Tapi jika pemerintah menolak pembentukannya, tentu nanti itu akan menjadi catatan dosa warisan yang jejak digitalnya tak akan terhapuskan...Jakarta (ANTARA) - Sebanyak lima belas wakil Aliansi Masyarakat Peduli Tragedi Kemanusiaan Pemilu 2019 (AMP-TKP) bersilaturahmi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa, di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, membahas tragedi kemanusiaan berupa kematian dan kesakitan ribuan petugas Pemilu 2019 serta mendesak harus diungkap agar tidak menjadi dosa warisan.
Siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan Tim AMP-TKP 2019 terdiri dari, antara lain, M. Din Syamsuddin, Ani Hasibuan, Teuku Nasrullah, Fahmi Idris, Siane Indriani, dan tokoh lainnya. Mereka diterima pimpinan DPR, yang terdiri dari Ketua DPR Bambang Soesatyo, Fahri Hamzah, dan Fadli Zon. Tampak pula hadir anggota Komisi XI H Mukhamad Misbakhun dan anggota Komisi II Firman Subagyo.
Pada akhir pertemuan, pihak TMP-TKP yang diwakili Din Syamsuddin membacakan kesimpulan hasil pertemuan. Pertama, pihak DPR dan TMP-TKP sepakat mendorong dilakukannya kajian ulang sistem pemilu, pilpres, dan sistem politik secara keseluruhan. "Kalangan partai-partai politik harus jernih melihat semua persoalan yang mengakibatkan terjadinya tragedi kemanusiaan tersebut," kata Din.
Kedua, para korban tragedi kemanusiaan berupa kematian dan kesakitan ribuan petugas Pemilu 2019 harus dipenuhi hak-hak mereka secara wajar dan terhormat. Terkait pemenuhan hak-hak korban ini, pihaknya memperoleh data lapangan yang menunjukkan pemerintah masih abai terhadap hak-hak mereka.
Pengabaian itu, menurut Din, tampak dari ketidakseriusan pemerintah menangani para korban yang sakit hingga mengakibatkan mereka kemudian meninggal dunia. Juga, itu tampak dari ketidaksantunan pemerintah terhadap para korban, yang ditunjukkan dengan ketidakpedulian terhadap nasib keluarga yang ditinggalkan para korban.
Namun, pihaknya bersyukur bahwa melalui pertemuan dengan pimpinan DPR tadi, para wakil rakyat akan segera turun ke lapangan untuk menyantuni para korban. Pimpinan DPR juga telah berjanji akan segera mendorong sejumlah komisi mengadakan rapat-rapat gabungan untuk lebih serius memperhatikan dan menyelesaikan tragedi kemanusiaan Pemilu 2019.
Selain kedua hal di atas, Din Syamsuddin juga menegaskan hal ketiga, yaitu bahwa tragedi kemanusiaan Pemilu 2019 mahal sekali harganya dilihat dari aspek moral. Hanya dalam waktu beberapa hari usai Pemilu 17 April, telah terjadi demoralisasi luar biasa di kalangan bangsa. Muncul praduga-praduga negatif yang beredar masif di tengah masyarakat, hingga berdimensi internasional.
"Kami tidak ingin, pernyataan-pernyataan yang diberikan berbagai pihak bersifat menghindar atau bahasa 'gaulnya ngeles'," kata Din. Misalnya, pernyataan sebagian pejabat pemerintah tentang tidak perlunya dilakukan otopsi terhadap korban atau tidak perlunya dibentuk TGPF, itu malah membuka kecurigaan yang semakin besar di kalangan masyarakat.
Menurut Din, pihaknya di AMP-TKP mendorong DPR dan pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan melakukan otopsi dengan harapan moralitas bangsa kembali terbangun ke arah positif. Bangsa Indonesia memahami, kematian anggota mereka dalam jumlah besar dalam waktu singkat tentu bukan hal biasa, dan harus diketahui penyebabnya.
"TGPF itulah yang akan mencari penyebab kematian yang sebenarnya para korban tragedi kemanusiaan Pemilu. Apa pun hasilnya, silahkan diumumkan ke publik," ujar Din.
"Tapi jika pemerintah menolak pembentukannya, tentu nanti itu akan menjadi catatan dosa warisan yang jejak digitalnya tak akan terhapuskan."*
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019