Surabaya (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menyampaikan, masyarakat yang menggunakan hak pilihnya pada Pemilu merupakan bentuk patriotisme terhadap bangsa dan negara. "Memilih pemimpin sangat penting dan itulah sikap patriotisme kita sekarang," ujarnya di sela diskusi "Jelajah Kebangsaan" yang digelar Gerakan Suluh Kebangsaan, di Stasiun Gubeng, Surabaya, Kamis.
Menurut dia, menunjukkan sikap sebagai seorang patriotisme zaman sekarang sudah bukan hadir di medan perang, lalu melawan penjajah atau perang secara konvensional. Selain itu, kata dia, yang menjadi lawan rakyat Indonesia saat ini adalah perang diplomasi, perdagangan hingga perang melawan hoaks atau kabar bohong.
"Kalau cinta ke bangsa, jangan berpikir pernah beli kapal perang berapa, senjatanya apa, tapi yang dibutuhkan adalah otak diplomasi dari seorang pemimpin dan wakil rakyat yang benar pada Pemilu," ucapnya.
Dari Pemilu, lanjut dia, akan lahir pemimpin dan anggota parlemen yang bisa melindungi rakyatnya, sebab jika memilih pemimpin lemah maka kedaulatan bangsa ini diremehkan. "Semisal ada persoalan dengan negara lain, lalu kalau pemimpin lemah, bahkan tidak benar maka akan menyebabkan kedaulatan negara digerus bangsa lain," kata tokoh asal Madura itu.
Sementara itu, khususnya Pemilu Presiden 2019, Mahfud meminta memilih satu di antara dua pasangan calon yang dianggap paling baik. "Kalau keduanya dianggap bagus maka pilih yang paling bagus, tapi kalau menganggap semuanya jelek maka cari yang jeleknya paling sedikit," katanya.
Di tempat sama, pengasuh pondok pesantren Progresif Bumi Shalawat, KH Agoes Ali Masyhuri, mengimbau perbedaan pilihan pada Pemilu jangan dianggap sebagai lawan, tapi justru sebagai penguat persatuan dan kesatuan.
Gus Ali, sapaan akrabnya, mengaku optimistis pada 2045 Indonesia akan menjadi kiblat peradaban dunia. "Asalkan dengan catatan, bangsa Indonesia harus bersatu dan jangan mau diadu domba," katanya.
Diskusi jelajah kebangsaan bertajuk "Meneladani Patriotisme Arek Surabaya Bagi Indonesia Emas 2045" di Surabaya merupakan seri ke-8 yang dimulai dari Merak, Banten, dan akan diakhiri di Banyuwangi, Jawa Timur.
Turut hadir sebagai pembicara selain Mahfud MD dan Gus Ali, yakni Alissa Wahid (putri Gus Dur), Prof KH Abdul A`la, Prof Dr Syamsul Arifin, serta dibuka oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Menurut dia, menunjukkan sikap sebagai seorang patriotisme zaman sekarang sudah bukan hadir di medan perang, lalu melawan penjajah atau perang secara konvensional. Selain itu, kata dia, yang menjadi lawan rakyat Indonesia saat ini adalah perang diplomasi, perdagangan hingga perang melawan hoaks atau kabar bohong.
"Kalau cinta ke bangsa, jangan berpikir pernah beli kapal perang berapa, senjatanya apa, tapi yang dibutuhkan adalah otak diplomasi dari seorang pemimpin dan wakil rakyat yang benar pada Pemilu," ucapnya.
Dari Pemilu, lanjut dia, akan lahir pemimpin dan anggota parlemen yang bisa melindungi rakyatnya, sebab jika memilih pemimpin lemah maka kedaulatan bangsa ini diremehkan. "Semisal ada persoalan dengan negara lain, lalu kalau pemimpin lemah, bahkan tidak benar maka akan menyebabkan kedaulatan negara digerus bangsa lain," kata tokoh asal Madura itu.
Sementara itu, khususnya Pemilu Presiden 2019, Mahfud meminta memilih satu di antara dua pasangan calon yang dianggap paling baik. "Kalau keduanya dianggap bagus maka pilih yang paling bagus, tapi kalau menganggap semuanya jelek maka cari yang jeleknya paling sedikit," katanya.
Di tempat sama, pengasuh pondok pesantren Progresif Bumi Shalawat, KH Agoes Ali Masyhuri, mengimbau perbedaan pilihan pada Pemilu jangan dianggap sebagai lawan, tapi justru sebagai penguat persatuan dan kesatuan.
Gus Ali, sapaan akrabnya, mengaku optimistis pada 2045 Indonesia akan menjadi kiblat peradaban dunia. "Asalkan dengan catatan, bangsa Indonesia harus bersatu dan jangan mau diadu domba," katanya.
Diskusi jelajah kebangsaan bertajuk "Meneladani Patriotisme Arek Surabaya Bagi Indonesia Emas 2045" di Surabaya merupakan seri ke-8 yang dimulai dari Merak, Banten, dan akan diakhiri di Banyuwangi, Jawa Timur.
Turut hadir sebagai pembicara selain Mahfud MD dan Gus Ali, yakni Alissa Wahid (putri Gus Dur), Prof KH Abdul A`la, Prof Dr Syamsul Arifin, serta dibuka oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019