Jakarta (ANTARA) - Wakil Kepala Rumah Aspirasi Jokowi-Amin, Michael Umbas menilai surat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan kegelisahannya terhadap kampanye akbar Prabowo-Sandiaga yang jauh dari cerminan inklusivitas dan penghargaan atas nilai-nilai pluralitas Indonesia sebagai bangsa majemuk.
"Sikap ini melegakan dan menegaskan SBY lebih mementingkan kesinambungan nilai-nilai kemajemukan sebagai ciri bahkan arus utama dalam demokrasi dan berbagai artikulasi dan ekspresi berpolitik," kata Michael Umbas dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Dia menilai, SBY sebagai Presiden Ke-6 RI memiliki sensitivitas terhadap potensi-potensi penguatan politik identitas yang akan menggerus nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang dibangun bahkan sebelum republik ini berdiri.
Menurut dia, nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang mengayomi semua warga negara yang plural itulah yang penting dan esensial sesuai dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila.
"Sikap SBY tersebut tentu belum terlambat karena rakyat tetap menaruh harapan perhelatan demokrasi ini akan berlangsung tanpa dominasi kekuatan kelompok massa dan ancaman kekerasan verbal dan non-verbal, sehingga tidak akan memutus rantai kebersamaan, persahabatan dan persatuan sebagai sesama anak bangsa," ujarnya.
Michael Umbas menilai kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Minggu (7/4) tidak inklusif, dan tidak lazim sekaligus jauh dari nilai-nilai keindonesiaan.
Menurut dia, kampanye Pilpres sudah sepatutnya dapat diikuti seluruh lapisan masyarakat dan tanpa memandang latar belakang suku, agama maupun identitas.
Dia membandingkan dengan kampanye Jokowi-Ma’ruf di setiap daerah selalu disambut antusias rakyat dan Jokowi tampil mengedepankan programnya seperti tiga kartu yaitu Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Pra-Kerja, dan Kartu Sembako Murah.
"Semua yang hadir tercerdaskan secara politik. Rakyat yang mengikuti kampanye-kampanye Jokowi-KH Ma’ruf Amin pun berasal dari berbagai latar belakang. Jokowi memberi bukti sangat menghargai segala bentuk perbedaan," ujarnya.
Sebelumnya, SBY menulis surat dari Singapura pada Sabtu (6/4), atau sehari sebelum kampanye Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Minggu (7/4).
Intinya, SBY mengaku mendengar kabar bahwa konsep kampanye Prabowo-Sandi di SUGBK tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.
SBY meminta petinggi Demokrat mengonfirmasi kebenaran informasi itu lalu pada Sabtu (6/4) malam, SBY memperoleh informasi apa yang didengarnya mengandung kebenaran.
SBY kemudian menugaskan Ketua Dewan Kehormatan PD Amir Syamsudin, Waketum PD Syarief Hassan dan Sekjen PD Hinca Panjaitan menyampaikan saran kepada Prabowo agar penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian di dalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan "inclusiveness", dengan sasanti "Indonesia Untuk Semua", juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan.
Selain itu kampanye juga disarankan mencerminkan persatuan, "unity in diversity", cegah demonstrasi apalagi "show of force" identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuansa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim.
"Sikap ini melegakan dan menegaskan SBY lebih mementingkan kesinambungan nilai-nilai kemajemukan sebagai ciri bahkan arus utama dalam demokrasi dan berbagai artikulasi dan ekspresi berpolitik," kata Michael Umbas dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Dia menilai, SBY sebagai Presiden Ke-6 RI memiliki sensitivitas terhadap potensi-potensi penguatan politik identitas yang akan menggerus nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang dibangun bahkan sebelum republik ini berdiri.
Menurut dia, nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang mengayomi semua warga negara yang plural itulah yang penting dan esensial sesuai dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila.
"Sikap SBY tersebut tentu belum terlambat karena rakyat tetap menaruh harapan perhelatan demokrasi ini akan berlangsung tanpa dominasi kekuatan kelompok massa dan ancaman kekerasan verbal dan non-verbal, sehingga tidak akan memutus rantai kebersamaan, persahabatan dan persatuan sebagai sesama anak bangsa," ujarnya.
Michael Umbas menilai kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Minggu (7/4) tidak inklusif, dan tidak lazim sekaligus jauh dari nilai-nilai keindonesiaan.
Menurut dia, kampanye Pilpres sudah sepatutnya dapat diikuti seluruh lapisan masyarakat dan tanpa memandang latar belakang suku, agama maupun identitas.
Dia membandingkan dengan kampanye Jokowi-Ma’ruf di setiap daerah selalu disambut antusias rakyat dan Jokowi tampil mengedepankan programnya seperti tiga kartu yaitu Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Pra-Kerja, dan Kartu Sembako Murah.
"Semua yang hadir tercerdaskan secara politik. Rakyat yang mengikuti kampanye-kampanye Jokowi-KH Ma’ruf Amin pun berasal dari berbagai latar belakang. Jokowi memberi bukti sangat menghargai segala bentuk perbedaan," ujarnya.
Sebelumnya, SBY menulis surat dari Singapura pada Sabtu (6/4), atau sehari sebelum kampanye Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Minggu (7/4).
Intinya, SBY mengaku mendengar kabar bahwa konsep kampanye Prabowo-Sandi di SUGBK tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.
SBY meminta petinggi Demokrat mengonfirmasi kebenaran informasi itu lalu pada Sabtu (6/4) malam, SBY memperoleh informasi apa yang didengarnya mengandung kebenaran.
SBY kemudian menugaskan Ketua Dewan Kehormatan PD Amir Syamsudin, Waketum PD Syarief Hassan dan Sekjen PD Hinca Panjaitan menyampaikan saran kepada Prabowo agar penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian di dalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan "inclusiveness", dengan sasanti "Indonesia Untuk Semua", juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan.
Selain itu kampanye juga disarankan mencerminkan persatuan, "unity in diversity", cegah demonstrasi apalagi "show of force" identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuansa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019