Pakar: KPU perlu waspadai serangan siber akibat keteledoran SDM

Delapan parpol penuhi ambang batas parlemen, PDIP suara terbanyak
Pakar keamanan siber Pratama Persadha. (ANTARA/Kliwon)

Jakarta (ANTARA) - Pakar keamanan siber Pratama Persadha menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mewaspadai serangan siber akibat keteledoran sumber daya manusia (SDM) atau karyawannya yang memiliki akses dalam sistem data KPU.

"Pernyataan Presiden Jokowi memang benar adanya, karena sering kali titik masuknya sebuah serangan siber bukan dikarenakan lemahnya sistem pertahanan siber, namun dikarenakan keteledoran dari staf atau karyawan yang memiliki akses ke dalam sistem," kata Pratama di Jakarta, Kamis.

Menanggapi imbauan Presiden Joko Widodo soal keamanan data pemilu, Pratama menuturkan keteledoran dari karyawan yang memiliki akses ke dalam sistem dan terjebak oleh serangan penipuan daring (phising) serta manipulasi psikologis untuk mendapat informasi dari pemilik data (social engineering), sering secara tidak sadar mengunduh perangkat hingga menyebabkan kerusakan pada komputer (malware) ke dalam perangkat komputer yang semestinya digunakan untuk menghimpun data pemilih.

Keteledoran tersebut dapat membuat peretas dengan mudah mendapat atau mengambil alih sistem informasi dalam sistem KPU.

Keteledoran lainnya yang mungkin terjadi adalah karyawan mengunduh aplikasi atau permainan bajakan, di mana kedua hal tersebut sudah ditambahkan malware oleh peretas.

"Sistem pertahanan siber yang dimiliki oleh KPU seharusnya sudah cukup kuat. Hanya saja, operasional dari sistem pertahanan siber tersebut yang perlu diperhatikan lebih lanjut," ucapnya.

Baca juga: Jokowi tegaskan tak punya urusan soal sistem proporsional Pemilu 2024

Menurut Pratama, keamanan siber harus terus berkembang dan diperkuat agar tidak menciptakan celah bagi serangan siber masuk.

Dengan demikian, dia menyarankan KPU memantau kinerja sistem pertahanan data, terutama data pribadi pemilih Pemilu 2024, serta melaksanakan audit celah keamanan dalam interval waktu yang pendek.

Sehingga, lanjut dia, ketika ada celah keamanan baru dapat segera diketahui dan dilakukan mitigasi supaya celah tersebut tidak dimanfaatkan oleh peretas untuk masuk ke dalam sistem, mengingat waktu pelaksanaan pemungutan suara semakin dekat.

"Melakukan pergantian sistem keamanan bukanlah pilihan yang bijak, karena pergantian sistem keamanan bisa jadi akan menimbulkan celah keamanan baru, karena belum dapat diintegrasikan secara menyeluruh dengan sistem yang sudah ada saat ini," tutur pria yang juga menjabat sebagai Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC itu.

Baca juga: Jokowi tegaskan proporsional terbuka-tertutup ada kelebihan-kelemahan

Sebelumnya, Sabtu (30/12), Presiden Joko Widodo mengingatkan seluruh komponen penyelenggara Pemilu 2024 agar menghindari keteledoran teknis yang bisa berimplikasi politis dan mengganggu suasana kondusif negara.

"Hati-hati mengenai ini, hal-hal yang kecil harus kita perhatikan secara detail sebab keteledoran teknis bisa berimplikasi politis, bisa berimplikasi politik bisa merembet kemana-mana," kata Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi mengingatkan bahwa era serba digital menjadi tantangan yang harus disikapi oleh setiap penyelenggara pemilu agar menghindari ketidakcermatan layanan yang dapat mengganggu legitimasi hasil pemilu.

"Jaminan keandalan sistem informasi dan perangkat-perangkat penunjang pemilu harus berfungsi dengan baik, harus transparan, terbuka, jangan sampai terjadi peretasan, hati-hati mengenai ini. Sekali lagi, karena ini bisa berimplikasi politis, bisa berimplikasi politis," ujar Jokowi.

Baca juga: Presiden: Relawan berperan jadi sistem pendingin jelang Pemilu 2024

Pewarta:
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2024
Istana tanggapi usulan penghentian program bansos selama pemilu Sebelumnya

Istana tanggapi usulan penghentian program bansos selama pemilu

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS Selanjutnya

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS