Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menilai partai politik (paprol) seharusnya memiliki independensi mencalonkan kadernya pada kontestasi Pemilu 2024.
“Jadi partai politik harus punya independensi mencalonkan siapa pun kadernya, dari yang memahami gagasan partainya, dari yang memahami ideologi partainya, harus ada determination of nomination,” kata Fahri dalam diskusi Polemik Trijaya “Suhu Politik Pasca Putusan MK” dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu.
Untuk itu, dia mengusulkan Undang-Undang (UU) tentang Partai Politik direvisi agar mewajibkan semua yang berkontestasi pada pemilu merupakan kader partai politik. Hal tersebut, lanjut dia, menjadi konsep identifikasi partai (party-ID) yang ada di negara-negara demokrasi.
“Harusnya mewajibkan semua orang yang akan berkontestasi politik adalah anggota partai politik itu penting sekali,” ucapnya.
Dia menilai hubungan antara partai politik dengan kadernya harus diperkuat. “Itu tidak bisa tidak mesti diikat dan diperkuat secara serius supaya jangan orang keluar masuk partai sembarangan,” katanya.
Baca juga: Fahri Hamzah sebut Gibran tak keluar dari PDIP
Baca juga: Fahri Hamzah: Gibran simbol rekonsiliasi Prabowo dengan Jokowi
Sebab, menurut dia, partai politik saat ini seakan hanya menjadi “penjual tiket” bagi segelintir elite yang memiliki modal dan ingin memperoleh kekuasaan politik secara kilat untuk melenggang di pemilu.
“Masa dia karena pingin jadi orang kaya terus dia mau netral-netral saja, main kiri, main kanan, nanti begitu mau berkuasa dia punya uang banyak; Wah, gampang mah partai tinggal kita beli. Enggak boleh begitu, partai itu kemudian menjadi subjek permainan kotor orang-orang dan kita jadi tempat sampah ,” tuturnya.
Selain itu, Fahri mengusulkan agar dilakukan pula perubahan Undang-Undang Pemilu terkait dengan ambang batas pencalonan presiden ('presidential threshold') maupun ambang batas parlemen ('parliamentary threshold') yang dianggap menghalangi independensi kader partai politik untuk berlaga pada pemilu.
“Baru yang kedua, itu mesti kita ubah adalah Undang-Undang Pemilu. Kita harus menghentikan 'threshold', semua macam 'threshold', baik 'parliamentary threshold' maupun 'presidential threshold'. Hentikan itu, itu sumber bencana,” kata dia.
“Jadi partai politik harus punya independensi mencalonkan siapa pun kadernya, dari yang memahami gagasan partainya, dari yang memahami ideologi partainya, harus ada determination of nomination,” kata Fahri dalam diskusi Polemik Trijaya “Suhu Politik Pasca Putusan MK” dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu.
Untuk itu, dia mengusulkan Undang-Undang (UU) tentang Partai Politik direvisi agar mewajibkan semua yang berkontestasi pada pemilu merupakan kader partai politik. Hal tersebut, lanjut dia, menjadi konsep identifikasi partai (party-ID) yang ada di negara-negara demokrasi.
“Harusnya mewajibkan semua orang yang akan berkontestasi politik adalah anggota partai politik itu penting sekali,” ucapnya.
Dia menilai hubungan antara partai politik dengan kadernya harus diperkuat. “Itu tidak bisa tidak mesti diikat dan diperkuat secara serius supaya jangan orang keluar masuk partai sembarangan,” katanya.
Baca juga: Fahri Hamzah sebut Gibran tak keluar dari PDIP
Baca juga: Fahri Hamzah: Gibran simbol rekonsiliasi Prabowo dengan Jokowi
Sebab, menurut dia, partai politik saat ini seakan hanya menjadi “penjual tiket” bagi segelintir elite yang memiliki modal dan ingin memperoleh kekuasaan politik secara kilat untuk melenggang di pemilu.
“Masa dia karena pingin jadi orang kaya terus dia mau netral-netral saja, main kiri, main kanan, nanti begitu mau berkuasa dia punya uang banyak; Wah, gampang mah partai tinggal kita beli. Enggak boleh begitu, partai itu kemudian menjadi subjek permainan kotor orang-orang dan kita jadi tempat sampah ,” tuturnya.
Selain itu, Fahri mengusulkan agar dilakukan pula perubahan Undang-Undang Pemilu terkait dengan ambang batas pencalonan presiden ('presidential threshold') maupun ambang batas parlemen ('parliamentary threshold') yang dianggap menghalangi independensi kader partai politik untuk berlaga pada pemilu.
“Baru yang kedua, itu mesti kita ubah adalah Undang-Undang Pemilu. Kita harus menghentikan 'threshold', semua macam 'threshold', baik 'parliamentary threshold' maupun 'presidential threshold'. Hentikan itu, itu sumber bencana,” kata dia.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023