Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengapresiasi langkah politik yang diambil oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yakni siap untuk tidak menerima gaji jika kinerja mereka di DPR buruk.
"Kalau itu gerakan mereka bagus, karena mereka mau dapat sesuatu ya harus berkarya kan kira-kira gitu," kata Ray Rangkuti, di Jakarta, Sabtu.
Direktur LIMA ini menyebutkan, sudah seharusnya anggota DPR digaji sesuai dengan kinerja mereka selama menjabat sebagai wakil rakyat. Sehingga, jika ada anggota dewan tidak bekerja maka tak seharusnya digaji.
"Anggota DPR itu tidak perlu digaji kalau mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik," tegasnya.
Untuk parameter, Ray menjelaskan, bukan merupakan hal yang sulit. Beberapa fakta seperti kehadiran saat rapat bisa menjadi acuan untuk melihat kinerja anggota DPR.
"Mudah sekali, dia kan ikut rapat rapat, sering ikut rapat kemudian menyelesaikan kerjaan sesuai dengan waktunya gak molor yang terlalu lah. Kalau sebuah undang-undang dijadwalkan selesai tiga bulan pas ya tiga bulan sudah selesai," ucapnya.
Sebelumnya, DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan seluruh kadernya siap tidak digaji di parlemen kelak, apabila memiliki kinerja legislasi buruk.
"Jika diberikan amanat sebagai wakil rakyat kelak, sebagai wujud konsistensi, kami juga bersedia tidak digaji jika terbukti berkinerja buruk,” kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany, di Jakarta, Jumat (7/12).
Tsamara mengatakan sudah selayaknya pemberian gaji pada anggota DPR disandarkan pada prinsip meritokrasi, yakni anggota DPR hanya berhak diberi gaji apabila kinerjanya memuaskan.
"Kami mendukung sepenuhnya wacana ini, mengingat kinerja DPR selama ini sangat buruk. Sama seperti kebanyakan orang yang bekerja untuk memperoleh gaji," kata Tsamara.
Tsamara menegaskan seharusnya anggota DPR tidak perlu digaji bila tidak memperbaiki dan memaksimalkan tugas legislasinya.
"Praktek penghamburan uang rakyat dalam bentuk menggaji anggota dewan yang bahkan tidak mampu menyelesaikan undang-undang yang menjadi tugas pokok harus segera dihentikan. Masa kita terus-menerus diwakili anggota DPR semacam itu," ujar Tsamara.
Dia mengatakan sejak Agustus 2018, PSI telah menginisiasi gerakan “Bersih-Bersih DPR” untuk menghentikan praktek penghamburan uang rakyat.
Adapun wacana penghentian gaji anggota DPR ini pertama kali dilontarkan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Selasa 4 Desember 2018.
Wacana ini bergulir tidak lama setelah Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis laporan Masa Sidang I Tahun Sidang 2018-2019.
Berdasarkan hasil pemantauan Formappi, pada masa sidang tersebut, DPR hanya mampu mengesahkan tiga RUU dari 24 RUU yang direncanakan.
Baca juga: PSI siap tidak digaji di parlemen jika berkinerja buruk
Baca juga: PSI usul pertanggungjawaban reses DPR diatur UU
"Kalau itu gerakan mereka bagus, karena mereka mau dapat sesuatu ya harus berkarya kan kira-kira gitu," kata Ray Rangkuti, di Jakarta, Sabtu.
Direktur LIMA ini menyebutkan, sudah seharusnya anggota DPR digaji sesuai dengan kinerja mereka selama menjabat sebagai wakil rakyat. Sehingga, jika ada anggota dewan tidak bekerja maka tak seharusnya digaji.
"Anggota DPR itu tidak perlu digaji kalau mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik," tegasnya.
Untuk parameter, Ray menjelaskan, bukan merupakan hal yang sulit. Beberapa fakta seperti kehadiran saat rapat bisa menjadi acuan untuk melihat kinerja anggota DPR.
"Mudah sekali, dia kan ikut rapat rapat, sering ikut rapat kemudian menyelesaikan kerjaan sesuai dengan waktunya gak molor yang terlalu lah. Kalau sebuah undang-undang dijadwalkan selesai tiga bulan pas ya tiga bulan sudah selesai," ucapnya.
Sebelumnya, DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan seluruh kadernya siap tidak digaji di parlemen kelak, apabila memiliki kinerja legislasi buruk.
"Jika diberikan amanat sebagai wakil rakyat kelak, sebagai wujud konsistensi, kami juga bersedia tidak digaji jika terbukti berkinerja buruk,” kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany, di Jakarta, Jumat (7/12).
Tsamara mengatakan sudah selayaknya pemberian gaji pada anggota DPR disandarkan pada prinsip meritokrasi, yakni anggota DPR hanya berhak diberi gaji apabila kinerjanya memuaskan.
"Kami mendukung sepenuhnya wacana ini, mengingat kinerja DPR selama ini sangat buruk. Sama seperti kebanyakan orang yang bekerja untuk memperoleh gaji," kata Tsamara.
Tsamara menegaskan seharusnya anggota DPR tidak perlu digaji bila tidak memperbaiki dan memaksimalkan tugas legislasinya.
"Praktek penghamburan uang rakyat dalam bentuk menggaji anggota dewan yang bahkan tidak mampu menyelesaikan undang-undang yang menjadi tugas pokok harus segera dihentikan. Masa kita terus-menerus diwakili anggota DPR semacam itu," ujar Tsamara.
Dia mengatakan sejak Agustus 2018, PSI telah menginisiasi gerakan “Bersih-Bersih DPR” untuk menghentikan praktek penghamburan uang rakyat.
Adapun wacana penghentian gaji anggota DPR ini pertama kali dilontarkan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Selasa 4 Desember 2018.
Wacana ini bergulir tidak lama setelah Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis laporan Masa Sidang I Tahun Sidang 2018-2019.
Berdasarkan hasil pemantauan Formappi, pada masa sidang tersebut, DPR hanya mampu mengesahkan tiga RUU dari 24 RUU yang direncanakan.
Baca juga: PSI siap tidak digaji di parlemen jika berkinerja buruk
Baca juga: PSI usul pertanggungjawaban reses DPR diatur UU
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018