Depok (ANTARA News) - Dosen Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Vishnu Juwono menyatakan kedua pasangan calon belum menyediakan terobosan dalam memberikan solusi untuk memberantas akar permasalahan korupsi di Indonesia.
Hal ini disampaikan Vishnu Jowono saat ditemui di Kampus UI, Depok, Jumat, menanggapi hasil debat pertama calon Presiden Republik Indonesia antara pasangan calon presiden-wakil presiden Jokowi-Ma`aruf Amin dengan Prabowo-Sandiaga Uno,
Vishnu mengatakan pada babak pertama menanggapi pertanyaan terkait politik biaya tinggi di Indonesia, calon presiden petahana Jokowi lebih menekankan aspek meritrokrasi di dalam Aparatur Sipil Negara, terutama dalam mendapatkan birokrat dan pejabat negara yang kompeten.
"Di mana titik beratnya adalah merekrut pemimpin dan aparat birokrasi yang lebih transparan serta akuntabel," ucapnya.
Di sisi lain, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, lebih spesifik mengangkat gaji pejabat tinggi yang telalu kecil dibandingkan tanggung jawab dalam pengelolaan dana pada level pemerintah daerah serta pemerintah pusat.
"Aspek gaji dan rekrutmen sebenarnya relevansinya tidak terlalu besar dengan masalah politik biaya tinggi," ujar penulis buku Melawan Korupsi (2018) ini.
Sebenarnya yang paling penting perlu diangkat adalah apa program kedua kandidat dalam melakukan reformasi partai politik.
Misalnya, bagaimana negara dapat memberikan subsidi yang cukup besar pada partai politik yang lolos dalam pemilihan umum untuk menanggung biaya operasional politik mereka.
Selama ini partai politik tidak memiliki dana yang cukup, sehingga memberikan peluang kepada oligarki untuk menanggung biaya operasional politik tersebut.
"Tidak heran di era reformasi ini jabatan politik strategis baik di eksekutif, yudikatif dan legislatif di dominasi oleh para pemodal melalui partai politik," tutur putra dari Juwono Sudarsono tersebut.
Baca juga: Pengamat: antiklimaks dalam debat perdana capres-cawapres
Baca juga: PARA Syndicate nilai debat capres-cawapres minim sajikan data
Baca juga: Para Syndicate: pasangan capres-cawapres tidak mengelaborasi visi-misi dengan baik
Hal ini disampaikan Vishnu Jowono saat ditemui di Kampus UI, Depok, Jumat, menanggapi hasil debat pertama calon Presiden Republik Indonesia antara pasangan calon presiden-wakil presiden Jokowi-Ma`aruf Amin dengan Prabowo-Sandiaga Uno,
Vishnu mengatakan pada babak pertama menanggapi pertanyaan terkait politik biaya tinggi di Indonesia, calon presiden petahana Jokowi lebih menekankan aspek meritrokrasi di dalam Aparatur Sipil Negara, terutama dalam mendapatkan birokrat dan pejabat negara yang kompeten.
"Di mana titik beratnya adalah merekrut pemimpin dan aparat birokrasi yang lebih transparan serta akuntabel," ucapnya.
Di sisi lain, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, lebih spesifik mengangkat gaji pejabat tinggi yang telalu kecil dibandingkan tanggung jawab dalam pengelolaan dana pada level pemerintah daerah serta pemerintah pusat.
"Aspek gaji dan rekrutmen sebenarnya relevansinya tidak terlalu besar dengan masalah politik biaya tinggi," ujar penulis buku Melawan Korupsi (2018) ini.
Sebenarnya yang paling penting perlu diangkat adalah apa program kedua kandidat dalam melakukan reformasi partai politik.
Misalnya, bagaimana negara dapat memberikan subsidi yang cukup besar pada partai politik yang lolos dalam pemilihan umum untuk menanggung biaya operasional politik mereka.
Selama ini partai politik tidak memiliki dana yang cukup, sehingga memberikan peluang kepada oligarki untuk menanggung biaya operasional politik tersebut.
"Tidak heran di era reformasi ini jabatan politik strategis baik di eksekutif, yudikatif dan legislatif di dominasi oleh para pemodal melalui partai politik," tutur putra dari Juwono Sudarsono tersebut.
Baca juga: Pengamat: antiklimaks dalam debat perdana capres-cawapres
Baca juga: PARA Syndicate nilai debat capres-cawapres minim sajikan data
Baca juga: Para Syndicate: pasangan capres-cawapres tidak mengelaborasi visi-misi dengan baik
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019