Jakarta (ATARA News) - Pengamat lingkungan Ridha Saleh menyebutkan Joko Widodo sebagai satu-satunya Presiden yang berani melakukan reformasi agraria melalui Perpres Nomor 86 Tahun 2018 dan berkomitmen dalam pengelolaan sumber daya alam untuk rakyat.
"Baru di rezim ini ada Perpres tentang agraria dan telah membagi dan memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat dalam rangka program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," kata Ridha dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu.
Menurut mantan Deputi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) itu, hanya di era Jokowi sebanyak 94 ribu hektare tanah diberikan kepada masyarakat lengkap dengan sertifikatnya.
Program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) merupakan program pelepasan lahan untuk kepentingan rakyat, misalnya transmigrasi, program pangan Kementerian Pertanian, program Pemerintah Daerah atau program strategis lainnya.
Target pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebanyak 4,1 juta hektare akan dilepaskan untuk masyarakat.
Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh masyarakat di dalam kawasan hutan dan menyelesaikan sengketa dan konflik dalam kawasan hutan.
Menurut mantan Komisioner Komnas HAM itu, ada tiga hal yang dilakukan Jokowi terhadap ekonomi politik lingkungan dan sumber daya alam untuk kepentingan masyarakat.
Pertama, telah memberikan akses masyarakat terhadap SDA. Kedua, mengeluarkan Perpres Nomor 86 tahun 2018. Ketiga, kedaulatan pengelolaan SDA.
"Meski ketiga hal itu belum bisa terealisasi sepenuhnya, namun ada niat pemerintahan Jokowi untuk meberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya alam sendiri," tutur Ridha.
Pada era Jokowi ini, lanjut dia, juga ada upaya negara untuk mengembalikan kedaulatan negara dan memutus intervensi global dan koorporasi, seperti penguasaan sebagian besar saham Freeport.
"Pemerintahan Jokowi ingin menjalankan pasal 33 secara sungguh sungguh. Kekayaan alam dikuasi oleh negara. Tapi filosofi dalam SDA memberikan kemakmuran rakyat," ujarnya.
Sementara itu, ekonom Universitas Brawijaya, Aji Dedi Mulawarman mengatakan, sumber daya alam Indonesia sudah tergerus oleh imperium bisnis melalui akumulasi kapital dan keuntungan ekonomi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bagian sejarah orde baru.
"Perusahaan-perusahaan yang saat ini bercokol dari mulai hutan, kelapa sawit, batubara hingga migas adalah pewaris utama orde baru. Pasar modal dan kepemilikan saham saat ini masih didominasi jaringan kuasa dan keluarga yang berada di lingkaran orde baru. Konsekuensinya, penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam meminggirkan masyarakat pribumi," paparnya.
Solusinya, tambah dia, desain koperasi multinasional harus mulai dirumuskan serius sebagai representasi ekonomi rakyat yang sesungguhnya sebagaimana jiwa Pancasila, Pembukaan dan pasal 33 UUD 1945.
Konsekuensinya kemudian secara institusional adalah Kementerian Koperasi dan UKM sudah wajib diubah menjadi Kementerian Koperasi dan Ekonomi Rakyat.
"Konsekuesi praktisnya adalah perlu dilakukan redistribusi aset dalam hal pengelolaan sumber daya alam melalui BUMN SDA Rakyat, BUMD dan koperasi multinasional yang saham terbesarnya adalah masyarakat adat dan lokal," ucap Dedi.
Baca juga: Walhi minta capres-cawapres serius atasi ketimpangan penguasaan lahan dan konflik agraria
Baca juga: YLBHI soroti reforma agraria tidak selesaikan sengketa lahan
"Baru di rezim ini ada Perpres tentang agraria dan telah membagi dan memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat dalam rangka program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," kata Ridha dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu.
Menurut mantan Deputi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) itu, hanya di era Jokowi sebanyak 94 ribu hektare tanah diberikan kepada masyarakat lengkap dengan sertifikatnya.
Program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) merupakan program pelepasan lahan untuk kepentingan rakyat, misalnya transmigrasi, program pangan Kementerian Pertanian, program Pemerintah Daerah atau program strategis lainnya.
Target pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebanyak 4,1 juta hektare akan dilepaskan untuk masyarakat.
Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh masyarakat di dalam kawasan hutan dan menyelesaikan sengketa dan konflik dalam kawasan hutan.
Menurut mantan Komisioner Komnas HAM itu, ada tiga hal yang dilakukan Jokowi terhadap ekonomi politik lingkungan dan sumber daya alam untuk kepentingan masyarakat.
Pertama, telah memberikan akses masyarakat terhadap SDA. Kedua, mengeluarkan Perpres Nomor 86 tahun 2018. Ketiga, kedaulatan pengelolaan SDA.
"Meski ketiga hal itu belum bisa terealisasi sepenuhnya, namun ada niat pemerintahan Jokowi untuk meberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya alam sendiri," tutur Ridha.
Pada era Jokowi ini, lanjut dia, juga ada upaya negara untuk mengembalikan kedaulatan negara dan memutus intervensi global dan koorporasi, seperti penguasaan sebagian besar saham Freeport.
"Pemerintahan Jokowi ingin menjalankan pasal 33 secara sungguh sungguh. Kekayaan alam dikuasi oleh negara. Tapi filosofi dalam SDA memberikan kemakmuran rakyat," ujarnya.
Sementara itu, ekonom Universitas Brawijaya, Aji Dedi Mulawarman mengatakan, sumber daya alam Indonesia sudah tergerus oleh imperium bisnis melalui akumulasi kapital dan keuntungan ekonomi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bagian sejarah orde baru.
"Perusahaan-perusahaan yang saat ini bercokol dari mulai hutan, kelapa sawit, batubara hingga migas adalah pewaris utama orde baru. Pasar modal dan kepemilikan saham saat ini masih didominasi jaringan kuasa dan keluarga yang berada di lingkaran orde baru. Konsekuensinya, penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam meminggirkan masyarakat pribumi," paparnya.
Solusinya, tambah dia, desain koperasi multinasional harus mulai dirumuskan serius sebagai representasi ekonomi rakyat yang sesungguhnya sebagaimana jiwa Pancasila, Pembukaan dan pasal 33 UUD 1945.
Konsekuensinya kemudian secara institusional adalah Kementerian Koperasi dan UKM sudah wajib diubah menjadi Kementerian Koperasi dan Ekonomi Rakyat.
"Konsekuesi praktisnya adalah perlu dilakukan redistribusi aset dalam hal pengelolaan sumber daya alam melalui BUMN SDA Rakyat, BUMD dan koperasi multinasional yang saham terbesarnya adalah masyarakat adat dan lokal," ucap Dedi.
Baca juga: Walhi minta capres-cawapres serius atasi ketimpangan penguasaan lahan dan konflik agraria
Baca juga: YLBHI soroti reforma agraria tidak selesaikan sengketa lahan
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019