Caleg perempuan itu jangan hanya dijadikan pajangan
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Pusat meminta partai politik peserta Pemilu 2024 memberikan ruang dan kesempatan yang sama antara caleg perempuan dengan caleg laki-laki saat kampanye maupun kegiatan lainnya.
"Caleg perempuan itu jangan hanya dijadikan pajangan," kata Ketua Divisi Teknis dan Penyelenggara KPU Jakarta Pusat Fitriani dalam diskusi "Perlindungan Perempuan dalam Pemilu" yang digelar oleh Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (DPW SPRI) di Jakarta, Sabtu.
KPU Jakarta Pusat (Jakpus) mendorong
partisipasi perempuan dalam setiap tahapan Pemilu 2024, termasuk saat masa kampanye yang dimulai sejak 28 November 2023 hingga masa perhitungan dan rekapitulasi suara.
Baca juga: Caleg perempuan berharap kuota lebih 30 persen
Dengan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk kampanye, menurut Fitri, hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan tingkat keterpilihan perempuan saat pemilu.
Selain sebagai peserta pemilu dengan menjadi caleg atau pengurus partai politik (parpol), Fitri juga mengajak perempuan untuk aktif dan terlibat sebagai petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Ia mengatakan, kuota 30 persen perempuan sebagai calon KPPS sebaiknya tidak hanya dipenuhi sekadar untuk administrasi. Namun juga perlu dipastikan bahwa mereka terpilih sebagai petugas KPPS.
Kemudian di hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024, TPS di Jakarta Pusat dipastikan ramah perempuan dengan mendahulukan ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi atau balita.
Baca juga: Caleg bertekad Jakarta jadi kota ramah perempuan
Fitri juga mengharapkan perempuan tetap berpartisipasi dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara.
Karena itu, pihaknya meminta agar tempat rekapitulasi suara menyediakan ruangan khusus untuk petugas perempuan, memastikan ruang rekapitulasi suara bebas dari asap rokok dan mendorong agar tempat rekapitulasi suara juga ramah anak.
"Di Jakarta ini luar biasa karena di beberapa tempat yang kita datangi, di RT, RW, lalu kader jumantik, segala macamnya adalah ibu-ibu dan mereka sangat kritis," katanya.
"Jadi bayangkan kalau mereka jadi tim. Saya kira yang orang anggap ada kecurangan di TPS atau dalam proses rekapitulasi itu tidak ada lagi," ujar Fitri.
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023