Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memproses sebanyak 148 tindak pidana pemilu dari 573 laporan yang masuk.
"Dari 500 lebih dipilah-pilah karena tidak semuanya pidana pemilu, ada juga pelanggaran administrasi, penanganannya berbeda-beda," kata Jaksa Agung di Kompleks Kejagung RI, Jakarta, Jumat.
Pelanggaran administrasi cukup ditangani oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), ujar Prasetyo, sementara pelanggaran pidana ditangani Sentra Gakkumdu, yakni disidik polisi dan dituntut jaksa.
Selain tindak pidana pemilu, juga terdapat tindak pidana yang berkaitan dengan pemilu, tetapi bukan tindak pidana pemilu, melainkan tindak pidana biasa, seperti perkelahian, pembuat kegaduhan, dan penistaan.
"Jadi ada yang tidak ada kaitan dengan masalah Gakkumdu, tetapi mungkin ada korelasi dengan penyelenggaraan pemilu," kata Prasetyo.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengimbau semua pihak bersabar menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu resmi satu-satunya yang masih melakukan penghitungan perolehan suara peserta pemilu, baik paslon presiden-wakil presiden maupun caleg.
"Kami harapkan selama dalam penantian tidak ada pihak manapun yang mengklaim berlebihan tentang kemenangannya atau kekalahan pihak lain. Itu saya pikir perlu dihindari karena itu nanti hanya akan memancing kegaduhan," kata Jaksa Agung.
Sebelumnya Bawaslu RI menyatakan pelanggaran pidana yang telah diputus sebanyak 100 pelanggaran dengan 77 sudah berkekuatan hukum tetap dan 23 dalam proses banding.
Pelanggaran pidana yang telah diputus tersebut adalah aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye sebanyak 11, iklan di luar jadwal (2), kampanye di luar jadwal (2), kepala desa menguntungkan peserta pemilu (17), dan penggunaan fasilitas pemerintah (6).
Selanjutnya peserta dan tim kampanye melanggar larangan kampanye sebanyak 20 putusan, pelibatan orang yang dilarang ikut kampanye (4), pemalsuan dokumen (13), politik uang (24), dan gangguan jalannya kampanye (1).
"Dari 500 lebih dipilah-pilah karena tidak semuanya pidana pemilu, ada juga pelanggaran administrasi, penanganannya berbeda-beda," kata Jaksa Agung di Kompleks Kejagung RI, Jakarta, Jumat.
Pelanggaran administrasi cukup ditangani oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), ujar Prasetyo, sementara pelanggaran pidana ditangani Sentra Gakkumdu, yakni disidik polisi dan dituntut jaksa.
Selain tindak pidana pemilu, juga terdapat tindak pidana yang berkaitan dengan pemilu, tetapi bukan tindak pidana pemilu, melainkan tindak pidana biasa, seperti perkelahian, pembuat kegaduhan, dan penistaan.
"Jadi ada yang tidak ada kaitan dengan masalah Gakkumdu, tetapi mungkin ada korelasi dengan penyelenggaraan pemilu," kata Prasetyo.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengimbau semua pihak bersabar menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu resmi satu-satunya yang masih melakukan penghitungan perolehan suara peserta pemilu, baik paslon presiden-wakil presiden maupun caleg.
"Kami harapkan selama dalam penantian tidak ada pihak manapun yang mengklaim berlebihan tentang kemenangannya atau kekalahan pihak lain. Itu saya pikir perlu dihindari karena itu nanti hanya akan memancing kegaduhan," kata Jaksa Agung.
Sebelumnya Bawaslu RI menyatakan pelanggaran pidana yang telah diputus sebanyak 100 pelanggaran dengan 77 sudah berkekuatan hukum tetap dan 23 dalam proses banding.
Pelanggaran pidana yang telah diputus tersebut adalah aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye sebanyak 11, iklan di luar jadwal (2), kampanye di luar jadwal (2), kepala desa menguntungkan peserta pemilu (17), dan penggunaan fasilitas pemerintah (6).
Selanjutnya peserta dan tim kampanye melanggar larangan kampanye sebanyak 20 putusan, pelibatan orang yang dilarang ikut kampanye (4), pemalsuan dokumen (13), politik uang (24), dan gangguan jalannya kampanye (1).
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019