Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Betawi dari berbagai kalangan meminta pihak kepolisian melakukan pengusutan tuntas aksi yang berujung kericuhan pada 21-22 Mei 2019 di sebagian wilayah Jakarta, agar terkuak apa yang sebenarnya terjadi.
"Kami masyarakat Betawi meminta aparat kepolisian untuk terus mengusut sampai tuntas dalang kericuhan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei 2019 yang lalu. Agar masyarakat bisa secara terang-benderang menilai dan melihat apa yang sebenarnya terjadi," kata salah satu tokoh Majelis Adat Masyarakat Betawi, KH Lutfi Hakim, di Jakarta, Selasa.
Lutfi mengatakan masyarakat Betawi dan umumnya masyarakat Indonesia pasti ingin mengetahui secara jelas apa yang sesungguhnya terjadi pada aksi yang berujung kericuhan tersebut.
"Kami tidak ingin hal itu disembunyikan dengan dalih apapun. Oleh karena itu ungkapkan dengan terang dan jelas pada publik," ucap Lutfi yang juga Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR) tersebut.
Desakan tersebut, kata Lutfi, karena saat terjadi kericuhan tersebut, masyarakat kecil yang terkena imbasnya.
"Kami yang bekerja, jadi tidak bisa kerja dan melakukan aktivitas sehari-hari di sekitar Bawaslu dan KPU serta tempat lainnya yang terjadi kericuhan, ini sangat mengganggu bagi kami karena bagi kami masyarakat kecil, jika tidak kerja artinya kami tidak bisa memberi nafkah untuk menghidupi anak istri," kata Lutfi.
Besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan, kata Lutfi, masyarakat Betawi menolak aksi yang menjurus pada kericuhan dan menyatakan siap mendukung aparat TNI-Polri dalam menjaga situasi kondusif, khususnya menyusul gugatan hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan BPN Prabowo-Sandiaga terhadap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu.
"Kami masyarakat Betawi siap bersama TNI dan Polri menjaga apalagi ini kampung kita agar tetap aman dan damai sesuai dengan apa yang kita mau. Dan bagi penggugat dan tergugat kami minta legawa dengan apapun keputusan MK," ucap Lutfi.
Sebelumnya, Masyarakat Betawi dari berbagai kalangan, dengan tegas menolak aksi yang menjurus ke arah kericuhan menyusul gugatan hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan BPN Prabowo-Sandiaga terhadap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan sejumlah tokoh Majelis Adat Masyarakat Betawi di Hotel Aston Priority, Jakarta Selatan, Selasa malam, yang turut dihadiri KH. Ahmad Jaelani LC, Imam Besar FBR Lutfi Hakim, Sekjen Forkabi Muhammad Ihsan, Ketua Asosiasi Silat Tradisi Betawi (Astrabi) Anwar, dan sejumlah ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bamus Betawi se-DKI Jakarta.
"Kita tidak ingin situasi memanas sampai berujung pada kericuhan seperti tahun 1998 lalu, karena yang sangat dirugikan adalah orang Betawi, kalau orang-orang bisa pulang kampung, sementara kalau orang Betawi mau pulang ke mana? Di sini rumahnya," kata Ketua Umum Bamus Betawi, Zainuddin (yang akrab disapa Haji Oding) seusai pertemuan tersebut.
Dari hasil pertemuan yang digelar untuk menyikapi gugatan hasil Pilpres 2019 di MK tersebut, Oding mengatakan Majelis Adat Masyarakat Betawi memutuskan untuk menolak dan tidak mengikuti jika ada rangkaian aksi-aksi yang berpotensi pada kericuhan saat berjalannya proses persidangan di MK.
"Hal tersebut hanya akan merugikan masyarakat Jakarta khususnya orang Betawi yang notabene adalah masyarakat kecil," ucap Oding.
Politisi Golkar ini juga mengimbau kepada masyarakat Jakarta khususnya warga Betawi, tidak terpengaruh dengan segala bentuk konten negatif yang mengarah pada provokasi maupun berita bohong di seluruh lini media sosial.
"Kami (Majelis Adat Masyarakat Betawi) mengajak agar setiap dari kita bisa menyaring sebelum sharing kabar-kabar yang belum tentu kebenarannya," ucapnya.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, telah mengajukan gugatan sengketa Pilpres 2019 pada 24 Mei 2019. Setelah itu, Ketua Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjajanto, mengajukan perbaikan permohonan gugatan tersebut pada Senin (10/6).
