MK beri wejangan ahli Prabowo-Gibran soal putusan "self executing"

Ini kata KPU DKI bagi pemilih sebelum ke TPS pada Rabu
Tangkapan layar - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis (4/4/2024). ANTARA/Fath Putra Mulya.
Saya enggak bertanya, tapi ini kan didengar publik di seluruh Indonesia, memberikan pelajaran pada ahli hukum di Indonesia yang muda-muda, supaya kita kalau bicara clear (jelas), ya
Jakarta (ANTARA) - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memberi wejangan kepada ahli dari kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Andi Muhammad Asrun, terkait putusan MK yang implementasinya bersifat langsung atau self executing.

"Saya enggak bertanya, tapi ini kan didengar publik di seluruh Indonesia, memberikan pelajaran pada ahli hukum di Indonesia yang muda-muda, supaya kita kalau bicara clear (jelas), ya," kata Arief saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.

Arief Hidayat meminta Arsun untuk mengecek kembali pernyataan dia yang menyamakan tindak lanjut yang dilakukan KPU atas Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009.

"Pak Arsun menyamakan apa yang dilakukan KPU dengan Putusan 90, itu betul sudah dilaksanakan, tapi kalau kemudian Pak Arsun menyatakan Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009 itu sama dengan apa yang dilakukan oleh KPU, itu mohon dicek kembali. Saya belum bisa menyalahkan, tapi dicek kembali," kata Arief.

Arief mengatakan dalam konteks Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009, KPU memang langsung mengubah Peraturan KPU (PKPU) sesuai dengan amar putusan tersebut, karena pada saat itu belum ada ketentuan lanjutan bahwa KPU dalam mengubah atau membuat PKPU harus berkonsultasi dengan DPR.

"Tapi kemudian ada pengujian undang-undang di MK mengatakan PKPU harus disusun dengan konsultasi DPR. Jadi, ini tidak bisa dipersamakan. Tapi, kalau berpendapat bahwa Putusan MK Nomor 90 itu self executing dan bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPU, itu tidak ada masalah pendapat itu, tapi tidak bisa disamakan dengan (Putusan) 102," ujar Arief.

Dalam Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009, MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. MK pada pokoknya menyatakan WNI yang tidak terdaftar dalam DPT bisa menggunakan hak pilih dengan menunjukkan kartu identitas-nya.

Sementara itu, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengabulkan sebagian uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. MK pada intinya menyatakan syarat calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Menurut Arief, pernyataan Arsun bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bersifat self executing tidak masalah karena guru besar bebas berpendapat. Akan tetapi, dia mengingatkan, dalam hukum beracara harus presisi dan cermat.

"Jadi, saya tidak bertanya, tapi kita supaya semuanya clear, karena kita berhukum harus presisi, harus cermat. Terima kasih, Pak Arsun. Kita sama-sama guru besar tidak boleh saling mendahului, kayak bis kota," ucap Arief sambil tersenyum.

Perkara PHPU Pilpres 2024 diajukan oleh kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Dalam dalil permohonannya, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mempersoalkan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden oleh KPU RI.
Pewarta:
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Ahli Prabowo-Gibran: KPU sudah taat asas konstitusi Sebelumnya

Ahli Prabowo-Gibran: KPU sudah taat asas konstitusi

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 Selanjutnya

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024