Jakarta (ANTARA) - Partai antimahar yang selama ini digembar-gemborkan oleh Partai NasDem dinilai menjadi harapan politik bersih di Indonesia.
Peneliti ICW Almas Sjafrin, di Jakarta, Jumat, mengatakan, dirinya mendukung jika partai politik tidak meminta mahar seperti NasDem mengingat Undang-Undang juga sudah melarang pemberian mahar baik dalam bentuk uang maupun lainnya.
"Kedua, kenapa tidak boleh menerima mahar karena terima mahar ini membuat kandidat biaya pemenangan itu sangat tinggi. Sedangkan, kandidat untuk lain-lain saja sudah membutuhkan banyak uang ditambah mahar tinggi itu semakin membuat menjadi faktor atau membuka peluang untuk melakukan korupsi ketika mereka terpilih. Setidaknya ada dua alasan itu untuk mencegah korupsi, kemudian di aturan juga dilarang," tuturnya.
Oleh karena itu, dirinya meminta Bawaslu bekerja sama dengan KPK untuk melacak rekam jejak kandidat bakal calon penyelenggara negara. Selain itu, Bawaslu juga bisa bekerja sama dengan kepolisian dan pihak lain agar mempunyai bekal memberikan sanksi.
"Di Undang-Undang juga punya instrumen untuk memantau dan menindak adanya mahar politik itu," tuturnya.
Pengamat politik CSIS, Arya Fernandes berpendapat antimahar yang dilakukan seperti Partai NasDem adalah inisiatif yang baik di awal melakukan seleksi terhadap caleg yang mendaftar, sehingga akan membuat masyarakat tertarik bergabung di partai.
"Karena seorang anggota akan diberikan asumsi, penyalegan secara transparan dan tidak dimintakan mahar, saya kira ini inisiatif yang baik dan tidak semua partai mau deklarasi terbuka seperti itu," ujarnya.
Arya mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah dengan adanya kebijakan partai politik antimahar tersebut partai tersebut tidak akan korupsi.
"Selama ini kan memang sepertinya persoalan utama partai politik adalah menekan atau memberantas korupsi, butuh political will yang tinggi dari seluruh pengurus partai atau penguatan regulasi internal,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, mengatakan, salah satu cara agar tidak ada mahar politik yaitu partai dibiayai negara.
"Atau, di sisi lain, parpol membiayai sendiri kegiatan politiknya, dengan iuran dan subsidi antar kader," ujarnya.***2***
Peneliti ICW Almas Sjafrin, di Jakarta, Jumat, mengatakan, dirinya mendukung jika partai politik tidak meminta mahar seperti NasDem mengingat Undang-Undang juga sudah melarang pemberian mahar baik dalam bentuk uang maupun lainnya.
"Kedua, kenapa tidak boleh menerima mahar karena terima mahar ini membuat kandidat biaya pemenangan itu sangat tinggi. Sedangkan, kandidat untuk lain-lain saja sudah membutuhkan banyak uang ditambah mahar tinggi itu semakin membuat menjadi faktor atau membuka peluang untuk melakukan korupsi ketika mereka terpilih. Setidaknya ada dua alasan itu untuk mencegah korupsi, kemudian di aturan juga dilarang," tuturnya.
Oleh karena itu, dirinya meminta Bawaslu bekerja sama dengan KPK untuk melacak rekam jejak kandidat bakal calon penyelenggara negara. Selain itu, Bawaslu juga bisa bekerja sama dengan kepolisian dan pihak lain agar mempunyai bekal memberikan sanksi.
"Di Undang-Undang juga punya instrumen untuk memantau dan menindak adanya mahar politik itu," tuturnya.
Pengamat politik CSIS, Arya Fernandes berpendapat antimahar yang dilakukan seperti Partai NasDem adalah inisiatif yang baik di awal melakukan seleksi terhadap caleg yang mendaftar, sehingga akan membuat masyarakat tertarik bergabung di partai.
"Karena seorang anggota akan diberikan asumsi, penyalegan secara transparan dan tidak dimintakan mahar, saya kira ini inisiatif yang baik dan tidak semua partai mau deklarasi terbuka seperti itu," ujarnya.
Arya mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah dengan adanya kebijakan partai politik antimahar tersebut partai tersebut tidak akan korupsi.
"Selama ini kan memang sepertinya persoalan utama partai politik adalah menekan atau memberantas korupsi, butuh political will yang tinggi dari seluruh pengurus partai atau penguatan regulasi internal,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, mengatakan, salah satu cara agar tidak ada mahar politik yaitu partai dibiayai negara.
"Atau, di sisi lain, parpol membiayai sendiri kegiatan politiknya, dengan iuran dan subsidi antar kader," ujarnya.***2***
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019