Banda Aceh (ANTARA) - Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menegaskan, telah mencoret dua Warga Negara Asing (WNA) karena masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) terkait dengan tahapan pelaksanaan Pemilu Serentak digelar 17 April 2019.
"Alhamdulillah, kita sudah coret dua warga asing. Satu dari warga Belanda, dan satu lagi warga Tionghoa bila saya tidak salah," terang Ketua Perencanaan Data dan Informasi KIP Aceh, Agusni AH di Banda Aceh, Rabu.
Kedua WNA itu, lanjut dia, yakni salah seorang di antaranya bernama Ingrid Wilhelmia Maria merupakan warga Belanda yang menetap selama 20 tahun terakhir di Kampung (desa) Melayu Gabungan, Kecamatan Babussalam, Aceh Tenggara.
Lalu terakhir memiliki nama Chen Hsin Hao merupakan warga Taiwan yang menetap selama dua tahun terakhir di Gampong (desa) Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.
"Kita coret dari DPT, setelah sebelumnya kita lakukan verifikasi faktual ke KPU (Komisi Pemilihan Umum) di Jakarta, bahwa benar adanya kedua warga ini bukan WNI," tegasnya.
Ia mengaku, hingga kini pihaknya belum menerima atau menemukan warga asing baru yang menetap di provinsi paling barat Indonesia.
"Jika ada laporan dari masyarakat WNA di DPT, maka kita berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk panwaslih (panitia pengawas pemilihan) setempat. Saat ini, Alhamdulilah belum ada," tutur Agusni.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo awal bulan ini menegaskan, bahwa penerbitan KTP elektronik untuk Warga Negara Asing (WNA) yang selama ini dikeluarkan Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil sesuai dengan undang-undang.
“KTP WNA adalah sesuatu yang sudah sesuai dengan undang-undang yang ada, dan undang-undang ini diterbitkan sebelum saya jadi Mendagri, yaitu pada 2006, " kata Tjahjo.
Ia menyampaikan, proses untuk mendapatkan KTP WNA tidak mudah, yakni harus sudah mengajukan izin tinggal sementara, memperoleh rekomendasi dari imigrasi dan lain sebagainya.
Ia menegaskan, meski WNA telah memiliki KTP elektronik, namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 198 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"WNA yang punya KTP elektronik tidak berhak melakukan pencoblosan, sudah ditegaskan melalui aturan undang-undang yang ada," ujar dia.
"Alhamdulillah, kita sudah coret dua warga asing. Satu dari warga Belanda, dan satu lagi warga Tionghoa bila saya tidak salah," terang Ketua Perencanaan Data dan Informasi KIP Aceh, Agusni AH di Banda Aceh, Rabu.
Kedua WNA itu, lanjut dia, yakni salah seorang di antaranya bernama Ingrid Wilhelmia Maria merupakan warga Belanda yang menetap selama 20 tahun terakhir di Kampung (desa) Melayu Gabungan, Kecamatan Babussalam, Aceh Tenggara.
Lalu terakhir memiliki nama Chen Hsin Hao merupakan warga Taiwan yang menetap selama dua tahun terakhir di Gampong (desa) Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.
"Kita coret dari DPT, setelah sebelumnya kita lakukan verifikasi faktual ke KPU (Komisi Pemilihan Umum) di Jakarta, bahwa benar adanya kedua warga ini bukan WNI," tegasnya.
Ia mengaku, hingga kini pihaknya belum menerima atau menemukan warga asing baru yang menetap di provinsi paling barat Indonesia.
"Jika ada laporan dari masyarakat WNA di DPT, maka kita berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk panwaslih (panitia pengawas pemilihan) setempat. Saat ini, Alhamdulilah belum ada," tutur Agusni.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo awal bulan ini menegaskan, bahwa penerbitan KTP elektronik untuk Warga Negara Asing (WNA) yang selama ini dikeluarkan Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil sesuai dengan undang-undang.
“KTP WNA adalah sesuatu yang sudah sesuai dengan undang-undang yang ada, dan undang-undang ini diterbitkan sebelum saya jadi Mendagri, yaitu pada 2006, " kata Tjahjo.
Ia menyampaikan, proses untuk mendapatkan KTP WNA tidak mudah, yakni harus sudah mengajukan izin tinggal sementara, memperoleh rekomendasi dari imigrasi dan lain sebagainya.
Ia menegaskan, meski WNA telah memiliki KTP elektronik, namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 198 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"WNA yang punya KTP elektronik tidak berhak melakukan pencoblosan, sudah ditegaskan melalui aturan undang-undang yang ada," ujar dia.
Pewarta: Muhammad Said
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019