... masih jargonis...Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Suroto, menilai sampai saat belum ada pasangan calon presiden-wakil presiden kontestan Pemilu 2019 yang fokus pada program konkret perbaikan ekonomi.
Pengamat dari Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses), Suroto, di Jakarta, Rabu, mengatakan, meskipun kedua pasangan calon presiden-wakil presiden saat ini berupaya untuk menawarkan program perbaikan ekonomi namun belum tampak ada program yang konkret menyelesaikan permasalahan secara mendasar.
"Semuanya masih jargonis. Dari kedua kubu yang ada hanya berpikir untuk memberikan solusi terhadap masalah yang simptomik. Permukaan seperti misalnya menciptakan lapangan kerja, mengendalikan harga, dan akan memberdayakan UMKM," katanya.
Ia mencontohkan, masalah lapangan kerja misalnya, kedua pasangan calon presiden-wakil presiden tidak ada yang menyodorkan model kepemilikan saham untuk karyawan (employee share ownership program atau ESOP).
Padahal ESOP, kata Suroto, penting karena ada 48 juta pekerja formal yang jika diberi insentif kebijakan ini maka produktivitas, kesejahteraan, dan daya beli masyarakat akan meningkat secara otomatis.
"Insentif yang diberikan ini akan otomatis memperbaiki daya beli masyarakat sekaligus dan juga menjadi pendorong munculnya kreativitas masyarakat. Selain akan mendorong bagi terciptanya pemerataan ekonomi dan stabilitas politik," katanya.
Menurut Suroto, Indonesia tertinggal dibanding dengan negara lain misalnya di Amerika Serikat dimana kepemilikan kartu ESOP sudah berjalan sejak 1984.
"Dan sekarang pemerintahan Trump bahkan mendorong model kepemilikan semacam ini dengan diberikan insentif pajak. Negara lain juga menerapkan ini, termasuk China. Kita sebagai negara demokrasi seharusnya menerapkan ini," katanya.
Ia menambahkan, pengendalian harga juga inflasi juga tidak bisa dilakukan hanya dengan jargon, instrumen kelembagaannya pun harus dibentuk bukan hanya menggunakan peraturan presiden.
"Ini memang efektif dapat terkendali seperti semasa Pemerintahan Jokowi selama ini, tapi ini tidak menumbuhkan akselerasi karena sifatnya memaksa," katanya.
Sementara itu, mengenai slogan pemberdayaan UMKM sebaiknya tidak usah dislogankan tapi kata dia cukup dengan memberikan insentif melalui misalnya pembebasan pajak untuk koperasi dan atau pengurangan pajak untuk UMKM.
"Kongkritnya misalnya segera mencabut pajak final untuk UMKM dan juga memberikan insentif lain soal penegasan tata ruang dan penghapusan premanisme. Ini berdampak nasional dan akan mampu menciptakan reserve fund untuk UMKM sehingga akan mampu menambah modal kerja dan otomatis daya saing mereka akan meningkat," katanya.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018