Jakarta (ANTARA) - Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Jumat, seolah berubah menjadi ajang diskusi hukum kala para hakim Mahkamah “beradu” ilmu dengan dua saksi ahli.
“Ini diskusi dan diskursus yang dilakukan pakar-pakar hukum yang usianya di bawah 60 semua ini,” ucap Arief Hidayat, hakim yang memimpin jalannya persidangan pada Jumat malam.
Pernyataan Arief itu disambut tawa kecil dari beberapa pihak, termasuk ahli dihadirkan oleh pihak terkait, yakni kubu Jokowi-Ma’aruf, Hiariej dan Heru WIbowo.
Baca juga: Sidang MK, ahli jelaskan empat hal fundamental dalam pembuktian
Sebelum pernyataan Arief itu, salah satu hakim, Saldi Isra, sempat melemparkan pertanyaan kepada Hiariej mengenai kemungkinan scientific evidence untuk digunakan agar bisa menciptakan keadilan yang lebih substantif.
Sementara itu, Arief Hidayat memilih untuk tak memberikan pertanyaan bagi kedua ahli.
“Saya sebetulnya usianya sudah di atas 60, saya tidak perlu,” kata Arief yang lagi-lagi disambut dengan tawa hadirin.
Hakim Suhartoyo melemparkan pertanyaan terkait pernyataan Hiariej mengenai hierarki alat bukti yang menempatkan surat di posisi pertama.
“Apakah tidak bisa alat bukti lain melapis?” kata Suhartoyo.
Dia juga menanyakan soal alat bukti yang disebut Hiariej merupakan milik hakim dan bukan milih para pihak. “Memang hakim harus cari alat bukti?" ujarnya.
Hakim I Dewa Gede Palguna menanyakan soal perbedaan sistem hukum di negara-negara yang menganut tradisi civil law dan common law dalam soal kehakiman.
“Pernahkah atau dibenarkankah, baik secara akademik maupun praktik ada pencarian kebenaran materiil hakim dibenarkan keluar dari hukum acara atau melampaui hukum acara tanpa ada exception terlebih dahulu?,” tanya Palguna dalam konteks perbedaan negara-negara dengan sistem hukum tersebut.
Hakim Aswanto tak bertanya kepada Hiariej karena jalur disiplin yang sama, yakni hukum pidana.
Dua pertanyaan yang dilempar oleh Aswanto tertuju pada Heru Widodo terkait perubahan kewenangan Bawaslu, penanganan proses dan penangan sengketa, serta skema rekomendasi Bawaslu dalam kasus-kasus pelanggaran.
Hakim Enny Nurbaningsih, satu-satunya hakim perempuan dari sembilan anggota majelis, bertanya mengenai asas pengecualian apabila ada pihak yang inferior dalam persidangan.
Baca juga: Sidang MK, ahli TKN sindir BPN untuk adakan seminar ketimbang sidang
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019