Ambon (ANTARA) - Caleg Partai Demokrat di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, merasa dicurangi karena diduga ada pergeseran suara yang diperoleh dalam Pemilu serentak 2019 telah dialihkan ke caleg lain.
"Betul ada indikasi pergeseran suara caleg secara internal di Partai Demokrat Kabupaten Kepulauan Aru kepada caleg nomor urut satu," kata caleg Partai Demokrat (PD) nomor urut empat, Fredik Metungun yang dihubungi dari Ambon, Senin.
Ia mengatakan ada indikasi Roy Pattiasina memakai strategi untuk tidak memasang saksi di setiap TPS, tetapi para caleg ini mendasarinya sesuai laporan dari desa-desa kalau mereka mendapatkan suara lebih banyak.
Menurut dia, Roy menang hanya di Kota Dobo, Desa Wakua, dan Desa Silibata, Kecamatan Aru Tengah, namun untuk desa lainnya dimenangkan caleg PD nomor urut empat Fredik.
Selisih menang di Wakua, Roy Pattiasina mendapat 200 lebih suara rakyat dan Fredik dapat 12 suara, kemudian di Desa Silibata 46 suara untuk Roy dan 16 suara untuk Fredik.
"Mulai dari Desa Longgar Apara Roy dapat 30 suara dan saya 44 suara, Desa Bimun nol suara berbanding 50 suara, Mesiang satu suara berbanding 77 suara, Gomogomo nol suara berbanding enam suara, dan kondisi ini sama dengan kampung atau desa lainnya, sehingga masyarakat yakin saya yang lolos ke DPRD Provinsi Maluku," kata Fredik.
Di Kecamatan Key Besar, Fredik juga mengaku mendapatkan 200 suara bukti berita acara C-1 KWK tetapi sudah dialihkan ke Roy Pattiasina.
Menurut dia, di Kabupaten Kepulauan Aru, ada delapan caleg dari PD yang bertarung namun sulit sekali mendapatkan formulir C-1 KWK.
Untuk Kota Tual misalnya, plenonya dilakukan di kabupaten/kota, tetapi di Kepulauan Aru justru plenonya berlangsung di kecamatan saja sehingga para caleg juga sulit mendatangi lokasi karena sangat berjauhan.
Fredik mengaku dikirimi data hasil perolehan suara hanya 570 suara tetapi tidak ada rincian per kecamatan masing-masing berapa suara.
"Ini merupakan pola yang dimainkan, termasuk juga KPU Kabupaten Kepulauan Aru, karena kalau mereka kerja bersih maka hasil penghitungan TPS sudah sampai ke KPU dan semua orang sudah sulit untuk bicara jujur," katanya.
DPC PD setempat sejak awal juga sudah mematok Rp7 juta yang harus disetorkan para caleg untuk membayar saksi-saksi partai di setiap TPS, dan ada yang setor tetapi sampai sekarang mereka tidak mendapatkan bukti formulir C-1 KWK.
Tidak tertutup
Ketua DPC PD Kabupaten Kepulauan Aru, Adyos Ubro mengakui seluruh data sudah dikirim ke DPD dan juga sudah ada pleno di KPU provinsi jadi bisa dilihat langsung karena hasilnya juga tidak ada yang tertutup.
"Semua sudah melalui pleno dari tingkat PPS sampai ke atas, kita kawal semuanya dan tidak ada pergeseran suara, dan kalau mereka merasa apa ya silakan digugat secara internal," kata Ubro.
Soal saksi, menurut dia, yang hadir di TPS adalah saksi partai dan bukannya pribadi caleg.
Ubro juga mengaku ini kasus yang paling aneh di Aru karena untuk cari berita C-1 KWK secara internal saja paling sulit, dan kendalanya kemungkinan ada permainan juga di PPK sehingga partai dan para caleg kesulitan mendapatkan bukti formulir C-1.
Dia mengakui ada saksi yang mempunyai telepon genggam android dan ada yang biasa saja.
Kemudian di desa-desa yang suaranya tidak signifikan seperti di Batuley, Kecamatan Aru Utara Timur, saksi tidak mengmbil berita acaranya sehingga parpol mau komplain juga sulit karena bukti berita acara C-1 dari para saksi tidak seluruhnya didapatkan,
Jumlah saksi partai yang dikerahkan sebanyak 324 orang sesuai jumlah TPS yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru.
