Mataram (ANTARA) - Cawapres nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin menjelaskan soal tol langit kepada santri Pondok Pesantren Ath Thahiriyah Alfadiliyah di Lombok Tengah dalam kesempatan safari politiknya di Nusa Tenggara Barat.
"Kalau dulu kita tidak paham ada digital-digital. Santri sekarang zamannya digital. Bisa internet, 'online' dan bisa macam-macam, karena sudah ada tol langit," kata Ma'ruf dalam safari politiknya di Pondok Pesantren Ath Thahiriyah, NTB, Selasa.
Dia mengatakan tol langit memudahkan koneksi antargawai tanpa kabel. Setiap santri harus bisa memanfaatkan tol langit tersebut sehingga tidak ketinggalan zaman dan mampu mengarungi tantangan masa kini dan masa depan.
Pada kesempatan itu, tokoh Nahdlatul Ulama itu mengajak hadirin terutama orang tua untuk dapat mengirim buah hati terbaiknya ke pesantren agar penerus ponpes adalah individu-individu andal.
"Yang dikirim yang paling 'pinter', jangan yang paling bodoh. Biasanya yang paling 'pinter' jadi dokter, insinyur, giliran yang paling bodoh 'wah' ini ke pesantren. Padahal kiai, tuan guru harus 'pinter' karena membimbing umat," kata dia.
Dia juga mencontohkan terdapat orang tua yang sengaja mengirim anaknya ke pesantren sebagai hukuman karena tergolong nakal.
"Ada lagi yang kelewatan, kalau anaknya tidak bisa diurus, tidak bisa diarahkan, tidak nurut orang tua kirim saja ke pesantren. Padahal pesantren untuk menyiapkan calon ulama. Tapi kalau anak-anak yang rusak, nanti pesantren jadi pusat rehabilitasi anak-anak nakal," kata dia.
"Kalau dulu kita tidak paham ada digital-digital. Santri sekarang zamannya digital. Bisa internet, 'online' dan bisa macam-macam, karena sudah ada tol langit," kata Ma'ruf dalam safari politiknya di Pondok Pesantren Ath Thahiriyah, NTB, Selasa.
Dia mengatakan tol langit memudahkan koneksi antargawai tanpa kabel. Setiap santri harus bisa memanfaatkan tol langit tersebut sehingga tidak ketinggalan zaman dan mampu mengarungi tantangan masa kini dan masa depan.
Pada kesempatan itu, tokoh Nahdlatul Ulama itu mengajak hadirin terutama orang tua untuk dapat mengirim buah hati terbaiknya ke pesantren agar penerus ponpes adalah individu-individu andal.
"Yang dikirim yang paling 'pinter', jangan yang paling bodoh. Biasanya yang paling 'pinter' jadi dokter, insinyur, giliran yang paling bodoh 'wah' ini ke pesantren. Padahal kiai, tuan guru harus 'pinter' karena membimbing umat," kata dia.
Dia juga mencontohkan terdapat orang tua yang sengaja mengirim anaknya ke pesantren sebagai hukuman karena tergolong nakal.
"Ada lagi yang kelewatan, kalau anaknya tidak bisa diurus, tidak bisa diarahkan, tidak nurut orang tua kirim saja ke pesantren. Padahal pesantren untuk menyiapkan calon ulama. Tapi kalau anak-anak yang rusak, nanti pesantren jadi pusat rehabilitasi anak-anak nakal," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019