Jakarta (ANTARA) -
Peneliti atau Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono, menilai bahwa semua pihak harus menahan diri guna menyikapi hasil hitung cepat atau quick count (QC) untuk pemilihan umum presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2024.
Arfianto menjelaskan, para pasangan calon (paslon) presiden dan wakil yang berkompetisi dinilai tidak tepat bila menyikapi hasil hitung cepat dengan berlebihan, baik untuk yang dinyatakan unggul maupun tidak dalam perolehan suara masing-masing.
"Kepada para paslon harus saling menahan diri. Tidak berlebihan menyikapi hasil QC, tidak jemawa, khususnya yang angkanya dinyatakan tinggi atau unggul," kata Arfianto kepada ANTARA melalui telepon seluler di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, bagi yang angka perolehan suaranya rendah juga diimbau, agar tidak bermanuver berlebihan guna menyebarkan informasi terkait dugaan kecurangan yang dinilai terjadi oleh pihak yang dirugikan.
Menurut dia, lebih baik pihak yang merasa dirugikan fokus untuk mengumpulkan bukti-bukti dan data konkrit, sehingga tidak perlu terlalu menyuarakan tentang kecurangan.
Arfianto mengatakan, kalaupun memang ada tindakan curang, tim masing-masing paslon harus mempersiapkan dan melangkah sesuai prosedur atau aturan yang berlaku, guna bersengketa secara hukum.
"Itu disiapkan saja buktinya untuk ke Mahkamah Konstitusi (MK), fokus ke situ atau lapor ke Bawaslu. Jadi bisa berjalan sesuai dengan prosedur," ujar dia.
Baca juga: Bamsoet menilai hasil hitung cepat tak jauh berbeda dengan hasil KPU
Baca juga: Peneliti sebut ada dua tindakan respons hasil "quick count"
Baca juga: Hasto sebut hasil Pilpres 2024 tak ditentukan "quick count"
Baca juga: Bamsoet menilai hasil hitung cepat tak jauh berbeda dengan hasil KPU
Baca juga: Peneliti sebut ada dua tindakan respons hasil "quick count"
Baca juga: Hasto sebut hasil Pilpres 2024 tak ditentukan "quick count"
Dia mengingatkan, jika para paslon menyikapi dengan euforia atau bernarasi berlebihan untuk menyebarkan informasi dugaan kecurangan, maka hal itu justru terlihat kurang baik di publik.
Selain itu, tambah dia, sikap berlebihan akan berpotensi mendorong terciptanya kondisi yang tidak nyaman dan aman.
Pemilu 2024 meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten/kota dengan daftar pemilih tetap (DPT) tingkat nasional sebanyak 204.807.222 pemilih.
Pemilu 2024 diikuti 18 partai politik nasional yakni (sesuai dengan nomor urut) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, dan Partai Gelora Indonesia.
Berikutnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat.
Selain itu, terdapat enam partai politik lokal sebagai peserta yakni Partai Nanggroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha'at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh, dan Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh.
Sedangkan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden diikuti tiga pasangan yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar selaku nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.
Seturut Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung mulai 15 Februari s.d. 20 Maret 2024.
Pewarta: Donny Aditra
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024