Palangka Raya (ANTARA) -
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR), Kalimantan Tengah (Kalteng) Sadar Bahtiar, M.I.P., mengatakan Presiden selaku pemegang pemerintahan harus bisa menciptakan Pemilihan Umum (Pemilu) yang berkualitas.
"Presiden RI dan jajaran
pemerintah harus menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur dan adil," kata Sadar di Palangka Raya, Selasa.
Menurut Kepala Laboratorium Fisipol UMPR itu, dinamika politik di Tanah Air akhir-akhir ini, terutama mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 14 Februari 2024, agaknya cukup memprihatinkan.
Gejolak politik secara terang-terangan nampak di depan mata yang dilaksanakan oleh semua pihak, mulai dari para pendukung tiap-tiap pasangan calon presiden dan wakil presiden, dari masyarakat sipil aktor partai politik, bahkan dari kalangan elit penguasa.
"Pada dasarnya, keterlibatan setiap warga negara dalam proses kampanye atau aktivitas lain yang berkaitan dengan pemenangan salah satu pasangan calon sah-sah saja, selama tidak melanggar konstitusi yang ada," katanya.
Dia menilai, perkembangan akhir-akhir ini, sikap beberapa kalangan akademis tersebut, pada umumnya menyatakan sikap terkait dengan dinamika politik dan proses demokrasi di Tanah Air yang sedang tidak baik-baik saja.
Menurut Sadar, tuntutan dari kalangan akademisi ini bermunculan karena melihat situasi dan kondisi politik saat ini sangat memprihatinkan.
"Maka para penyelenggara negara, pemerintah, DPR dan peradilan harus menunjukkan keteladanan mereka dalam menjaga kepatuhan kepada prinsip-prinsip konstitusi dan etika bernegara yang seharusnya ditaati dengan sepenuh hati," katanya.
Oleh karena itu, sebagai akademisi, dia berharap agar para pejabat negara dapat bersikap netral dan tidak menggunakan fasilitas negara yang dengan kewenangannya sebagai pejabat publik, sebab hal tersebut merupakan pelanggaran konstitusi yang serius.
Pada pemilu yang akan datang diharapkan para aparat hukum juga dapat bersikap netral demi terlaksananya pemilu yang berintegritas. Dia juga menuntut agar para penyelenggara Pemilu baik KPU, Bawaslu dan DKPP serta serta organ yang berada di bawahnya agar bersikap independen demi terlaksananya proses demokratisasi yang damai.
"Sebagai negara demokrasi dan berdasarkan konstitusi para penyelenggara negara di Indonesia semestinya menjadi teladan utama dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi dan memberi contoh dalam menegakkan etika bernegara bagi warga negara," katanya.
Menurut dia, tanpa itu semua, bangsa ini akan berada di ambang pintu menjadi negara gagal.
Oleh karena itu, dalam upaya untuk melahirkan calon pemimpin yang baik maka kita perlukan seorang pemimpin yang betul-betul hadir dari pilihan warga negara.
"Sementara itu, jika proses demokrasi tidak bisa menjaga integritas pemilu maka hal ini akan membahayakan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.
Menjelang pemilu dan saat pelaksanaan pemilu pada tanggal 14 Februari yang akan datang, ia mengharapkan partisipasi setiap warga negara untuk dapat menjadi pemantau di masing-masing TPS-nya.
Hal ini adalah bentuk kepedulian dan kesadaran terhadap demokrasi untuk menjamin pemilu yang jujur dan adil sebagaimana yang dicita-citakan selama ini.
"Presiden RI dan jajaran
pemerintah harus menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur dan adil," kata Sadar di Palangka Raya, Selasa.
Menurut Kepala Laboratorium Fisipol UMPR itu, dinamika politik di Tanah Air akhir-akhir ini, terutama mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 14 Februari 2024, agaknya cukup memprihatinkan.
Gejolak politik secara terang-terangan nampak di depan mata yang dilaksanakan oleh semua pihak, mulai dari para pendukung tiap-tiap pasangan calon presiden dan wakil presiden, dari masyarakat sipil aktor partai politik, bahkan dari kalangan elit penguasa.
"Pada dasarnya, keterlibatan setiap warga negara dalam proses kampanye atau aktivitas lain yang berkaitan dengan pemenangan salah satu pasangan calon sah-sah saja, selama tidak melanggar konstitusi yang ada," katanya.
Dia menilai, perkembangan akhir-akhir ini, sikap beberapa kalangan akademis tersebut, pada umumnya menyatakan sikap terkait dengan dinamika politik dan proses demokrasi di Tanah Air yang sedang tidak baik-baik saja.
Menurut Sadar, tuntutan dari kalangan akademisi ini bermunculan karena melihat situasi dan kondisi politik saat ini sangat memprihatinkan.
"Maka para penyelenggara negara, pemerintah, DPR dan peradilan harus menunjukkan keteladanan mereka dalam menjaga kepatuhan kepada prinsip-prinsip konstitusi dan etika bernegara yang seharusnya ditaati dengan sepenuh hati," katanya.
Oleh karena itu, sebagai akademisi, dia berharap agar para pejabat negara dapat bersikap netral dan tidak menggunakan fasilitas negara yang dengan kewenangannya sebagai pejabat publik, sebab hal tersebut merupakan pelanggaran konstitusi yang serius.
Pada pemilu yang akan datang diharapkan para aparat hukum juga dapat bersikap netral demi terlaksananya pemilu yang berintegritas. Dia juga menuntut agar para penyelenggara Pemilu baik KPU, Bawaslu dan DKPP serta serta organ yang berada di bawahnya agar bersikap independen demi terlaksananya proses demokratisasi yang damai.
"Sebagai negara demokrasi dan berdasarkan konstitusi para penyelenggara negara di Indonesia semestinya menjadi teladan utama dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi dan memberi contoh dalam menegakkan etika bernegara bagi warga negara," katanya.
Menurut dia, tanpa itu semua, bangsa ini akan berada di ambang pintu menjadi negara gagal.
Oleh karena itu, dalam upaya untuk melahirkan calon pemimpin yang baik maka kita perlukan seorang pemimpin yang betul-betul hadir dari pilihan warga negara.
"Sementara itu, jika proses demokrasi tidak bisa menjaga integritas pemilu maka hal ini akan membahayakan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.
Menjelang pemilu dan saat pelaksanaan pemilu pada tanggal 14 Februari yang akan datang, ia mengharapkan partisipasi setiap warga negara untuk dapat menjadi pemantau di masing-masing TPS-nya.
Hal ini adalah bentuk kepedulian dan kesadaran terhadap demokrasi untuk menjamin pemilu yang jujur dan adil sebagaimana yang dicita-citakan selama ini.
"Sehingga kelak pemimpin yang lahir dari proses demokrasi adalah pemimpin yang membawa tanggung jawab semua lapisan masyarakat bukan tanggung jawab kepada sebagian kelompok saja," kata Sadar.
Pewarta: Rendhik Andika
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024