Jakarta (ANTARA) - Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan tuntutan Prabowo Subianto agar Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi hasil rekapitulasi Pilpres 2019 tidak akan langsung dikabulkan begitu saja.
Persidangan di MK akan lebih menekankan pada pembuktian adanya dugaan kecurangan selama proses pemilu terjadi.
“Menurut saya itu tidak akan bisa langsung ke sana, seperti permohonan mereka bahwa langsung diskualifikasi atau dibatalkan,” kata Hadar kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Untuk mencapai tuntutan diskualifikasi hasil Pilpres perlu proses panjang. Pengabulan tuntutan yang paling memungkinkan untuk cepat dilakukan MK adalah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU).
Apabila penggugat memiliki bukti kuat dan faktual bahwa memang ada kecurangan selama tahapan pemilu, lanjut Hadar, maka MK bisa memutuskan untuk dilakukan PSU di daerah dengan kecurangan tersebut.
“Kalau memang majelis hakim meyakini terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif serta meyakini bahw kecurangan itu mempengaruhi pemilih di sana; maka di daerah-daerah itu akan dilakukan PSU,” kata mantan Plt Ketua KPU RI itu.Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum BPN telah menyerahkan 51 bukti gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Gedung MK pada Jumat malam (24/5). Dalam puluhan bukti dugaan kecurangan pemilu tersebut, antara lain berupa tautan berita di sejumlah media massa.
Sejumlah bukti berupa tautan berita di media massa tersebut, menurut Hadar, tidak cukup untuk dijadikan alat pembuktian selama proses persidangan PHPU.
Tim Hukum BPN harus dapat menyediakan bukti faktual tang dapat menunjukkan dugaan kecurangan pemilu terjadi.
"Misalnya, kalau mereka menduga ASN curang atau terlibat, ya itu harus ditunjukkan betul siapa, gubernur, bupati atau pejabat daerah mana. Kemudian harus ada dokumen yang misalnya mengatakan bahwa ASN itu mengharuskan pemilih mencoblos paslon tertentu," kata peneliti senior Netgrit tersebut.
Selain dokumen yang menunjukkan kecurangan, bukti berupa video, rekaman suara atau gambar juga dapat menunjang alat bukti penggugat dalam sidang PHPU di MK.
"Jadi tidak cukup hanya karena diberitakan di satu koran atau media online atau televisi bahwa ada gubernur yang mengarahkan seluruh bawahannya; dari berita itu tidak cukup," ujarnya.
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019