Simalungun, Sumut (ANTARA News) - Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengatakan para pemimpin seharusnya melahirkan pemikiran yang produktif, seperti melalui diskusi yang membangun walau pun berbeda aliran atau pandangan.
Ia mengaku pelajaran tersebut ia petik usai mengunjungi rumah pengasingan Bapak Bangsa, Bung Karno, di tepi bukit Danau Toba, Parapat, Simalungun, Senin, yang tempat tidurnya berseberangan dengan Haji Agus Salim saat dalam pengasingan.
"Kita tahu Bung Karno dan Haji Agus Salim ada berbeda pendapat, tetapi mereka tetap bisa menjalin hubungn silaturahim dengan baik dan berdiskusi secara produktif," kata caleg DPR RI itu.
Bung Karno dan Haji Agus Salim, kata Djarot, banyak berbicara tentang persoalan negara dengan sangat produktif meskipun berbeda aliran cara mencintai Tanah Air.
Haji Agus Salim menekankan Islam pada dasarnya adalah cinta Tanah Air serta banyak menulis tentang Islam dan nasionalisme.
Menurut Djarot sekarang saatnya para elite politik melakukan instropeksi karena kualitas berpikir dan berpolitik menurun.
"Tidak berdiskusi secara subtansif, tetapi hanya cara perkataan, suka membenci, suka mencaci, suka memfitnah, tetapi tidak pernah melahirkan pemikiran yang produktif untuk kebaikan bangsa ini," kata dia mengkritik pihak yang menyebarkan berita bohong soal PDI Perjuangan maupun capres Joko Widodo.
Selain itu, mantan gubernur DKI Jakarta itu mengaku bersyukur karena dengan mengunjungi tempat pengasingan tokoh bangsa dapat mengambil pelajaran seorang pemimpin harus tegar seperti Bung Karno yang berkali-kali dibuang karena pemikirannya.
"Jadi kita harus belajar ke sejarah bagaimana para pemimpin bangsa mampu menghadapi tantangan itu dengan tegas, tidak cengeng dan tegar," kata Djarot.
Ada pun dalam Safari Kebangsaan III di Sumut, PDI Perjuangan memasang target elektabilitas pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin di Sumut sebesar 70 persen.
Baca juga: Hasto-Djarot kunjungi rumah pengasingan Bung Karno
Baca juga: Djarot bandingkan pembangunan di Sumut era SBY dan Jokowi
Baca juga: Hasto dan Djarot coba masak mie balap di Medan
Ia mengaku pelajaran tersebut ia petik usai mengunjungi rumah pengasingan Bapak Bangsa, Bung Karno, di tepi bukit Danau Toba, Parapat, Simalungun, Senin, yang tempat tidurnya berseberangan dengan Haji Agus Salim saat dalam pengasingan.
"Kita tahu Bung Karno dan Haji Agus Salim ada berbeda pendapat, tetapi mereka tetap bisa menjalin hubungn silaturahim dengan baik dan berdiskusi secara produktif," kata caleg DPR RI itu.
Bung Karno dan Haji Agus Salim, kata Djarot, banyak berbicara tentang persoalan negara dengan sangat produktif meskipun berbeda aliran cara mencintai Tanah Air.
Haji Agus Salim menekankan Islam pada dasarnya adalah cinta Tanah Air serta banyak menulis tentang Islam dan nasionalisme.
Menurut Djarot sekarang saatnya para elite politik melakukan instropeksi karena kualitas berpikir dan berpolitik menurun.
"Tidak berdiskusi secara subtansif, tetapi hanya cara perkataan, suka membenci, suka mencaci, suka memfitnah, tetapi tidak pernah melahirkan pemikiran yang produktif untuk kebaikan bangsa ini," kata dia mengkritik pihak yang menyebarkan berita bohong soal PDI Perjuangan maupun capres Joko Widodo.
Selain itu, mantan gubernur DKI Jakarta itu mengaku bersyukur karena dengan mengunjungi tempat pengasingan tokoh bangsa dapat mengambil pelajaran seorang pemimpin harus tegar seperti Bung Karno yang berkali-kali dibuang karena pemikirannya.
"Jadi kita harus belajar ke sejarah bagaimana para pemimpin bangsa mampu menghadapi tantangan itu dengan tegas, tidak cengeng dan tegar," kata Djarot.
Ada pun dalam Safari Kebangsaan III di Sumut, PDI Perjuangan memasang target elektabilitas pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin di Sumut sebesar 70 persen.
Baca juga: Hasto-Djarot kunjungi rumah pengasingan Bung Karno
Baca juga: Djarot bandingkan pembangunan di Sumut era SBY dan Jokowi
Baca juga: Hasto dan Djarot coba masak mie balap di Medan
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018