Trenggalek, Jawa Timur (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur merekomendasikan dua TPS di daerah itu untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) karena ada kasus kegiatan pencoblosan pada malam hari dan kasus empat "pemilih ilegal" dari luar Trenggalek yang tidak memegang surat pindah pilih.
"PSU harus digelar di dua TPS yang kami catat pelanggarannya," kata Ketua Bawaslu Trenggalek, Rusman Nuryadin di Trenggalek, Jumat.
Dua TPS atau tempat pemungutan suara yang diusulkan PSU adalah TPS 05 Desa Wonoanti Kecamatan Pogalan dan TPS 17 di Kelurahan Sumbergedong Kecamatan Trenggalek (kota).
Untuk kasus di TPS 05 Desa Wonoanti, Bawaslu mencatat adanya peristiwa pemungutan suara (pencoblosan oleh pemilih telat) di waktu penghitungan suara sudah berlangsung pada malam hari, sekitar pukul 21.30 WIB.
Sedangkan di TPS 17 kelurahan Sumbergedong, Bawaslu mendapati ada empat warga Sulawesi Selatan yang menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara setempat padahal mereka tidak tidak mengurus pindah pilih dan membawa form A pindah memilih.
Selain itu, keempat warga asal Sulsel itu mendapatkan surat suara lengkap, mulai suara presiden-wakil presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Trenggalek dan DPD. Karenanya, TPS itu harus menggelar PSU.
"Padahal mereka tidak mengurus pindah pilih dan tidak membawa form A pindah memilih. Mungkin karena KPPS bingung akhirnya dimasukkan di DPK (Daftar Pemilih Khusus) padahal bukan KTP Trenggalek,"katanya.
Rusman melanjutkan, untuk kejadian di TPS 05 Desa Wonoanti, kasus bermula saat seorang pemilih tidak diperkenankan untuk menyalurkan hak suaranya, padahal saat itu waktu masih menunjukkan pukul 12.15 WIB.
Pada saat bersamaan, sebagian anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) beserta saksi dan pengawas TPS, tengah melakukan pelayanan "jemput bola" atau pemungutan suara keliling, dimana petugas berikut saksi mendatangi pemilih yang sakit/jompo/lansia, agar mereka tetap bisa menyalurkan hak pilih.
Saat itu KPPS dan saksi yang ada di TPS, lanjut Rusman, sepakat bahwa orang yang datang tersebut tidak bisa menyalurkan hak suaranya.
Namun uniknya, pemungutan suara malah dilakukan pada malam hari setelah PPS tingkat desa dan PPK tingkat kecamatan konsultasi dengan ketua KPU Trenggalek.
"Malam hari itu juga setelah PPS (tingkat desa) dan PPK (tingkat kecamatan) konsultasi ke Ketua KPU, orang tersebut diperbolehkan untuk mencoblos pada pukul 21.30 WIB, saat penghitungan suara sudah dimulai," katanya.
Karena pemungutan suara dilakukan saat penghitungan suara, maka pelaksanaan coblosan itu melanggar asas rahasia pemilu. Hal itu melanggar prosedur yang sudah tertera di Undang-undang nomor 7 tahun 2017 maupun Perbawaslu nomor 1 tahun 2024 sehingga harus dilaksanakan PSU.
"PSU harus digelar di dua TPS yang kami catat pelanggarannya," kata Ketua Bawaslu Trenggalek, Rusman Nuryadin di Trenggalek, Jumat.
Dua TPS atau tempat pemungutan suara yang diusulkan PSU adalah TPS 05 Desa Wonoanti Kecamatan Pogalan dan TPS 17 di Kelurahan Sumbergedong Kecamatan Trenggalek (kota).
Untuk kasus di TPS 05 Desa Wonoanti, Bawaslu mencatat adanya peristiwa pemungutan suara (pencoblosan oleh pemilih telat) di waktu penghitungan suara sudah berlangsung pada malam hari, sekitar pukul 21.30 WIB.
Sedangkan di TPS 17 kelurahan Sumbergedong, Bawaslu mendapati ada empat warga Sulawesi Selatan yang menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara setempat padahal mereka tidak tidak mengurus pindah pilih dan membawa form A pindah memilih.
Selain itu, keempat warga asal Sulsel itu mendapatkan surat suara lengkap, mulai suara presiden-wakil presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Trenggalek dan DPD. Karenanya, TPS itu harus menggelar PSU.
"Padahal mereka tidak mengurus pindah pilih dan tidak membawa form A pindah memilih. Mungkin karena KPPS bingung akhirnya dimasukkan di DPK (Daftar Pemilih Khusus) padahal bukan KTP Trenggalek,"katanya.
Rusman melanjutkan, untuk kejadian di TPS 05 Desa Wonoanti, kasus bermula saat seorang pemilih tidak diperkenankan untuk menyalurkan hak suaranya, padahal saat itu waktu masih menunjukkan pukul 12.15 WIB.
Pada saat bersamaan, sebagian anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) beserta saksi dan pengawas TPS, tengah melakukan pelayanan "jemput bola" atau pemungutan suara keliling, dimana petugas berikut saksi mendatangi pemilih yang sakit/jompo/lansia, agar mereka tetap bisa menyalurkan hak pilih.
Saat itu KPPS dan saksi yang ada di TPS, lanjut Rusman, sepakat bahwa orang yang datang tersebut tidak bisa menyalurkan hak suaranya.
Namun uniknya, pemungutan suara malah dilakukan pada malam hari setelah PPS tingkat desa dan PPK tingkat kecamatan konsultasi dengan ketua KPU Trenggalek.
"Malam hari itu juga setelah PPS (tingkat desa) dan PPK (tingkat kecamatan) konsultasi ke Ketua KPU, orang tersebut diperbolehkan untuk mencoblos pada pukul 21.30 WIB, saat penghitungan suara sudah dimulai," katanya.
Karena pemungutan suara dilakukan saat penghitungan suara, maka pelaksanaan coblosan itu melanggar asas rahasia pemilu. Hal itu melanggar prosedur yang sudah tertera di Undang-undang nomor 7 tahun 2017 maupun Perbawaslu nomor 1 tahun 2024 sehingga harus dilaksanakan PSU.
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024