Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Jusuf Kalla menjelaskan istilah "Propaganda Rusia" yang diucapkan capres petahana Joko Widodo bukan merujuk pada keterlibatan negara beruang merah tersebut dalam Pilpres 2019, melainkan sebutan sama seperti "Bika Ambon" yang tidak berasal dari Ambon.
"Tidak semua dewan pengarah itu tahu apa yang disampaikan Jokowi. Tapi maknanya, jadi ini (seperti) Bika Ambon, jadi bukan (membicarakan) Ambonnya, tapi bikanya itu. Jadi yang dimaksud Propaganda Rusia itu jenisnya, bukan Rusia sebagai negara tetapi sebagai kata jenis," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
JK mengklarifikasi bahwa pernyataan Jokowi tersebut bukan menuduh negara Rusia ikut terlibat dalam tim kampanye salah satu pasangan calon.
Wapres JK menjelaskan bahwa propaganda menjadi hal yang wajar digunakan dalam kampanye, karena biasanya pasangan capres-cawapres pasti selalu ingin menyampaikan yang terbaik kepada masyarakat.
"Ya namanya kampanye kan memang propaganda, ya propaganda memang. Kampanye itu karena mengkampanyekan sesuatu, bukan pemilu (saja). Mau kampanyekan beli produk atau sesuatu, itu kan mempropagandakan bahwa ini baik, ini yang terbaik, kecap nomor satu," jelas JK.
Sebelumnya, Jokowi dalam kampanyenya di Surabaya, Sabtu (2/2), menyindir bahwa pemakaian hoaks dan Propaganda Rusia digunakan oleh salah satu pasangan capres-cawapres untuk menyerang dalam kampanye pilpres.
Jokowi pun meminta cara-cara kampanye semacam itu harus diakhiri untuk menciptakan kondisi demokrasi yang santun di kalangan masyarakat Indonesia.
"Cara-cara politik seperti ini harus diakhiri, menyampaikan semburan dusta, semburan fitnah, semburan hoaks, teori propaganda Rusia yang kalau nanti tidak benar, lalu minta maaf. Akan tetapi, besoknya keluar lagi pernyataan seperti itu, lalu minta maaf lagi," kata Presiden Joko Widodo di Kantor Redaksi Jawa Pos, Graha Pena, Surabaya, Sabtu.
Propaganda Rusia yang dimaksud adalah teknik "firehose of falsehood", yakni serupa selang pemadam kebakaran atas kekeliruan, seperti yang dimunculkan oleh lembaga konsultasi politik Amerika Serikat Rand Corporation pada Pemilu AS tahun 2016 .
Rand Corporation menganalisis mengenai cara berpolitik Donald Trump mirip metode Presiden Rusia Vladimir Putin di Krimea dan Georgia, yaitu mengunakan teknik kebohongan yang diproduksi secara massif dan simultan melalui media-media pemberitaan yang mereka miliki.
"Saya kira tidak bisa cara-cara seperti ini diteruskan dalam pemilihan gubernur, pemilihan bupati, pemilihan presiden. Kita ingin mengedukasi masyarakat, memberikan pelajaran yang baik, sopan santun di politik itu ada dan saya rasa media memegang peran sangat penting dalam hal ini," ujar Jokowi.
Baca juga: Presiden jelaskan ungkapan "Propaganda Rusia"
Baca juga: Pengamat ingatkan Jokowi soal propaganda Rusia
Baca juga: Rusia tegaskan tidak campuri Pemilu Indonesia
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019