Peneliti: politik identitas diminimalkan agar tak ganggu kebinekaan

Delapan parpol penuhi ambang batas parlemen, PDIP suara terbanyak
Survei Revisi UU KPK (Dari kiri) Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Peneliti LIPI Ikrar Nusa Bhakti, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi dan Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait menjadi pembicara pada rilis survei "Revisi UU KPK dan Pertaruhan Popularitas Jokowi di Mata Publik" yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia di Jakarta, Senin (8/2). Berdasarkan temuan survei Indikator Politik Indonesia itu mayoritas masyarakat yang mengetahui isu revisi berpendapat revisi UU lembaga anti korupsi tersebut akan melemahkan KPK. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/16.
Jadi akan semakin mengganggu semangat kebangsaan dan kebinekaan
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cahyo Pamungkas menyebut politik identitas yang sering digunakan dalam kontestasi politik elektoral beberapa tahun terakhir berpotensi akan semakin masif jika tidak ditangani sejak dini.

"Perilaku ini bisa menular bahkan sampai tingkat elektoral terkecil seperti pemilihan RT atau RW. Padahal politik identitas ini bisa memicu praktik intoleransi di masyarakat," kata Cahyo di Jakarta, Selasa.

Cahyo menyebut dengan wilayah yang sangat luas, politik identitas ini juga bisa berimbas ke seluruh daerah sehingga berpotensi menimbulkan kesenjangan antara minoritas dengan mayoritas.

"Jadi akan semakin mengganggu semangat kebangsaan dan kebinekaan. Saya khawatir akan digunakan di daerah luar Jawa misalnya, karena kan mereka meniru apa yang dilakukan di Jakarta. Terus terang apa yang dilakukan di Jakarta adalah politik identitas," kata Cahyo.

Penelitian yang dilakukan Cahyo bersama timnya yang tergabung dalam Satuan Kerja Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, memang mengulas tentang meningkatnya intoleransi dan radikalisme berbasis keagamaan serta etnisitas baik yang terjadi di dunia nyata dan maya. 

Dengan merangkul 200 responden di masing-masing provinsi yang diteliti yakni Aceh, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan ditemukan kalau intoleransi politik lebih tinggi dibanding intoleransi sosial.

"Hal tersebut merupakan implikasi dari penggunaan politik identitas yang masif dalam Pilkada serentak 2018 dan Pilkada pada tahun 2017 untuk kasus DKI," kata dia.

Baca juga: Ajakan Ketua DPR agar tinggalkan politik identitas
Baca juga: Menggandeng Kiai Ma'ruf, upaya hilangkan sekat politik identitas Oleh Henry Subiakto *)
Pewarta:
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Peneliti: Politik identitas harus diminimalkan agar tak ganggu kebhinekaan Sebelumnya

Peneliti: Politik identitas harus diminimalkan agar tak ganggu kebhinekaan

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS Selanjutnya

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS