupaten tersebut, KPU setempat telah menetapkan tempat pemungutan suara (TPS) untuk Pemilu 2019 tanggal 25 Agustus, yakni sebanyak 868 TPS yang tersebar di 16 kecamatan se-Kabupaten Donggala dan 167 desa/kelurahan.
KPU Donggala menargetkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 mencapai 199.195 jiwa atau sekitar 80-85 persen. Target tersebut lebih tinggi daripada partisipasi pemilih pada Pilkada Donggala 2018, yaitu 196.072 pemilih atau 77,04 persen sebelum bencana.
Bupati Donggala Kasman Lassa mengemukakan terdapat 104 desa/kelurahan di wilayah yang dipimpinnya terdampak tsunami dan longsor, tentu ini membuat data tersebut berubah.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah menegaskan seluruh masyarakat yang tergolong usia wajib pilih (memenuhi syarat memilih) harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah tersebut untuk pemilu 2019 mendatang.
"Bawaslu mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota telah merekomendasikan kepada KPU di Sulteng untuk melakukan perbaikan data pemilih," ucap Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah, Ruslan Husein.
Pengaruh Besar
KPU Sulawesi Tengah menanggapi desakan itu dan mengakui bahwa bencana memberikan pengaruh besar terhadap persiapan pemilu 2019.
"Yang pasti untuk tiga daerah, Kota Palu, Sigi dan Donggala yang terdampak bencana, pasti akan berpengaruh pada DPT dan jumlah TPS," ucap Ketua KPU Sulawesi Tengah Tanwir Lamaming.
Saat ini, sebut dia, jajaran KPU di tiga wilayah terdampak bencana sedang melakukan pendataan DPT berbasis TPS, terkait pemilih yang meninggal. Panitia Pemungutan Suara (PPS) juga melakukan pemetaan sebaran pengungsi di wilayah-wilayah pengungsian.
"KPU tidak diam. Kami terus berupaya menurunkan tim di lapangan untuk melakukan pendataan pascabencana agar pemilih tetap dapat menyalurkan hak pilih," ucap Tanwir.
Tanwir menyebut bahwa, salah satu upaya yang dilakukan KPU yakni berupaya menjamin hak pilih warga, serta memberikan kemudahan kepada warga terdampak bencana.
"Kemudahan yang bisa kami lakukan untuk menjaga hak pilih dan menjamin peserta pemilu tidak dirugikan dengan pergeseran wilayah hunian adalah dengan tetap mengikutkan TPS awal di mana pemilih tersebut terdata sebelumnya," kata Tanwir.
Misalkan, jika ada penduduk dari wilayah terdampak likuifaksi, yang berada di luar daerah pemilihannya, maka yang bersangkutan tetap terhitung sebagai pemilih dari daerah awal sebelum bencana. Saat ini KPU Sulawesi Tengah masih melakukan pemutakhiran data pemilih di wilayah terdampak bencana.
Kawal Pemutakhiran
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah mengawal pemutakhiran data pemilih yang terdampak bencana tersebut.
Bawaslu melibatkan seluruh jajaran hingga tingkat kecamatan di daerah terdampak bencana untuk melakukan supervisi data pemilih korban terdampak bencana, kata Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husein.
Berdasarkan rekapitulasi dan berita acara penetapan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perubahan (DPTHP)-2 di tingkat KPU kabupaten/kota terdapat 66.290 data pemilih yang harus disempurnakan.
Dalam dokumen itu juga disebutkan DPTHP-2 berjumlah 1.952.810, terdiri dari Kota Palu sebanyak 213.957, Kabupaten Sigi 164.105, Donggala 205.048, Banggai 255.960, Poso 147.236, Morowali 96.057, Buol 96.989, Banggai Laut 45.450, Morowali Utara 81.522, Banggai Kepulauan 78.447, Tojo Una-una 114.658, Tolitoli 149.440, Parigi Moutong 303.941.
Sementara, pada DPHTP-1 terdapat 1.886.810 pemilih, atau berarti ada selisih sekitar 66.000 pemilih dengan DPHTP-2.
