Batam (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 yang paling rawan di Papua Barat, Yogyakarta dan Sumatera Barat.
Ia mengatakan di Batam, Kepulauan Riau, Kamis, Indeks Kerawanan Pemilu Papua Barat mencapai 52,83, Daerah Istimewa Yogyakarta 52,14, dan Sumatera Barat 51,21.
Menurut dia, potensi kerawanan pemilu merupakan tantangan demokrasi yang harus dihadapi dan diantisipasi oleh seluruh pihak karena dapat meningkatkan suhu politik nasional dan mengganggu kestabilan bangsa.
"Karenanya, pemerintah dan pemerintah daerah perlu bersama-sama dengan aparat keamanan terus bersinergi dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan pemantapan guna mewujudkan sukses Pemilu 2019," kata Menteri dalam Rakornas Bidang Kewaspadaan Nasional dalam rangka Pemantapan Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.
Ia menjelaskan, terdapat sejumlah tantangan dan kerawanan dalam Pemilu Serentak 2019 yang diklasifikasikan dalam variabel dan indikator yang memengaruhinya.
Pertama, variable kamtibmas dengan indikator konflik pendukung, isu SARA, hoaks, dan konflik batas wilayah. Kedua, variabel Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan indikator pemilih ganda dan perekaman KTP elektronik.
Ketiga, variabel netralitas ASN dengan indikator mobilitas ASN dan penggunaan fasilitas negara. Keempat, variabel penyelenggara pemilu dengan indikator netralitas penyelenggara pemilu dan penyelenggara pemilu yang terkena sanksi.
Kemudian kelima, variabel bantuan dan dukungan, dengan indikator distribusi logistik, penertiban alat peraga kampanye dan pengamanan TPS.
Dalam kesempatan itu, menteri mengatakan bagian terpenting dari proses pemilu adalah peran dan partisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi politik masyarakat juga menjadi perhatian khusus pada pemilu serentak tahun 2019.
Menurut dia, saat ini terjadi fenomena fluktuasi tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu, ini terlihat dari beberapa hasil pelaksanaan pemilu legislatif sebelumnya yaitu tahun 2004 tingkat partisipasi masyarakatnya 84 persen, 2009 tingkat partisipasi masyarakat 71 persen dan tahun 2014 sebesar 74 persen.
Untuk Pemilu 2019, KPU mencanangkan tingkat partisipasi masyarakat 78 persen.
Menteri berharap target tersebut dapat terpenuhi dengan baik dan bahkan melampaui yang telah dicanangkan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Pemilu Serentak 2019 merupakan momentum untuk memilih pemimpin yang amanah.
Ia mengingatkan siapa saja yang mengganggu pesta demokrasi berarti mengkhianati bangsa.
"Ini merupakan momentum, momentum itu yang baik jangan kita jadikan tidak baik. Di sini kita memilih pemimpin, harus secara aman kemudian tertib dan sukses. Jangan coba-coba menganggu pemilu, siapapun dia dengan cara apapun, karena yang menganggu pemilu itu mengkhianati bangsa," kata dia.
Baca juga: Kemendagri gelar Rakornas Pemantapan Pemilu Serentak 2019
Ia mengatakan di Batam, Kepulauan Riau, Kamis, Indeks Kerawanan Pemilu Papua Barat mencapai 52,83, Daerah Istimewa Yogyakarta 52,14, dan Sumatera Barat 51,21.
Menurut dia, potensi kerawanan pemilu merupakan tantangan demokrasi yang harus dihadapi dan diantisipasi oleh seluruh pihak karena dapat meningkatkan suhu politik nasional dan mengganggu kestabilan bangsa.
"Karenanya, pemerintah dan pemerintah daerah perlu bersama-sama dengan aparat keamanan terus bersinergi dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan pemantapan guna mewujudkan sukses Pemilu 2019," kata Menteri dalam Rakornas Bidang Kewaspadaan Nasional dalam rangka Pemantapan Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.
Ia menjelaskan, terdapat sejumlah tantangan dan kerawanan dalam Pemilu Serentak 2019 yang diklasifikasikan dalam variabel dan indikator yang memengaruhinya.
Pertama, variable kamtibmas dengan indikator konflik pendukung, isu SARA, hoaks, dan konflik batas wilayah. Kedua, variabel Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan indikator pemilih ganda dan perekaman KTP elektronik.
Ketiga, variabel netralitas ASN dengan indikator mobilitas ASN dan penggunaan fasilitas negara. Keempat, variabel penyelenggara pemilu dengan indikator netralitas penyelenggara pemilu dan penyelenggara pemilu yang terkena sanksi.
Kemudian kelima, variabel bantuan dan dukungan, dengan indikator distribusi logistik, penertiban alat peraga kampanye dan pengamanan TPS.
Dalam kesempatan itu, menteri mengatakan bagian terpenting dari proses pemilu adalah peran dan partisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi politik masyarakat juga menjadi perhatian khusus pada pemilu serentak tahun 2019.
Menurut dia, saat ini terjadi fenomena fluktuasi tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu, ini terlihat dari beberapa hasil pelaksanaan pemilu legislatif sebelumnya yaitu tahun 2004 tingkat partisipasi masyarakatnya 84 persen, 2009 tingkat partisipasi masyarakat 71 persen dan tahun 2014 sebesar 74 persen.
Untuk Pemilu 2019, KPU mencanangkan tingkat partisipasi masyarakat 78 persen.
Menteri berharap target tersebut dapat terpenuhi dengan baik dan bahkan melampaui yang telah dicanangkan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Pemilu Serentak 2019 merupakan momentum untuk memilih pemimpin yang amanah.
Ia mengingatkan siapa saja yang mengganggu pesta demokrasi berarti mengkhianati bangsa.
"Ini merupakan momentum, momentum itu yang baik jangan kita jadikan tidak baik. Di sini kita memilih pemimpin, harus secara aman kemudian tertib dan sukses. Jangan coba-coba menganggu pemilu, siapapun dia dengan cara apapun, karena yang menganggu pemilu itu mengkhianati bangsa," kata dia.
Baca juga: Kemendagri gelar Rakornas Pemantapan Pemilu Serentak 2019
Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019