sebagian besar aset untuk kesejahteraan Indonesia ada di luar IndonesiaJakarta (ANTARA) -
Pendiri dan Ketua Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal berharap para calon presiden (capres) peserta Pilpres 2024 tidak menganut nasionalisme yang sempit saat terpilih untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Dalam kegiatan Konferensi Kebijakan Luar Negeri Indonesia (CIFP) 2023, yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Sabtu, mantan wakil menteri luar negeri itu meminta ketiga capres harus mampu melihat tanda-tanda perkembangan global terkini.
"Presiden terpilih pada (Pemilu) 2024 harus paham bahwa sebagian besar aset yang diperlukan untuk kesejahteraan Indonesia ada di luar wilayah Indonesia; apakah modal, teknologi, jaringan, dan termasuk juga senjata," kata Dino di hadapan 10 ribu peserta CIFP 2023 yang terdiri atas duta besar, mahasiswa, dan undangan.
Presiden RI hasil Pemilu Serentak 2024 tidak boleh hanya fokus melihat ke dalam (in ward looking), katanya, tetapi juga harus mampu melihat tantangan dan peluang untuk mewujudkan kesejahteraan bagi Indonesia.
Baca juga: FPCI kembali gelar konferensi kebijakan luar negeri tahunan
Oleh karena itu, lanjut Dino, presiden harus memiliki wawasan serta strategi internasional yang berkesinambungan atau komprehensif.
"Indonesia bebas aktif adalah fondasi, bukan strategi. Butuh prinsip, tujuan, dan strategi," tegasnya.
Acara CIFP 2023 itu dihadiri capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Anies dan Ganjar hadir menerima tantangan untuk menyampaikan pandangan mereka terkait isu politik dan kebijakan luar negeri yang harus dilakukan Indonesia ke depan.
Baca juga: BRIN: Indonesia perlu mendalami isu-isu kebijakan luar negeri
Konferensi tersebut pernah mendapatkan penghargaan sebagai konferensi kebijakan luar negeri terbesar di dunia pada tahun 2016 oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Penghargaan itu diperoleh karena CIFP merupakan satu-satunya konferensi kebijakan luar negeri nasional di Indonesia yang mempertemukan para pemangku kebijakan, menteri, tokoh publik, diplomat, selebritas, jurnalis, pakar, mahasiswa, dan toko-tokoh terkemuka di berbagai sektor.
Tema CIFP 2023 adalah "From Non-Alignment to Creative Alignments" untuk mencerminkan pentingnya merespons realita baru, di mana politik luar negeri bebas aktif Indonesia di abad ke-21 perlu secara kreatif merintis, membangun, dan memelihara berbagai keselarasan dengan negara-negara dari timur, barat, utara, dan selatan untuk kepentingan nasional Indonesia, kawasan, dan global.
Baca juga: FPCI tantang capres adu gagasan kebijakan luar negeri
Dalam kegiatan Konferensi Kebijakan Luar Negeri Indonesia (CIFP) 2023, yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Sabtu, mantan wakil menteri luar negeri itu meminta ketiga capres harus mampu melihat tanda-tanda perkembangan global terkini.
"Presiden terpilih pada (Pemilu) 2024 harus paham bahwa sebagian besar aset yang diperlukan untuk kesejahteraan Indonesia ada di luar wilayah Indonesia; apakah modal, teknologi, jaringan, dan termasuk juga senjata," kata Dino di hadapan 10 ribu peserta CIFP 2023 yang terdiri atas duta besar, mahasiswa, dan undangan.
Presiden RI hasil Pemilu Serentak 2024 tidak boleh hanya fokus melihat ke dalam (in ward looking), katanya, tetapi juga harus mampu melihat tantangan dan peluang untuk mewujudkan kesejahteraan bagi Indonesia.
Baca juga: FPCI kembali gelar konferensi kebijakan luar negeri tahunan
Oleh karena itu, lanjut Dino, presiden harus memiliki wawasan serta strategi internasional yang berkesinambungan atau komprehensif.
"Indonesia bebas aktif adalah fondasi, bukan strategi. Butuh prinsip, tujuan, dan strategi," tegasnya.
Acara CIFP 2023 itu dihadiri capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Anies dan Ganjar hadir menerima tantangan untuk menyampaikan pandangan mereka terkait isu politik dan kebijakan luar negeri yang harus dilakukan Indonesia ke depan.
Baca juga: BRIN: Indonesia perlu mendalami isu-isu kebijakan luar negeri
Konferensi tersebut pernah mendapatkan penghargaan sebagai konferensi kebijakan luar negeri terbesar di dunia pada tahun 2016 oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Penghargaan itu diperoleh karena CIFP merupakan satu-satunya konferensi kebijakan luar negeri nasional di Indonesia yang mempertemukan para pemangku kebijakan, menteri, tokoh publik, diplomat, selebritas, jurnalis, pakar, mahasiswa, dan toko-tokoh terkemuka di berbagai sektor.
Tema CIFP 2023 adalah "From Non-Alignment to Creative Alignments" untuk mencerminkan pentingnya merespons realita baru, di mana politik luar negeri bebas aktif Indonesia di abad ke-21 perlu secara kreatif merintis, membangun, dan memelihara berbagai keselarasan dengan negara-negara dari timur, barat, utara, dan selatan untuk kepentingan nasional Indonesia, kawasan, dan global.
Baca juga: FPCI tantang capres adu gagasan kebijakan luar negeri
Pewarta: Donny Aditra
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023