Denpasar (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam diskusi Demi Indonesia Cerdas Memilih di Bali mengajak pemilih terutama generasi milenial dan generasi Z mewaspadai potensi disinformasi yang beredar di tengah perjalanan Pemilu 2024.
“Di era digitalisasi ini yang perlu diwaspadai adalah disinformasi, karena itu pemilih cerdas harus mampu berpikir kritis terhadap informasi yang beredar di dunia digital, sehingga dirinya tidak terjebak dan bisa membedakan informasi benar dan palsu,” kata Staf Ahli Kemkominfo Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya R Wijaya Kusumawardhana di Denpasar, Kamis.
Wijaya mengajak peserta diskusi menjadi pemilih cerdas, dengan memenuhi ciri-ciri tertentu seperti salah satunya bisa membedakan berita bohong dan benar pada akhirnya bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas.
“Tentu kita harus tahu ciri-ciri pemilih yang cerdas, pertama, bisa menyimak visi, misi dan program kerja yang ditawarkan calon pemimpin. Pemilih cerdas memahami apakah program tersebut sekadar janji belaka atau secara rasional dapat terwujud, sebenarnya itu karakter generasi z saat ini,” ujarnya.
Berikutnya, menurut dia pemilih yang cerdas tidak akan menetapkan pilihan hanya berdasarkan popularitas peserta Pemilu 2024, atau berpatokan pada janji kebijakan besar tanpa memahami rencana dan komitmen calon pemimpin terhadap masa depan.
“Pemilih yang cerdas tidak terjebak dalam fanatisme sempit serta sadar dan waspada atas berbagai provokasi yang membuat mereka tersulut emosi atau terjebak dalam debat tak berkesudahan,” sambung Wijaya.
Terakhir, Kemkominfo melihat pemilih cerdas pasti berani menolak politik uang, dan paham bahwa suara mereka tak dapat dibeli.
Untuk memitigasi disinformasi di tengah kemajuan digital, Kemkominfo telah mengupayakan transformasi digital dengan meluncurkan berbagai program, ini dilakukan dengan menyentuh masyarakat hingga lapisan paling bawah, salah satunya melalui diskusi Demi Indonesia Cerdas Memilih yang bekerja sama dengan media online DetikCom.
Di depan ratusan peserta yang didominasi pelajar dan komunitas, Wijaya turut mengenalkan program literasi digital Kemkominfo yang dirangkai dalam empat modul, tujuannya agar masyarakat mewaspadai konten negatif di ruang digital yang begitu luas.
Secara spesifik untuk Pemilu 2024, mereka melahirkan sebuah buku elektronik yang bebas diakses dengan nama Pemilu Damai Pedia.
Dalam diskusi ini, Kemkominfo dan mitranya tak sendirian, turut hadir KPU Bali dan Bawaslu Bali sebagai penyelenggara pemilu di tingkat provinsi.
Tak hanya mengajak masyarakat menjadi pemilih cerdas, penyelenggara turut mengajak mereka hadir memanfaatkan hak pilihnya ke TPS.
Sementara itu, Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan optimistis menaikkan target partisipasi pemilih datang ke TPS pada 14 Februari mendatang karena melihat antusiasme masyarakat Bali pada Pemilu 2024.
“Target partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 adalah 80 persen tapi yang menggunakan hak pilih mencapai 82 persen. Kami optimistis target pemilu tahun ini tercapai, bahkan barangkali bisa mencapai 85 persen," kata dia.
“Di era digitalisasi ini yang perlu diwaspadai adalah disinformasi, karena itu pemilih cerdas harus mampu berpikir kritis terhadap informasi yang beredar di dunia digital, sehingga dirinya tidak terjebak dan bisa membedakan informasi benar dan palsu,” kata Staf Ahli Kemkominfo Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya R Wijaya Kusumawardhana di Denpasar, Kamis.
Wijaya mengajak peserta diskusi menjadi pemilih cerdas, dengan memenuhi ciri-ciri tertentu seperti salah satunya bisa membedakan berita bohong dan benar pada akhirnya bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas.
“Tentu kita harus tahu ciri-ciri pemilih yang cerdas, pertama, bisa menyimak visi, misi dan program kerja yang ditawarkan calon pemimpin. Pemilih cerdas memahami apakah program tersebut sekadar janji belaka atau secara rasional dapat terwujud, sebenarnya itu karakter generasi z saat ini,” ujarnya.
Berikutnya, menurut dia pemilih yang cerdas tidak akan menetapkan pilihan hanya berdasarkan popularitas peserta Pemilu 2024, atau berpatokan pada janji kebijakan besar tanpa memahami rencana dan komitmen calon pemimpin terhadap masa depan.
“Pemilih yang cerdas tidak terjebak dalam fanatisme sempit serta sadar dan waspada atas berbagai provokasi yang membuat mereka tersulut emosi atau terjebak dalam debat tak berkesudahan,” sambung Wijaya.
Terakhir, Kemkominfo melihat pemilih cerdas pasti berani menolak politik uang, dan paham bahwa suara mereka tak dapat dibeli.
Untuk memitigasi disinformasi di tengah kemajuan digital, Kemkominfo telah mengupayakan transformasi digital dengan meluncurkan berbagai program, ini dilakukan dengan menyentuh masyarakat hingga lapisan paling bawah, salah satunya melalui diskusi Demi Indonesia Cerdas Memilih yang bekerja sama dengan media online DetikCom.
Di depan ratusan peserta yang didominasi pelajar dan komunitas, Wijaya turut mengenalkan program literasi digital Kemkominfo yang dirangkai dalam empat modul, tujuannya agar masyarakat mewaspadai konten negatif di ruang digital yang begitu luas.
Secara spesifik untuk Pemilu 2024, mereka melahirkan sebuah buku elektronik yang bebas diakses dengan nama Pemilu Damai Pedia.
Dalam diskusi ini, Kemkominfo dan mitranya tak sendirian, turut hadir KPU Bali dan Bawaslu Bali sebagai penyelenggara pemilu di tingkat provinsi.
Tak hanya mengajak masyarakat menjadi pemilih cerdas, penyelenggara turut mengajak mereka hadir memanfaatkan hak pilihnya ke TPS.
Sementara itu, Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan optimistis menaikkan target partisipasi pemilih datang ke TPS pada 14 Februari mendatang karena melihat antusiasme masyarakat Bali pada Pemilu 2024.
“Target partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 adalah 80 persen tapi yang menggunakan hak pilih mencapai 82 persen. Kami optimistis target pemilu tahun ini tercapai, bahkan barangkali bisa mencapai 85 persen," kata dia.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024