"Kami masyarakat Betawi meminta aparat kepolisian untuk terus mengusut sampai tuntas dalang kericuhan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei 2019 yang lalu. Agar masyarakat bisa secara terang-benderang menilai dan melihat apa yang sebenarnya terjadi," kata salah satu tokoh Majelis Adat Masyarakat Betawi, KH Lutfi Hakim, di Jakarta, Selasa.
Lutfi mengatakan masyarakat Betawi dan umumnya masyarakat Indonesia pasti ingin mengetahui secara jelas apa yang sesungguhnya terjadi pada aksi yang berujung kericuhan tersebut.
"Kami tidak ingin hal itu disembunyikan dengan dalih apapun. Oleh karena itu ungkapkan dengan terang dan jelas pada publik," ucap Lutfi yang juga Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR) tersebut.
Desakan tersebut, kata Lutfi, karena saat terjadi kericuhan tersebut, masyarakat kecil yang terkena imbasnya.
"Kami yang bekerja, jadi tidak bisa kerja dan melakukan aktivitas sehari-hari di sekitar Bawaslu dan KPU serta tempat lainnya yang terjadi kericuhan, ini sangat mengganggu bagi kami karena bagi kami masyarakat kecil, jika tidak kerja artinya kami tidak bisa memberi nafkah untuk menghidupi anak istri," kata Lutfi.
Besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan, kata Lutfi, masyarakat Betawi menolak aksi yang menjurus pada kericuhan dan menyatakan siap mendukung aparat TNI-Polri dalam menjaga situasi kondusif, khususnya menyusul gugatan hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan BPN Prabowo-Sandiaga terhadap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu.
"Kami masyarakat Betawi siap bersama TNI dan Polri menjaga apalagi ini kampung kita agar tetap aman dan damai sesuai dengan apa yang kita mau. Dan bagi penggugat dan tergugat kami minta legawa dengan apapun keputusan MK," ucap Lutfi.
Sebelumnya, Masyarakat Betawi dari berbagai kalangan, dengan tegas menolak aksi yang menjurus ke arah kericuhan menyusul gugatan hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan BPN Prabowo-Sandiaga terhadap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan sejumlah tokoh Majelis Adat Masyarakat Betawi di Hotel Aston Priority, Jakarta Selatan, Selasa malam, yang turut dihadiri KH. Ahmad Jaelani LC, Imam Besar FBR Lutfi Hakim, Sekjen Forkabi Muhammad Ihsan, Ketua Asosiasi Silat Tradisi Betawi (Astrabi) Anwar, dan sejumlah ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bamus Betawi se-DKI Jakarta.
"Kita tidak ingin situasi memanas sampai berujung pada kericuhan seperti tahun 1998 lalu, karena yang sangat dirugikan adalah orang Betawi, kalau orang-orang bisa pulang kampung, sementara kalau orang Betawi mau pulang ke mana? Di sini rumahnya," kata Ketua Umum Bamus Betawi, Zainuddin (yang akrab disapa Haji Oding) seusai pertemuan tersebut.
Dari hasil pertemuan yang digelar untuk menyikapi gugatan hasil Pilpres 2019 di MK tersebut, Oding mengatakan Majelis Adat Masyarakat Betawi memutuskan untuk menolak dan tidak mengikuti jika ada rangkaian aksi-aksi yang berpotensi pada kericuhan saat berjalannya proses persidangan di MK.
"Hal tersebut hanya akan merugikan masyarakat Jakarta khususnya orang Betawi yang notabene adalah masyarakat kecil," ucap Oding.
Politisi Golkar ini juga mengimbau kepada masyarakat Jakarta khususnya warga Betawi, tidak terpengaruh dengan segala bentuk konten negatif yang mengarah pada provokasi maupun berita bohong di seluruh lini media sosial.
"Kami (Majelis Adat Masyarakat Betawi) mengajak agar setiap dari kita bisa menyaring sebelum sharing kabar-kabar yang belum tentu kebenarannya," ucapnya.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, telah mengajukan gugatan sengketa Pilpres 2019 pada 24 Mei 2019. Setelah itu, Ketua Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjajanto, mengajukan perbaikan permohonan gugatan tersebut pada Senin (10/6).
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019