Jakarta (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi kepada dua mantan Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, Djadjuk Natsir dan Krishna K.U. Hannan.
Sanksi yang diberikan yaitu keduanya tidak lagi boleh untuk menjadi penyelenggara Pemilu di masa yang akan datang.
Baca juga: Putusan DKPP jadi bahan evaluasi kinerja penyelenggara pemilu
Hal tersebut disampaikan Majelis Hakim DKPP, Rabu, dalam sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam peristiwa viral video pencoblosan kertas suara di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Prof Muhammad, dan anggota Majelis Prof Teguh Prasetyo, Ida Budhiati, dan Alfitra Salamm.
Dalam perkara tersebut Djadjuk Natsir selaku Teradu I didalilkan bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran Pemilu berupa pencoblosan surat suara oleh pihak-pihak yang tidak diperkenankan menurut peraturan perundang-undangan di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.
Sesuai pembagian tugas diantara anggota PPLN Kuala Lumpur, Teradu I mengemban amanat koordinasi teknis penyelenggaraan Pemilu di wilayah Malaysia khususnya yang dilakukan melalui metode pos.
Berdasarkan kesimpulan tersebut KPU telah menetapkan pemberhentian sementara kepada Teradu I melalui Keputusan KPU Nomor 898/PP.05-Kpt/01/KPU/IV/2019 tanggal 16 April 2019.
Sementara Teradu II, Krishna K.U. Hannan, terlibat dalam konflik kepentingan antara tugasnya sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur dengan jabatan fungsional pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur.
Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh anggota Majelis Teguh Prasetyo, DKPP berpendapat bahwa pembagian tugas dalam suatu institusi yang bersifat kolektif-kolegial dimaksudkan untuk memudahkan.
Baik itu memudahkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan tugas kelembagaan supaya dapat berjalan efektif dan efisien, termasuk di dalamnya melakukan diagnosa manakala timbul permasalahan yang menuntut penyikapan dan penanganan secara segera.
Menerapkan asas-asas manajemen tersebut, masing-masing Teradu selaku anggota PPLN mengakui adanya pembagian tugas dimaksud yakni Teradu I Djadjuk Natsir bertanggung jawab atas teknis penyelenggaraan Pemilu khususnya pemungutan suara melalui metode pos.
Sementara Teradu II Krishna K.U. Hannan bertanggung jawab mendukung kelancaran hubungan kelembagaan dan komunikasi, khususnya antara PPLN Kuala Lumpur dengan satuan-satuan kerja terkait di Kementerian Luar Negeri (Pokja PLN) dan membantu Ketua PPLN dalam persiapan pelaksanaan pemungutan suara melalui metode TPS.
Dalam perkara surat suara Pemilu telah tercoblos oleh bukan pemilih yang sah dan surat suara Pemilu yang belum tercoblos oleh pemilih yang sah di lokasi Taman University SG Tangkas 43000 Kajang dan di Bandar Baru Bangi, Selangor, Malaysia, Teradu I mengakui memiliki keterbatasan pengalaman kepemiluan.
Teradu I juhmga mengakui ada variabel ketidakseragaman kapasitas jajaran penyelenggara Pemilu Indonesia di Malaysia yang turut memberikan kontribusi hingga kekisruhan terjadi.
“DKPP menilai Teradu I terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yakni ketentuan Pasal 15 huruf e dan huruf f dan Pasal 19 huruf d Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” jelas Teguh.
Terhadap Teradu II, lanjut dia, DKPP berpendapat bahwa konteks situasi dan kondisi sosial-politik yang melingkupi penyelenggaraan pemilihan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan DKI II seharusnya disikapi secara bijaksana.
Teradu II dinilai tidak melakukan langkah-langkah yang memadai dalam menangani kisruh peristiwa tercoblosnya surat suara sah oleh pemilih yang tidak sah yang terjadi di Kajang dan Selangor.
DKPP meyakini posisi Teradu II sebagai anggota PPLN sekaligus pejabat fungsional pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur telah menimbulkan konflik kepentingan.
“Para Teradu tidak lagi memenuhi syarat untuk diangkat menjadi penyelenggara pemilu di masa datang,” kata dia.
