Jakarta (ANTARA) - Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha memandang perlu mengaudit sistem keamanan dan server web Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara kontinu guna mengantisipasi peretasan.
"Audit sistem keamanan dan server KPU perlu dilakukan untuk tahu sistem keamanan dan server tidak ada celah kerawanan yang dapat dimanfaatkan oleh peretas," kata Dr. Pratama Persadha di Jakarta, Kamis petang.
Begitu hacker memanfaatkan celah kerawanan untuk masuk ke dalam sistem KPU, lanjut Pratama, tidak menutup kemungkinan peretas mencuri, mengubah, atau bahkan merusak isi informasi di dalam sistem lembaga penyelenggara pemilu itu.
"Namun, saat ini yang lebih penting adalah audit aplikasi yang dipergunakan oleh KPU, salah satunya adalah Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap)," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.
Audit yang perlu dilakukan, menurut dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, adalah memeriksa source code (kode sumber) atau kode program dari aplikasi untuk memastikan bahwa aplikasi berjalan sesuai dengan kaidah umum.
Selain itu, kata Pratama, tidak ada baris-baris program yang disusupkan untuk sesuatu hal yang dapat untungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
"Jika audit ini sudah dilakukan, seharusnya hasil audit pun dipublikasikan kepada masyarakat luas," kata Pratama yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK.
Dengan demikian, kata pakar keamanan siber ini, akan bisa meredam keresahan-keresahan di tengah masyarakat akhir-akhir ini menganggap banyak terjadi kecurangan dengan menggunakan aplikasi Sirekap.
Baca juga: Pakar sebut aksi "deface website" tunjukkan keamanan web lemah
Baca juga: Lembaga Riset Siber wajibkan perbankan bentuk tim keamanan siber
Baca juga: CISSReC: Smart city sangat riskan jadi korban peretasan
Baca juga: Lembaga riset siber sebut "DDOS" tetap jadi ancaman paling serius
"Audit sistem keamanan dan server KPU perlu dilakukan untuk tahu sistem keamanan dan server tidak ada celah kerawanan yang dapat dimanfaatkan oleh peretas," kata Dr. Pratama Persadha di Jakarta, Kamis petang.
Begitu hacker memanfaatkan celah kerawanan untuk masuk ke dalam sistem KPU, lanjut Pratama, tidak menutup kemungkinan peretas mencuri, mengubah, atau bahkan merusak isi informasi di dalam sistem lembaga penyelenggara pemilu itu.
"Namun, saat ini yang lebih penting adalah audit aplikasi yang dipergunakan oleh KPU, salah satunya adalah Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap)," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.
Audit yang perlu dilakukan, menurut dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, adalah memeriksa source code (kode sumber) atau kode program dari aplikasi untuk memastikan bahwa aplikasi berjalan sesuai dengan kaidah umum.
Selain itu, kata Pratama, tidak ada baris-baris program yang disusupkan untuk sesuatu hal yang dapat untungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
"Jika audit ini sudah dilakukan, seharusnya hasil audit pun dipublikasikan kepada masyarakat luas," kata Pratama yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK.
Dengan demikian, kata pakar keamanan siber ini, akan bisa meredam keresahan-keresahan di tengah masyarakat akhir-akhir ini menganggap banyak terjadi kecurangan dengan menggunakan aplikasi Sirekap.
Baca juga: Pakar sebut aksi "deface website" tunjukkan keamanan web lemah
Baca juga: Lembaga Riset Siber wajibkan perbankan bentuk tim keamanan siber
Baca juga: CISSReC: Smart city sangat riskan jadi korban peretasan
Baca juga: Lembaga riset siber sebut "DDOS" tetap jadi ancaman paling serius
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024