Medan (ANTARA) - Provinsi Sumatera Utara menjadi peringkat pertama untuk penyelenggara pemilu yang paling banyak dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yakni 82 orang teradukan pada tahun 2023.
"Jumlah teradu dari Sumut sebanyak 82 orang, di antaranya satu orang diberhentikan dari jabatan, 26 orang sanksi teguran tertulis dan 55 orang sanksi ringan," ujar Tenaga Ahli DKPP RI, Mohammad Saihu dalam diskusi Ngetren Media ‘Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media, di Medan, Kamis.
Ia mengatakan aduan yang dilaporkan DKPP itu terkait sejumlah pelanggaran, seperti pelanggaran asas, penyelenggara atau adhoc, pendaftaran atau verifikasi perserta pemilu dan lainnya.
"Provinsi Sumut adalah provisi dengan jumlah terbanyak penyelenggara pemilu yang diadukan ke DKPP dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia di sepanjang tahun 2023," katanya.
Saihu menjelaskan Sumut tertinggi dari provinsi lainnya seperti Aceh sebanyak 67 teradu, lalu Jawa Barat sebanyak 38 teradu, Bengkulu sebanyak 27 teradu dan Jawa Timur sebanyak 20 teradu. Seluruh teradu tersebut, selama tahapan Pemilu 2024 pada tahun 2023.
"Bahwa pelanggaran tahapan dari lima provinsi itu, pembentukan badan penyelenggara atau adhoc sebanyak 262 teradu atau 65 persen. Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu sebanyak 38 teradu atau 12 persen," sebutnya
Kemudian, kata dia, pembentukan Panwas Adhoc sebanyak 36 teradu atau 10 persen. Pencalonan legislatif, Capres-Cawapres sebanyak 19 teradu atau 6 persen.
Menurutnya, tidak tutup kemungkinan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu akan meningkatkan hingga akhir tahun 2023 ini.
"DKPP untuk menurunkan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu tersebut juga memerlukan peran jurnalis dan media yang memberikan kontribusi besar dalam pemahaman atas etika dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu tersebut," katanya.
Saihu mengatakan media memberikan peran besar dan tingkat kepercayaan publik DKPP terus meningkat, dengan proses dilakukan DKPP terhadap penyelenggara pemilu, yang menggelar aturan dan kode etik.
“Tapi secara implisit, kegiatan yang dilakukan DKPP, terutama soal persidangan itu, kan dibaca juga oleh masyarakat ini,” jelasnya.
Saihu mengungkapkan pemberitaan terkait amar putusan terhadap penyelenggara pemilu memberikan efek luar kepada oknum-oknum teradu tersebut. Sehingga akan memberikan dampak yang baik.
“Kan orang akan membaca dan itu efeknya luar biasa buat penyelenggara, orang gak akan mau dilaporkan ke DKPP. Meskipun, tadi saya bilang lebih banyak di rehabilitasi ataupuan hanya dapat teguran. Tapi kalau orang sudah di sidang, itukan pengaruh, karena jejak digital itukan ada, orang diberitakan disidang, itukan membawa efek," ujarnya.
"Jumlah teradu dari Sumut sebanyak 82 orang, di antaranya satu orang diberhentikan dari jabatan, 26 orang sanksi teguran tertulis dan 55 orang sanksi ringan," ujar Tenaga Ahli DKPP RI, Mohammad Saihu dalam diskusi Ngetren Media ‘Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media, di Medan, Kamis.
Ia mengatakan aduan yang dilaporkan DKPP itu terkait sejumlah pelanggaran, seperti pelanggaran asas, penyelenggara atau adhoc, pendaftaran atau verifikasi perserta pemilu dan lainnya.
"Provinsi Sumut adalah provisi dengan jumlah terbanyak penyelenggara pemilu yang diadukan ke DKPP dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia di sepanjang tahun 2023," katanya.
Saihu menjelaskan Sumut tertinggi dari provinsi lainnya seperti Aceh sebanyak 67 teradu, lalu Jawa Barat sebanyak 38 teradu, Bengkulu sebanyak 27 teradu dan Jawa Timur sebanyak 20 teradu. Seluruh teradu tersebut, selama tahapan Pemilu 2024 pada tahun 2023.
"Bahwa pelanggaran tahapan dari lima provinsi itu, pembentukan badan penyelenggara atau adhoc sebanyak 262 teradu atau 65 persen. Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu sebanyak 38 teradu atau 12 persen," sebutnya
Kemudian, kata dia, pembentukan Panwas Adhoc sebanyak 36 teradu atau 10 persen. Pencalonan legislatif, Capres-Cawapres sebanyak 19 teradu atau 6 persen.
Menurutnya, tidak tutup kemungkinan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu akan meningkatkan hingga akhir tahun 2023 ini.
"DKPP untuk menurunkan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu tersebut juga memerlukan peran jurnalis dan media yang memberikan kontribusi besar dalam pemahaman atas etika dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu tersebut," katanya.
Saihu mengatakan media memberikan peran besar dan tingkat kepercayaan publik DKPP terus meningkat, dengan proses dilakukan DKPP terhadap penyelenggara pemilu, yang menggelar aturan dan kode etik.
“Tapi secara implisit, kegiatan yang dilakukan DKPP, terutama soal persidangan itu, kan dibaca juga oleh masyarakat ini,” jelasnya.
Saihu mengungkapkan pemberitaan terkait amar putusan terhadap penyelenggara pemilu memberikan efek luar kepada oknum-oknum teradu tersebut. Sehingga akan memberikan dampak yang baik.
“Kan orang akan membaca dan itu efeknya luar biasa buat penyelenggara, orang gak akan mau dilaporkan ke DKPP. Meskipun, tadi saya bilang lebih banyak di rehabilitasi ataupuan hanya dapat teguran. Tapi kalau orang sudah di sidang, itukan pengaruh, karena jejak digital itukan ada, orang diberitakan disidang, itukan membawa efek," ujarnya.
Pewarta: Anggi Luthfi Panggabean
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023