Faktanya, di wilayah yang terdampak langsung bencana alam yaitu Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, proses penyempurnaan DPTHP-2 belum terlaksana sebagaimana mestinya.
Karena itulah perlu dilakukan upaya agar hak konstitusional korban bencana di tiga daerah terdampak, yang terdaftar sebagai pemilih, tetap terlindungi.
Pemilih yang merupakan korban terdampak bencana, memiliki hak yang harus dijamin, sehingga mereka tetap dapat menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2019.
Baca juga: KPU: Proses pemutakhiran daftar pemilih di daerah bencana butuh waktu
Baca juga: Ketua DPP Golkar: bencana alam bisa tingkatkan golput
Jauh sebelum bencana itu melanda wilayah tersebut, penyelenggara pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Sulteng telah gencar melakukan sosialisasi partisipasi pemilih.
Tujuannya agar kualitas demokrasi dan hasil dari setiap tahapan proses pemilu di provinsi tersebut dapat berjalan sesuai harapan.
"Kegiatan ini merupakan agenda yang rutin dilaksanakan oleh KPU Sulawesi Tengah menjelang pemilu, untuk memberikan pemahaman tentang pemilu yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan partisipasi pemilih," ucap Ketua KPU Sulawesi Tengah Tanwir Lamaming.
Ia menguraikan, tahun 2019 memang akan ramai dengan pemilihan anggota DPRD, DPR dan DPD serta pemilihan presiden dan wakil presiden.
Sejalan dengan itu, Bawaslu Sulteng juga gencar melaksanakan pengawasan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat di daerah tersebut.
Partai politik, masyarakat dan kalangan akademisi termasuk aktivis dan tokoh-tokoh masyarakat dirangkul untuk mengawasi jalannya pemilu di daerah.
"Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, maka tentu pengawasan pemilihan umum menjadi ranah Bawaslu. Namun karena objek pengawasan begitu luas, maka Bawaslu berharap ada keterlibatan masyarakat, tokoh, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, media dan partai politik," kata Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husein.
Di luar dugaan, gempa bumi berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala serta Parigi Moutong pada 28 September 2018.
Banyak pemilih yang menjadi korban. Sekitar 2.000 lebih warga di daerah terdampak bencana itu meninggal dunia, ribuan orang luka-luka dan hilang, belum lagi yang terpaksa pindah ke lokasi pengungsian.
Pendataan Kembali
Tidak hanya pemilih, tempat pemungutan suara (TPS) yang sebelumnya telah ditetapkan jumlah dan lokasinya juga terdampak, sehingga harus diatur ulang.
Wakil Ketua Bidang Media dan Komunikasi Publik DPW NasDem Sulteng Mohammad Hamdin mendesak KPU membangun TPS di tempat-tempat pengungsian, agar hak pilih masyarakat tetap tersalurkan serta memastikan kembali jumlah wajib pilih pascabencana.
"Kami memberi perhatian khusus pada dua hal itu. Penataan TPS dan pendataan kembali jumlah wajib pilih di daerah-daerah terdampak," ujar Hamdin.
Pekerjaan itu memang berat, tapi harus dilakukan untuk memastikan terpenuhinya hak pilih masyarakat yang masih tinggal di pengungsian dan menghindari kemungkinan terjadi kecurangan pemilu.
Daerah yang bisa dijadikan contoh adalah Donggala, sebelum bencana di kabupaten tersebut, KPU setempat telah menetapkan tempat pemungutan suara (TPS) untuk Pemilu 2019 tanggal 25 Agustus, yakni sebanyak 868 TPS yang tersebar di 16 kecamatan se-Kabupaten Donggala dan 167 desa/kelurahan.
KPU Donggala menargetkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 mencapai 199.195 jiwa atau sekitar 80-85 persen. Target tersebut lebih tinggi daripada partisipasi pemilih pada Pilkada Donggala 2018, yaitu 196.072 pemilih atau 77,04 persen sebelum bencana.
