Kupang (ANTARA) - Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur, Pater Philipus Tule, SVD menilai sistem pemilihan umum legislatif (Pileg) dan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) secara serentak perlu dipisahkan agar masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih wakil rakyat yang berkualitas.
"Konsentrasi pemilih pada Pemilu serentak 2019 hanya tertuju pada Pilpres sedangkan pemilu legislatif kurang mendapat perhatian karena tenggelam dengan berbagai isu kampanye pilpres, sehingga yang terjadi dalam proses pemilihan wakil rakyat berdasarkan hubungan kekerabatan lalu mengabaikan kualitas anggota dewan yang dipilih," kata Philipus Tule di Kupang, Jumat.
Philipus mengatakan hal itu terkait adanya gagasan Wakil Presiden Yusuf Kalla yang menghendaki agar Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024 dipisahkan.
Menurut mantan Rektor Seminari Tinggi Ledalero ini sistem pemilu serentak dilakukan pada tahun 2019 sangat rumit sekalipun memiliki dampak positif terhadap penghematan anggaran namun tidak menghasilkan anggota perlemen yang berkualitas.
Philipus mengatakan, dampak negatif dari pelaksanaan pemilu serentak seperti 2019 masyarakat tidak memiliki waktu untuk memilih calon anggota DPR yang berkualitas.
"Pelaksanaan Pileg merupakan penentu kualitas wakil rakyat dalam membuat berbagai regulasi pembangunan selama lima tahun, sehingga perlu ada waktu bagi masyarakat untuk memilih wakil rakyat yang berkualitas," tegas Philipus Tule.
Dalam pemilu 2019 kata dia, masyarakat cenderung memilih wakil rakyat berdasarkan hubungan kekerabatan karena sosialisasi dilakukan para caleg sangat terbatas.
"Apabila ada sosialisasi dilakukan para caleg kurang maksimal karena selama masa kampanye konsentrasi masyarakat lebih pada Pilpres," tegas Philipus.
Baca juga: Wakil Ketua MPR berharap sistem pemilu di evaluasi
Baca juga: KPU evaluasi sistem teknologi informasi pemilu
"Konsentrasi pemilih pada Pemilu serentak 2019 hanya tertuju pada Pilpres sedangkan pemilu legislatif kurang mendapat perhatian karena tenggelam dengan berbagai isu kampanye pilpres, sehingga yang terjadi dalam proses pemilihan wakil rakyat berdasarkan hubungan kekerabatan lalu mengabaikan kualitas anggota dewan yang dipilih," kata Philipus Tule di Kupang, Jumat.
Philipus mengatakan hal itu terkait adanya gagasan Wakil Presiden Yusuf Kalla yang menghendaki agar Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024 dipisahkan.
Menurut mantan Rektor Seminari Tinggi Ledalero ini sistem pemilu serentak dilakukan pada tahun 2019 sangat rumit sekalipun memiliki dampak positif terhadap penghematan anggaran namun tidak menghasilkan anggota perlemen yang berkualitas.
Philipus mengatakan, dampak negatif dari pelaksanaan pemilu serentak seperti 2019 masyarakat tidak memiliki waktu untuk memilih calon anggota DPR yang berkualitas.
"Pelaksanaan Pileg merupakan penentu kualitas wakil rakyat dalam membuat berbagai regulasi pembangunan selama lima tahun, sehingga perlu ada waktu bagi masyarakat untuk memilih wakil rakyat yang berkualitas," tegas Philipus Tule.
Dalam pemilu 2019 kata dia, masyarakat cenderung memilih wakil rakyat berdasarkan hubungan kekerabatan karena sosialisasi dilakukan para caleg sangat terbatas.
"Apabila ada sosialisasi dilakukan para caleg kurang maksimal karena selama masa kampanye konsentrasi masyarakat lebih pada Pilpres," tegas Philipus.
Baca juga: Wakil Ketua MPR berharap sistem pemilu di evaluasi
Baca juga: KPU evaluasi sistem teknologi informasi pemilu
Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019