KPU dan Bawaslu harus mengatur dengan tegas dan mengawasi 'quick count' yang liar untuk mencegah manipulasi hasil hitung cepat yang dapat memicu gejolak di masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meregulasi dan mengawasi secara ketat hitung cepat (quick count) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mengingat adanya ketidakpercayaan masyarakat yang meluas terhadap lembaga-lembaga survei.
Quick count atau hitung cepat adalah proses penghitungan suara yang dilakukan lembaga di luar KPU dengan menggunakan sampel hasil pemungutan suara dari sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"KPU dan Bawaslu harus mengatur dengan tegas dan mengawasi quick count yang liar untuk mencegah manipulasi hasil hitung cepat yang dapat memicu gejolak di masyarakat," kata Ketua Tim Penjadwalan TPN Ganjar-Mahfud, Aria Bima, dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Kamis.
TPN mencermati beberapa lembaga survei yang secara serempak diduga melakukan upaya penggiringan opini masyarakat bahwa pemilu akan dimenangkan dengan hanya satu putaran oleh pasangan calon nomor urut 2.
Dia menyatakan bahwa narasi-narasi seperti "02 menang satu putaran" atau "pilih yang sudah pasti menang saja" terus digaungkan secara sistematis dan termasuk dalam bagian strategi memengaruhi perilaku memilih masyarakat.
Baca juga: KPU buka pendaftaran lembaga survei dan hitung cepat hasil Pemilu 2024
Aria menganggap metodologi survei masih sangat bisa diperdebatkan secara akademik dan terbukti di beberapa tempat terdapat anomali. Misalnya, di beberapa wilayah undecided voters (orang-orang yang menyembunyikan pilihan atau benar-benar belum punya pilihan kandidat) bisa mencapai di atas 80 persen.
Dia mengacu hasil survei lembaga Indopol yang pada bulan Januari 2024 memutuskan untuk tidak merilis tingkat elektabilitas setiap pasangan calon presiden-calon wakil presiden karena selama survei berlangsung menghadapi penolakan dari responden. Hal tersebut disebabkan antara lain menolak untuk dipetakan, takut karena intimidasi, dan trauma karena pernah tidak mendapatkan bantuan sosial akibat menjadi responden.
"Kami mengajak semua pihak untuk menciptakan situasi politik yang kondusif serta menjauhkan masyarakat dari situasi kebingungan politik yang dapat berpotensi menimbulkan kekacauan pada 14 Februari 2024," ujarnya.
Karena itu, pihaknya mendesak agar KPU dan Bawaslu bertindak tegas menegakkan aturan dan kode etik terhadap seluruh lembaga survei yang akan melakukan quick count pada hari pemilihan. Sehingga, KPU, Bawaslu, dan lembaga-lembaga survei diminta menandatangani pakta integritas.
Kedua, KPU dan Bawaslu dapat memberikan sanksi kepada lembaga survei yang terbukti melakukan quick count dengan tujuan sengaja menguntungkan salah satu pihak, memberikan data yang salah, serta menyesatkan publik.
Terakhir, KPU dan Bawaslu mensyaratkan setiap lembaga yang melakukan quick count untuk mau membuka metodologi dan sampel yang digunakan, bersedia diaudit secara independen, serta terbuka menyampaikan pihak mana yang mendanai quick count tersebut.
Desakan terhadap KPU dan Bawaslu disebut guna menciptakan iklim transparansi publik dalam demokrasi di Indonesia, serta menghindarkan proses quick count dari prasangka-prasangka yang tidak produktif.
"KPU dan Bawaslu harus serius menangani quick count. Kita perlu bersama-sama menjaga stabilitas demokrasi. Rakyat jangan dimanipulasi, jangan disesatkan dengan hasil-hasil quick count yang tendensius. Kita harus jaga marwah KPU walau ketua dan anggotanya sudah berkali-kali mendapatkan peringatan keras pelanggaran etika," tuturnya.
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024