MK segerakan pembentukan MKMK untuk tangani dugaan pelanggaran etik

Ini kata KPU DKI bagi pemilih sebelum ke TPS pada Rabu
Ketua MK Anwar Usman (tengah) dan Hakim MK Enny Nurbaningsih (kanan) memberikan keterangan mengenai pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023). ANTARA/Uyu Septiyati Liman/aa.
Biarlah MKMK yang bekerja mengurus laporan tersebut sehingga kami dapat berkonsentrasi pada perkara.

Jakarta (ANTARA) - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa para hakim MK telah menggelar rapat permusyawaratan hakim untuk menyegerakan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, kami telah melakukan rapat permusyawaratan untuk menyegerakan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," ujar Enny dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin.

Enny berharap majelis ini dapat segera bekerja untuk menyelesaikan tujuh laporan yang sudah masuk mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim MK terkait dengan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minum calon presiden dan calon wakil presiden.

Hakim perempuan MK satu-satunya tersebut menyatakan bahwa pembentukan MKMK tersebut berdasarkan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Tujuan pembentukan majelis tersebut, lanjut dia, adalah untuk memeriksa dan mengadili laporan dan temuan dugaan pelanggaran kode etik hakim.

Enny mengatakan bahwa semua hakim MK sepakat untuk menyerahkan penyelesaian laporan-laporan kepada MKMK.

"Biarlah MKMK yang bekerja mengurus laporan tersebut sehingga kami dapat berkonsentrasi pada perkara yang harus kami tangani sesuai dengan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Baca juga: MKMK tepis tudingan 'persekongkolan' perubahan putusan 103
Baca juga: MKMK nyatakan Hakim Guntur langgar kode etik terkait putusan 103

Pada hari Senin (16/10), Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan.

Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD RI 1945.

"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ucap Anwar.

Pewarta:
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023
NasDem sebut himpun empat komponen dalam Timnas AMIN Sebelumnya

NasDem sebut himpun empat komponen dalam Timnas AMIN

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 Selanjutnya

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024