Rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen, bisa menjadi indikator rendahnya peran perempuan di partai politikYogyakarta (ANTARA News) - Kehadiran perempuan dalam politik kebangsaan penting di tengah munculnya arus politik yang hendak merusak persatuan dalam berbangsa dan bernegara, kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof R Siti Zuhro.
"Partisipasi perempuan dalam politik kebangsaan merupakan konsekuensi logis dari hak konstitusional dan demokrasinya sebagai warga negara," katanya pada seminar internasional bertema "Peran Perempuan dalam Pendidikan dan Politik Kebangsaan" di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, dalam jumlah populasi yang relatif sama dengan laki-laki, perempuan adalah aset negara yang harus diberi tempat yang sejajar. Jumlah penduduk Indonesia pada 2018 sebanyak 265 juta jiwa terdiri atas 133,17 juta jiwa laki-laki atau 50,23 persen dan 131,88 juta jiwa perempuan (49,77 persen).
Atas dasar itu, kaum perempuan harus membangun kekuatan politik kebangsaan sebagai ekspresi keberpihakannya pada kepentingan umat. Perjuangan perempuan di dunia publik memiliki sejarah panjang, dan representasi perempuan Indonesia di parlemen mengalami pasang surut.
"Rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen, bisa menjadi indikator rendahnya peran perempuan di partai politik," kata Siti Zuhro.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini mengatakan Madrasah Mu`allimin-Mu`allimat menempati posisi yang sangat historis dan menjadi fondasi gerakan Muhammadiyah dan Aisyiyah pada awal berdirinya tahun 1918, tepat satu tahun setelah berdirinya Aisyiyah pada 1917.
"Kami sampaikan selamat kepada Mu`allimin-Mu`allimat yang telah berusia 100 tahun. Kami gembira dan bangga Madrasah Mu`allimin dan Mu`allimat sudah semakin menampakkan kehadirannya dalam menuju dua abad," kata Noordjannah.
Menurut dia, madrasah itu hadir langsung dari pikiran dan hati Kyai serta Nyai Ahmad Dahlan. "Oleh karena itu, para siswa-siswi dan alumni harus menyadari bahwa madrasah itu bukan sekadar institusi pendidikan yang biasa, tetapi mempunyai sejarah panjang dalam kehidupan sejarah Aisyiyah, baik untuk kepentingan umat maupun kepentingan bangsa," katanya.
Direktur Madrasah Mu`allimat Muhammadiyah Yogyakarta Agustyani Ernawati mengatakan memasuki abad kedua Madrasah Mu`allimin Mu`allimat Muhammadiyah mempunyai banyak tantangan.
Madrasah Mu`allimat sebagai sekolah perempuan mempunyai tanggung jawab besar untuk mencerdaskan perempuan dalam hal keagamaan, intelektual, sosial, budaya, dan politik.
"Untuk itu, Madrasah Mu`allimat Yogyakarta selalu berusaha yang terbaik bagi persyarikatan, dan juga bagi Indonesia untuk mencerdaskan perempuan-perempuan melalui pendidikan dan banyak kegiatan," kata Agustyani.
Menurut dia, memasuki abad kedua perjalanannya, sekolah puteri Mu`allimat bertekad mencetak Srikandi bangsa. Sekolah milik persyarikatan Muhammadiyah itu bertanggung jawab untuk mengasah pemikiran perempuan dan mencerdaskan perempuan melalui pendidikan.
"Kami tidak ingin puteri-puteri dan seluruh lulusan kami menjadi perempuan-perempuan yang berjiwa kerdil. Semuanya harus menjadi Srikandi bagi negara ini," katanya.
Ia mengatakan Mu`allimat selalu berupaya meluluskan puteri-puteri yang memiliki lima kompetensi utama, yakni kompetensi dasar keilmuan, kepribadian, kecakapan, sosial kemanusiaan, dan kompetensi gerakan.
"Bukan hanya di kancah nasional, kami juga mengharapkan anak didik kami nantinya mampu berperan di ranah internasional." kata Agustyani.
Seminar internasional itu merupakan rangkaian semarak Milad 1 Abad Madrasah Mu`allimin-Mu`allimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018