Solo (ANTARA) -
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong mengingatkan bahwa disinformasi politik di media sosial menyebabkan kualitas demokrasi suatu negara menjadi mundur.
"Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa disinformasi politik di media sosial menyebabkan kualitas demokrasi di suatu negara mundur atau stagnan," kata Usman pada acara Ngobrol Bareng Pesan dari Solo untuk Pemilu Damai 2024 di Monumen Pers Nasional, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat malam.
Oleh karena itu, katanya, Kominfo mengajak masyarakat untuk memerangi hoaks yang menjamur menjelang Pemilu Serentak 2024.
Baca juga: Kominfo antisipasi fenomena "deepfake" jelang Pemilu 2024
Di tahun politik saat ini, lanjut Usman, Kominfo mencatat jumlah berita palsu yang kemudian diturunkan sepanjang tahun 2022 sebanyak 51 berita; sementara pada periode Januari-Oktober 2023 sudah ada 98 berita palsu.
"Hoaks ini akan meningkat biasanya pada saat kampanye. Puncaknya, biasanya pada Januari atau satu bulan sebelum pilpres atau sebelum coblosan (pemungutan suara). Hoaks ini bisa membuat pemilu di Indonesia berlangsung tidak damai, memang itu tujuan membuat hoaks," jelas Usman.
Dia menambahkan informasi palsu bisa menyebabkan polarisasi atau perpecahan di kalangan masyarakat.
"Ini juga yang kami informasikan kepada publik dalam menyongsong Pemilu 2024. Fungsi media TVRI, RRI, ANTARA, dan juga media-media lain adalah sebagai clearing house, sebagai rumah penjernih informasi-informasi tidak benar," katanya.
Baca juga: Kominfo harap media pemerintah jadi "clearing house" media sosial
Selain itu, Kominfo juga terus mengedukasi masyarakat melalui program literasi digital agar mereka tidak lekas percaya pada informasi palsu, membuat informasi palsu, dan tidak mudah menyebarkannya.
"Pengkritikan harus kita bangun," imbuhnya.
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, jelasnya, kelompok masyarakat yang mudah percaya pada informasi tidak benar adalah orang tua; sedangkan anak muda justru lebih kritis dalam melihat sesuatu.
Meski demikian, Usman mengatakan anak muda cenderung apatis terhadap politik. Melihat kondisi tersebut, Kominfo melakukan kampanye untuk mengajak anak muda berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
"Ada 54,6 persen pemilih dari generasi milenial dan generasi Z. Artinya, lebih dari separuh pemilih adalah anak-anak muda yang sebagian adalah pemilih pemula. Oleh karena itu, kami ajak mereka untuk berpartisipasi," kata Usman.
Baca juga: Menkominfo sebut hoaks Pemilu naik hampir 10 kali lipat pada 2023
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta Anas Syahirul mengatakan kegiatan diskusi bareng Kominfo tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat menyongsong pemilu damai.
"Eskalasi politik mulai mengancam pasca-pendaftaran capres. Kami lihat dan pantau di sosial media sudah luar biasa, saling bersahutan sudah luar biasa," kata Anas.
Dia berharap interaksi tersebut tidak berlanjut menjadi buruk.
"Kami coba mengendurkan urat saraf; perbedaan pandangan, perbedaan pilihan itu hal yang biasa. Sesuatu yang lumrah terjadi. Kami coba mulai dari Solo, bukan karena Solo episentrum kedua politik, tapi ini niat baik kami semoga bisa menular ke daerah lain," ujar Anas.
Baca juga: Kemenkominfo ingatkan penyebar hoaks Pemilu 2024 bisa dijerat hukum
"Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa disinformasi politik di media sosial menyebabkan kualitas demokrasi di suatu negara mundur atau stagnan," kata Usman pada acara Ngobrol Bareng Pesan dari Solo untuk Pemilu Damai 2024 di Monumen Pers Nasional, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat malam.
Oleh karena itu, katanya, Kominfo mengajak masyarakat untuk memerangi hoaks yang menjamur menjelang Pemilu Serentak 2024.
Baca juga: Kominfo antisipasi fenomena "deepfake" jelang Pemilu 2024
Di tahun politik saat ini, lanjut Usman, Kominfo mencatat jumlah berita palsu yang kemudian diturunkan sepanjang tahun 2022 sebanyak 51 berita; sementara pada periode Januari-Oktober 2023 sudah ada 98 berita palsu.
"Hoaks ini akan meningkat biasanya pada saat kampanye. Puncaknya, biasanya pada Januari atau satu bulan sebelum pilpres atau sebelum coblosan (pemungutan suara). Hoaks ini bisa membuat pemilu di Indonesia berlangsung tidak damai, memang itu tujuan membuat hoaks," jelas Usman.
Dia menambahkan informasi palsu bisa menyebabkan polarisasi atau perpecahan di kalangan masyarakat.
"Ini juga yang kami informasikan kepada publik dalam menyongsong Pemilu 2024. Fungsi media TVRI, RRI, ANTARA, dan juga media-media lain adalah sebagai clearing house, sebagai rumah penjernih informasi-informasi tidak benar," katanya.
Baca juga: Kominfo harap media pemerintah jadi "clearing house" media sosial
Selain itu, Kominfo juga terus mengedukasi masyarakat melalui program literasi digital agar mereka tidak lekas percaya pada informasi palsu, membuat informasi palsu, dan tidak mudah menyebarkannya.
"Pengkritikan harus kita bangun," imbuhnya.
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, jelasnya, kelompok masyarakat yang mudah percaya pada informasi tidak benar adalah orang tua; sedangkan anak muda justru lebih kritis dalam melihat sesuatu.
Meski demikian, Usman mengatakan anak muda cenderung apatis terhadap politik. Melihat kondisi tersebut, Kominfo melakukan kampanye untuk mengajak anak muda berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
"Ada 54,6 persen pemilih dari generasi milenial dan generasi Z. Artinya, lebih dari separuh pemilih adalah anak-anak muda yang sebagian adalah pemilih pemula. Oleh karena itu, kami ajak mereka untuk berpartisipasi," kata Usman.
Baca juga: Menkominfo sebut hoaks Pemilu naik hampir 10 kali lipat pada 2023
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta Anas Syahirul mengatakan kegiatan diskusi bareng Kominfo tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat menyongsong pemilu damai.
"Eskalasi politik mulai mengancam pasca-pendaftaran capres. Kami lihat dan pantau di sosial media sudah luar biasa, saling bersahutan sudah luar biasa," kata Anas.
Dia berharap interaksi tersebut tidak berlanjut menjadi buruk.
"Kami coba mengendurkan urat saraf; perbedaan pandangan, perbedaan pilihan itu hal yang biasa. Sesuatu yang lumrah terjadi. Kami coba mulai dari Solo, bukan karena Solo episentrum kedua politik, tapi ini niat baik kami semoga bisa menular ke daerah lain," ujar Anas.
Baca juga: Kemenkominfo ingatkan penyebar hoaks Pemilu 2024 bisa dijerat hukum
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023