Jakarta (ANTARA) - Hakim Ketua Buyung Dwikora memberikan wejangan pesan moral kepada tujuh anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur yang terbukti memalsukan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Buyung mengatakan tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur tersebut dapat belajar dari kesalahan yang mereka perbuat bahwa niat baik juga perlu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar hukum.
"Para terdakwa ini mendapat pelajaran yang sangat berharga. Jadi untuk berbuat baik itu tidak selalu dengan niat yang baik saja cukup. Berbuat baik tidak boleh melanggar hukum," tutur Buyung usai membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis.
Ia pun bercerita kisah tokoh fiktif terkenal di Inggris, Robin Hood, yang mencuri harta orang berada yang zalim dan menyalurkan hasil curian-nya kepada orang kurang mampu.
"Secara moral itu benar, ya. Orang kaya itu zalim, ya, diambilah. Sebagian dikasihkan kepada orang miskin. Tapi, ya, itu melanggar hukum, karena apa? Dia mencuri. Tidak boleh," ucap Buyung.
Buyung menekankan bahwa niat baik juga harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kita tahu saudara-saudara berniat baik supaya pemilu itu berjalan lancar. Tapi ternyata, ya. Mungkin menyenangkan bagi banyak orang, tapi sebagian orang tidak suka," imbuhnya.
Tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik sebagai yang menyuruh, melakukan, maupun yang turut serta melakukan.
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur dituntut 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta
Baca juga: Kuasa hukum minta 7 anggota PPLN Kuala Lumpur dibebaskan dari tuntutan
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur divonis 4 bulan penjara, masa percobaan 1 tahun
Mereka dinyatakan melanggar pasal 544 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Para terdakwa divonis hukuman penjara selama 4 bulan. Namun, mereka tidak perlu menjalani pidana penjara dengan syarat tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan 1 tahun.
"Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun berakhir," kata Buyung membacakan amar putusan.
Ketujuhnya juga divonis pidana denda masing-masing sejumlah Rp5 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 2 bulan.
Tujuh terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; serta Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra;
Kemudian, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu A. Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muchamad.
Buyung mengatakan tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur tersebut dapat belajar dari kesalahan yang mereka perbuat bahwa niat baik juga perlu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar hukum.
"Para terdakwa ini mendapat pelajaran yang sangat berharga. Jadi untuk berbuat baik itu tidak selalu dengan niat yang baik saja cukup. Berbuat baik tidak boleh melanggar hukum," tutur Buyung usai membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis.
Ia pun bercerita kisah tokoh fiktif terkenal di Inggris, Robin Hood, yang mencuri harta orang berada yang zalim dan menyalurkan hasil curian-nya kepada orang kurang mampu.
"Secara moral itu benar, ya. Orang kaya itu zalim, ya, diambilah. Sebagian dikasihkan kepada orang miskin. Tapi, ya, itu melanggar hukum, karena apa? Dia mencuri. Tidak boleh," ucap Buyung.
Buyung menekankan bahwa niat baik juga harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kita tahu saudara-saudara berniat baik supaya pemilu itu berjalan lancar. Tapi ternyata, ya. Mungkin menyenangkan bagi banyak orang, tapi sebagian orang tidak suka," imbuhnya.
Tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik sebagai yang menyuruh, melakukan, maupun yang turut serta melakukan.
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur dituntut 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta
Baca juga: Kuasa hukum minta 7 anggota PPLN Kuala Lumpur dibebaskan dari tuntutan
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur divonis 4 bulan penjara, masa percobaan 1 tahun
Mereka dinyatakan melanggar pasal 544 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Para terdakwa divonis hukuman penjara selama 4 bulan. Namun, mereka tidak perlu menjalani pidana penjara dengan syarat tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan 1 tahun.
"Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun berakhir," kata Buyung membacakan amar putusan.
Ketujuhnya juga divonis pidana denda masing-masing sejumlah Rp5 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 2 bulan.
Tujuh terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; serta Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra;
Kemudian, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu A. Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muchamad.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024