"Satu saksi dibayar Rp100 ribu dari partai dan sisanya ditambah para caleg," ujar Ubro.
"Betul ada indikasi pergeseran suara caleg secara internal di Partai Demokrat Kabupaten Kepulauan Aru kepada caleg nomor urut satu," kata caleg Partai Demokrat (PD) nomor urut empat, Fredik Metungun yang dihubungi dari Ambon, Senin.
Ia mengatakan ada indikasi Roy Pattiasina memakai strategi untuk tidak memasang saksi di setiap TPS, tetapi para caleg ini mendasarinya sesuai laporan dari desa-desa kalau mereka mendapatkan suara lebih banyak.
Menurut dia, Roy menang hanya di Kota Dobo, Desa Wakua, dan Desa Silibata, Kecamatan Aru Tengah, namun untuk desa lainnya dimenangkan caleg PD nomor urut empat Fredik.
Selisih menang di Wakua, Roy Pattiasina mendapat 200 lebih suara rakyat dan Fredik dapat 12 suara, kemudian di Desa Silibata 46 suara untuk Roy dan 16 suara untuk Fredik.
"Mulai dari Desa Longgar Apara Roy dapat 30 suara dan saya 44 suara, Desa Bimun nol suara berbanding 50 suara, Mesiang satu suara berbanding 77 suara, Gomogomo nol suara berbanding enam suara, dan kondisi ini sama dengan kampung atau desa lainnya, sehingga masyarakat yakin saya yang lolos ke DPRD Provinsi Maluku," kata Fredik.
Di Kecamatan Key Besar, Fredik juga mengaku mendapatkan 200 suara bukti berita acara C-1 KWK tetapi sudah dialihkan ke Roy Pattiasina.
Menurut dia, di Kabupaten Kepulauan Aru, ada delapan caleg dari PD yang bertarung namun sulit sekali mendapatkan formulir C-1 KWK.
Untuk Kota Tual misalnya, plenonya dilakukan di kabupaten/kota, tetapi di Kepulauan Aru justru plenonya berlangsung di kecamatan saja sehingga para caleg juga sulit mendatangi lokasi karena sangat berjauhan.
Fredik mengaku dikirimi data hasil perolehan suara hanya 570 suara tetapi tidak ada rincian per kecamatan masing-masing berapa suara.
"Ini merupakan pola yang dimainkan, termasuk juga KPU Kabupaten Kepulauan Aru, karena kalau mereka kerja bersih maka hasil penghitungan TPS sudah sampai ke KPU dan semua orang sudah sulit untuk bicara jujur," katanya.
DPC PD setempat sejak awal juga sudah mematok Rp7 juta yang harus disetorkan para caleg untuk membayar saksi-saksi partai di setiap TPS, dan ada yang setor tetapi sampai sekarang mereka tidak mendapatkan bukti formulir C-1 KWK.
Tidak tertutup
Ketua DPC PD Kabupaten Kepulauan Aru, Adyos Ubro mengakui seluruh data sudah dikirim ke DPD dan juga sudah ada pleno di KPU provinsi jadi bisa dilihat langsung karena hasilnya juga tidak ada yang tertutup.
"Semua sudah melalui pleno dari tingkat PPS sampai ke atas, kita kawal semuanya dan tidak ada pergeseran suara, dan kalau mereka merasa apa ya silakan digugat secara internal," kata Ubro.
Soal saksi, menurut dia, yang hadir di TPS adalah saksi partai dan bukannya pribadi caleg.
Ubro juga mengaku ini kasus yang paling aneh di Aru karena untuk cari berita C-1 KWK secara internal saja paling sulit, dan kendalanya kemungkinan ada permainan juga di PPK sehingga partai dan para caleg kesulitan mendapatkan bukti formulir C-1.
Dia mengakui ada saksi yang mempunyai telepon genggam android dan ada yang biasa saja.
Kemudian di desa-desa yang suaranya tidak signifikan seperti di Batuley, Kecamatan Aru Utara Timur, saksi tidak mengmbil berita acaranya sehingga parpol mau komplain juga sulit karena bukti berita acara C-1 dari para saksi tidak seluruhnya didapatkan,
Jumlah saksi partai yang dikerahkan sebanyak 324 orang sesuai jumlah TPS yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru.
"Satu saksi dibayar Rp100 ribu dari partai dan sisanya ditambah para caleg," ujar Ubro.
Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019