Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjawab dalil permohonan Partai Berkarya untuk sengketa Pileg 2019 tingkat DPRD, Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan dalam sidang sengketa Pileg 2019 Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa.
Dalam permohonannya, Partai Berkarya mempermasalahkan pemindahan suara internal partai, dari caleg DPRD Kabupaten Pangkajene Provinsi Sulawesi Selatan nomor urut 8 atas nama Nurhidayah, suara tersebut diduga untuk menambahkan suara partai.
Kendati demikian, KPU yang diwakili kuasa hukumnya, Rahmat Mulyana, menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk berperkara di MK karena tidak mendapatkan izin partai dalam bentuk tanda tangan ketua umum dan sekjen partai.
Baca juga: Perludem: Perselisihan hasil pileg terbanyak di MK dari Papua
"Permohonan diajukan seakan-akan atas nama partai. Akan tetapi, yang dipermasalahkan justru suara internal partai. Jika seperti ini perkara pemohon, idealnya merupakan permohonan perseorangan," ujar Rahmat.
Selain itu, permohonan tersebut juga diajukan melewati tenggat pengajuan permohonan, yaitu pada tanggal 31 Mei 2019 pukul 10.00 WIB, kemudian pemohon memasukkan perbaikan permohonan pada tanggal 31 Mei 2019 pukul 13.59 WIB.
Pemohon juga tidak memerinci perhitungan suara yang benar milik mereka. Mereka juga tidak menguraikan di sisi mana dalam proses perhitungan suara versi KPU selaku termohon.
Dalam kesempatan yang sama, KPU juga menjawab dalil permohonan dari perkara yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mempermasalahkan suara di Dapil 5 Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan.
PKS mendalilkan telah kehilangan 50 suara. PKS mengklaim seharusnya mendapat suara 1.233 suara. Namun, ditetapkan oleh KPU sebanyak 1.183 suara.
Baca juga: Sidang Pileg, MK dengar jawaban KPU untuk 56 perkara
KPU dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya, Dedi Mulyana, menyatakan bahwa selisih 50 suara tersebut merupakan tuduhan yang tidak berdasar.
"Memang ada yang melakukan coblos ganda. Namun, hanya satu orang di TPS 004 Desa Polassi. Orang tersebut sudah diproses ke kepolisian dan peristiwa ini tidak sampai menimbulkan selisih sebesar 50 suara," jelas Dedi.
Dalam sidang tersebut, Panel Hakim juga memeriksa perkara yang diajukan oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Partai Golkar dalam persidangan ini juga menyatakan untuk menarik permohonannya dan tidak melanjutkan perkara ke sidang berikutnya.
Dalam permohonannya, Partai Berkarya mempermasalahkan pemindahan suara internal partai, dari caleg DPRD Kabupaten Pangkajene Provinsi Sulawesi Selatan nomor urut 8 atas nama Nurhidayah, suara tersebut diduga untuk menambahkan suara partai.
Kendati demikian, KPU yang diwakili kuasa hukumnya, Rahmat Mulyana, menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk berperkara di MK karena tidak mendapatkan izin partai dalam bentuk tanda tangan ketua umum dan sekjen partai.
Baca juga: Perludem: Perselisihan hasil pileg terbanyak di MK dari Papua
"Permohonan diajukan seakan-akan atas nama partai. Akan tetapi, yang dipermasalahkan justru suara internal partai. Jika seperti ini perkara pemohon, idealnya merupakan permohonan perseorangan," ujar Rahmat.
Selain itu, permohonan tersebut juga diajukan melewati tenggat pengajuan permohonan, yaitu pada tanggal 31 Mei 2019 pukul 10.00 WIB, kemudian pemohon memasukkan perbaikan permohonan pada tanggal 31 Mei 2019 pukul 13.59 WIB.
Pemohon juga tidak memerinci perhitungan suara yang benar milik mereka. Mereka juga tidak menguraikan di sisi mana dalam proses perhitungan suara versi KPU selaku termohon.
Dalam kesempatan yang sama, KPU juga menjawab dalil permohonan dari perkara yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mempermasalahkan suara di Dapil 5 Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan.
PKS mendalilkan telah kehilangan 50 suara. PKS mengklaim seharusnya mendapat suara 1.233 suara. Namun, ditetapkan oleh KPU sebanyak 1.183 suara.
Baca juga: Sidang Pileg, MK dengar jawaban KPU untuk 56 perkara
KPU dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya, Dedi Mulyana, menyatakan bahwa selisih 50 suara tersebut merupakan tuduhan yang tidak berdasar.
"Memang ada yang melakukan coblos ganda. Namun, hanya satu orang di TPS 004 Desa Polassi. Orang tersebut sudah diproses ke kepolisian dan peristiwa ini tidak sampai menimbulkan selisih sebesar 50 suara," jelas Dedi.
Dalam sidang tersebut, Panel Hakim juga memeriksa perkara yang diajukan oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Partai Golkar dalam persidangan ini juga menyatakan untuk menarik permohonannya dan tidak melanjutkan perkara ke sidang berikutnya.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019