Dari kasus korupsi yang terjadi di sektor pangan membuktikan bahwa kebijakan ekonomi terbuka cenderung memusatkan keuntungan kepada pengusaha dan pejabatJakarta (ANTARA News) - Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan bahwa penerapan kebijakan prinsip ekonomi terbuka di sektor pangan nasional cenderung menguntungkan segelintir elite dan tidak menyebarkan manfaat kesejahteraan yang merata ke seluruh kalangan masyarakat.
"Keterbukaan pasar dan penurunan tarif hinggal 0 persen juga dimanfaatkan oleh kelompok elite tertentu untuk mendapatkan keuntungan," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, Jumat.
Bahkan, menurut dia, praktik impor pangan juga beberapa kali menimbulkan tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat publik yang bekerjasama dengan sekelompok pengusaha yang diuntungkan dari bisnis ini.
Ia mengingatkan bahwa potensi korupsi dari kegiatan impor pangan, bahkan dari beberapa kegiatan ketahanan pangan diklaim oleh KPK terkait dengan sejumlah isu seperti pengadaan komoditas pangan strategis.
"Dari kasus korupsi yang terjadi di sektor pangan membuktikan bahwa kebijakan ekonomi terbuka cenderung memusatkan keuntungan kepada pengusaha dan pejabat," katanya.
Rachmi mengemukakan, dalam konteks kebijakan ekonomi terbuka, strategi swasembada pangan yang diangkat oleh Pemerintah Indonesia belum menempatkan petani sebagai pelaku utamanya.
Hal tersebut termasuk konsep swasembada yang bertumpu pada agenda ketahanan pangan ketimbang kedaulatan pangan juga menjadi salah satu persoalan ketika pemenuhan ketersediaan pangan tidak dilihat dari sumbernya, tetapi lebih kepada keterjangkauan.
"Ini menjadikan pangan yang diproduksi oleh petani lokal menjadi termarjinalkan dan lebih memilih dengan substitusi produk impor," ucapnya.
Direktur Eksekutif IGJ menuturkan, dibukanya pintu impor di sektor pertanian tanpa adanya upaya perbaikan terhadap kualitas pembangunan pertanian Indonesia pada akhirnya menghilangkan kesempatan pelaku usaha pangan lokal.
Dengan kata lain, ujar dia, hal itu membuat berbagai kalangan seperti petani dan nelayan Indonesia hanya segelintir saja yang dapat menikmati kue pembangunan nasional.
Baca juga: Kerawanan pangan dikatakan bisa dituntaskan tanpa impor
Baca juga: KPRP: pangan lokal masih tersisih komoditas prioritas
Baca juga: Rumusan terkait sektor pangan kedua capres dinilai masih umum
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019