Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi sekaligus Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih menegaskan pihaknya tegak lurus kepada asas kekuasaan kehakiman untuk mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
“Memang kita kan harus tegak lurus kepada asas-asas kekuasaan kehakiman. Asasnya di situ kalau ada hubungan yang kemudian menyangkut konflik kepentingan di situ, memang sudah otomatis asasnya harus mengundurkan diri,” kata Enny ditemui usai peresmian Media Center di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakan Enny merespons pertanyaan awak media terkait boleh tidaknya politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekaligus Hakim Konstitusi yang baru dilantik Arsul Sani untuk ikut mengadili perkara PHPU.
Dijelaskan Enny, segala sesuatu terkait hal itu akan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Namun yang jelas, MK menyatakan menjunjung tinggi asas kekuasaan kehakiman untuk menghindari potensi konflik kepentingan.
“Itu akan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim apakah itu ada hubungan semenda atau hubungan perkawinan,” kata dia.
Apabila ditemukan potensi konflik kepentingan antara hakim konstitusi dan perkara PHPU yang masuk, maka hakim yang bersangkutan akan dipindahkan ke panel perkara lain.
Dalam hal ini, kata Enny, jika Arsul sani dinilai memiliki hubungan “emosional” dengan perkara PHPU terkait PPP, maka Arsul tidak dilibatkan dalam panel perkara itu.
Begitu pula dengan Anwar Usman, sambung Enny. Mantan Ketua MK itu tidak diperkenankan mengadili perkara PHPU terkait Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebab Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep memiliki hubungan keluarga dengan Anwar.
“Misalkan masih ada hubungan emosional seperti itu, otomatis paling tidak dipindah panelnya. Dia (Arsul) tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP, seperti Pak Anwar. Pak Anwar juga tidak akan pernah menyelesaikan bagian dari nanti panel ketika perkara PSI, tidak akan pernah,” kata Enny.
Lebih lanjut, Enny menjelaskan, setiap panel terdiri tiga hakim konstitusi. Jika ada hakim yang dinilai berpotensi terbentur konflik kepentingan, maka posisinya akan diganti dengan hakim lain yang berasal dari lembaga pengusul yang sama.
“Sudah kami siapkan desainnya bahwa akan ada pertukaran hakim di situ. Jadi, sekalipun ada hakim panel yang sudah ditentukan, setiap panel kan tiga hakim, ketika misalnya pada saat pada panel di mana Pak Anwar itu ada PSI, maka Pak Anwar harus diganti yang lain supaya sidang tidak terganggu, diganti dari unsur yang sama,” paparnya.
Menurut Enny, MK sudah mempersiapkan komposisi hakim mengadili perkara PHPU dengan hati-hati. MK belajar dari persoalan yang terjadi ketika mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
“Jadi, memang sudah kami siapkan itu dengan sangat hati-hati dan kami belajar juga dari apa yang kemudian menjadi persoalan yang kemarin itu,” ujarnya.
Baca juga: UU Pemilu paling banyak diuji di MK sepanjang tahun 2023
Baca juga: Pakar nilai politik demokratis hampir sulit diwujudkan di Pemilu 2024
“Memang kita kan harus tegak lurus kepada asas-asas kekuasaan kehakiman. Asasnya di situ kalau ada hubungan yang kemudian menyangkut konflik kepentingan di situ, memang sudah otomatis asasnya harus mengundurkan diri,” kata Enny ditemui usai peresmian Media Center di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakan Enny merespons pertanyaan awak media terkait boleh tidaknya politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekaligus Hakim Konstitusi yang baru dilantik Arsul Sani untuk ikut mengadili perkara PHPU.
Dijelaskan Enny, segala sesuatu terkait hal itu akan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Namun yang jelas, MK menyatakan menjunjung tinggi asas kekuasaan kehakiman untuk menghindari potensi konflik kepentingan.
“Itu akan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim apakah itu ada hubungan semenda atau hubungan perkawinan,” kata dia.
Apabila ditemukan potensi konflik kepentingan antara hakim konstitusi dan perkara PHPU yang masuk, maka hakim yang bersangkutan akan dipindahkan ke panel perkara lain.
Dalam hal ini, kata Enny, jika Arsul sani dinilai memiliki hubungan “emosional” dengan perkara PHPU terkait PPP, maka Arsul tidak dilibatkan dalam panel perkara itu.
Begitu pula dengan Anwar Usman, sambung Enny. Mantan Ketua MK itu tidak diperkenankan mengadili perkara PHPU terkait Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebab Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep memiliki hubungan keluarga dengan Anwar.
“Misalkan masih ada hubungan emosional seperti itu, otomatis paling tidak dipindah panelnya. Dia (Arsul) tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP, seperti Pak Anwar. Pak Anwar juga tidak akan pernah menyelesaikan bagian dari nanti panel ketika perkara PSI, tidak akan pernah,” kata Enny.
Lebih lanjut, Enny menjelaskan, setiap panel terdiri tiga hakim konstitusi. Jika ada hakim yang dinilai berpotensi terbentur konflik kepentingan, maka posisinya akan diganti dengan hakim lain yang berasal dari lembaga pengusul yang sama.
“Sudah kami siapkan desainnya bahwa akan ada pertukaran hakim di situ. Jadi, sekalipun ada hakim panel yang sudah ditentukan, setiap panel kan tiga hakim, ketika misalnya pada saat pada panel di mana Pak Anwar itu ada PSI, maka Pak Anwar harus diganti yang lain supaya sidang tidak terganggu, diganti dari unsur yang sama,” paparnya.
Menurut Enny, MK sudah mempersiapkan komposisi hakim mengadili perkara PHPU dengan hati-hati. MK belajar dari persoalan yang terjadi ketika mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
“Jadi, memang sudah kami siapkan itu dengan sangat hati-hati dan kami belajar juga dari apa yang kemudian menjadi persoalan yang kemarin itu,” ujarnya.
Baca juga: UU Pemilu paling banyak diuji di MK sepanjang tahun 2023
Baca juga: Pakar nilai politik demokratis hampir sulit diwujudkan di Pemilu 2024
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024