Bupati Donggala Kasman Lassa mengemukakan terdapat 104 desa/kelurahan di wilayah yang dipimpinnya terdampak tsunami dan longsor, tentu ini membuat data tersebut berubah.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah menegaskan seluruh masyarakat yang tergolong usia wajib pilih (memenuhi syarat memilih) harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah tersebut untuk pemilu 2019 mendatang.
"Bawaslu mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota telah merekomendasikan kepada KPU di Sulteng untuk melakukan perbaikan data pemilih," ucap Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah, Ruslan Husein.
Pengaruh Besar
KPU Sulawesi Tengah menanggapi desakan itu dan mengakui bahwa bencana memberikan pengaruh besar terhadap persiapan pemilu 2019.
"Yang pasti untuk tiga daerah, Kota Palu, Sigi dan Donggala yang terdampak bencana, pasti akan berpengaruh pada DPT dan jumlah TPS," ucap Ketua KPU Sulawesi Tengah Tanwir Lamaming.
Saat ini, sebut dia, jajaran KPU di tiga wilayah terdampak bencana sedang melakukan pendataan DPT berbasis TPS, terkait pemilih yang meninggal. Panitia Pemungutan Suara (PPS) juga melakukan pemetaan sebaran pengungsi di wilayah-wilayah pengungsian.
"KPU tidak diam. Kami terus berupaya menurunkan tim di lapangan untuk melakukan pendataan pascabencana agar pemilih tetap dapat menyalurkan hak pilih," ucap Tanwir.
Tanwir menyebut bahwa, salah satu upaya yang dilakukan KPU yakni berupaya menjamin hak pilih warga, serta memberikan kemudahan kepada warga terdampak bencana.
"Kemudahan yang bisa kami lakukan untuk menjaga hak pilih dan menjamin peserta pemilu tidak dirugikan dengan pergeseran wilayah hunian adalah dengan tetap mengikutkan TPS awal di mana pemilih tersebut terdata sebelumnya," kata Tanwir.
Misalkan, jika ada penduduk dari wilayah terdampak likuifaksi, yang berada di luar daerah pemilihannya, maka yang bersangkutan tetap terhitung sebagai pemilih dari daerah awal sebelum bencana. Saat ini KPU Sulawesi Tengah masih melakukan pemutakhiran data pemilih di wilayah terdampak bencana.
Kawal Pemutakhiran
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah mengawal pemutakhiran data pemilih yang terdampak bencana tersebut.
Bawaslu melibatkan seluruh jajaran hingga tingkat kecamatan di daerah terdampak bencana untuk melakukan supervisi data pemilih korban terdampak bencana, kata Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husein.
Berdasarkan rekapitulasi dan berita acara penetapan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perubahan (DPTHP)-2 di tingkat KPU kabupaten/kota terdapat 66.290 data pemilih yang harus disempurnakan.
Dalam dokumen itu juga disebutkan DPTHP-2 berjumlah 1.952.810, terdiri dari Kota Palu sebanyak 213.957, Kabupaten Sigi 164.105, Donggala 205.048, Banggai 255.960, Poso 147.236, Morowali 96.057, Buol 96.989, Banggai Laut 45.450, Morowali Utara 81.522, Banggai Kepulauan 78.447, Tojo Una-una 114.658, Tolitoli 149.440, Parigi Moutong 303.941.
Sementara, pada DPHTP-1 terdapat 1.886.810 pemilih, atau berarti ada selisih sekitar 66.000 pemilih dengan DPHTP-2.
Faktanya, di wilayah yang terdampak langsung bencana alam yaitu Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, proses penyempurnaan DPTHP-2 belum terlaksana sebagaimana mestinya.
Karena itulah perlu dilakukan upaya agar hak konstitusional korban bencana di tiga daerah terdampak, yang terdaftar sebagai pemilih, tetap terlindungi.
Pemilih yang merupakan korban terdampak bencana, memiliki hak yang harus dijamin, sehingga mereka tetap dapat menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2019.
Baca juga: KPU: Proses pemutakhiran daftar pemilih di daerah bencana butuh waktu
Baca juga: Ketua DPP Golkar: bencana alam bisa tingkatkan golput
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018