Baca juga: KPU copot Evi Novida serta Ilham Saputra dari jabatan ketua divisi
Baca juga: DKPP sidangkan dugaan pelanggaran kode etik KPU Buleleng
Sanksi yang diberikan yaitu keduanya tidak lagi boleh untuk menjadi penyelenggara Pemilu di masa yang akan datang.
Baca juga: Putusan DKPP jadi bahan evaluasi kinerja penyelenggara pemilu
Hal tersebut disampaikan Majelis Hakim DKPP, Rabu, dalam sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam peristiwa viral video pencoblosan kertas suara di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Prof Muhammad, dan anggota Majelis Prof Teguh Prasetyo, Ida Budhiati, dan Alfitra Salamm.
Dalam perkara tersebut Djadjuk Natsir selaku Teradu I didalilkan bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran Pemilu berupa pencoblosan surat suara oleh pihak-pihak yang tidak diperkenankan menurut peraturan perundang-undangan di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.
Sesuai pembagian tugas diantara anggota PPLN Kuala Lumpur, Teradu I mengemban amanat koordinasi teknis penyelenggaraan Pemilu di wilayah Malaysia khususnya yang dilakukan melalui metode pos.
Berdasarkan kesimpulan tersebut KPU telah menetapkan pemberhentian sementara kepada Teradu I melalui Keputusan KPU Nomor 898/PP.05-Kpt/01/KPU/IV/2019 tanggal 16 April 2019.
Sementara Teradu II, Krishna K.U. Hannan, terlibat dalam konflik kepentingan antara tugasnya sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur dengan jabatan fungsional pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur.
Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh anggota Majelis Teguh Prasetyo, DKPP berpendapat bahwa pembagian tugas dalam suatu institusi yang bersifat kolektif-kolegial dimaksudkan untuk memudahkan.
Baik itu memudahkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan tugas kelembagaan supaya dapat berjalan efektif dan efisien, termasuk di dalamnya melakukan diagnosa manakala timbul permasalahan yang menuntut penyikapan dan penanganan secara segera.
Menerapkan asas-asas manajemen tersebut, masing-masing Teradu selaku anggota PPLN mengakui adanya pembagian tugas dimaksud yakni Teradu I Djadjuk Natsir bertanggung jawab atas teknis penyelenggaraan Pemilu khususnya pemungutan suara melalui metode pos.
Sementara Teradu II Krishna K.U. Hannan bertanggung jawab mendukung kelancaran hubungan kelembagaan dan komunikasi, khususnya antara PPLN Kuala Lumpur dengan satuan-satuan kerja terkait di Kementerian Luar Negeri (Pokja PLN) dan membantu Ketua PPLN dalam persiapan pelaksanaan pemungutan suara melalui metode TPS.
Dalam perkara surat suara Pemilu telah tercoblos oleh bukan pemilih yang sah dan surat suara Pemilu yang belum tercoblos oleh pemilih yang sah di lokasi Taman University SG Tangkas 43000 Kajang dan di Bandar Baru Bangi, Selangor, Malaysia, Teradu I mengakui memiliki keterbatasan pengalaman kepemiluan.
Teradu I juhmga mengakui ada variabel ketidakseragaman kapasitas jajaran penyelenggara Pemilu Indonesia di Malaysia yang turut memberikan kontribusi hingga kekisruhan terjadi.
“DKPP menilai Teradu I terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yakni ketentuan Pasal 15 huruf e dan huruf f dan Pasal 19 huruf d Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” jelas Teguh.
Terhadap Teradu II, lanjut dia, DKPP berpendapat bahwa konteks situasi dan kondisi sosial-politik yang melingkupi penyelenggaraan pemilihan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan DKI II seharusnya disikapi secara bijaksana.
Teradu II dinilai tidak melakukan langkah-langkah yang memadai dalam menangani kisruh peristiwa tercoblosnya surat suara sah oleh pemilih yang tidak sah yang terjadi di Kajang dan Selangor.
DKPP meyakini posisi Teradu II sebagai anggota PPLN sekaligus pejabat fungsional pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur telah menimbulkan konflik kepentingan.
“Para Teradu tidak lagi memenuhi syarat untuk diangkat menjadi penyelenggara pemilu di masa datang,” kata dia.
Baca juga: KPU copot Evi Novida serta Ilham Saputra dari jabatan ketua divisi
Baca juga: DKPP sidangkan dugaan pelanggaran kode etik KPU Buleleng
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019