Bangkalan, Jawa Timur (ANTARA) - Para tokoh agama di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, sepakat menolak gerakan people's power yang disampaikan pendukung pasangan calon Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, karena hal itu dinilai bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dan asas demokrasi Pancasila.
"Terkait dengan rencana gerakan people's power saya menyatakan menolak tegas dan tidak setuju dengan rencana itu, karena selain rentan terjadi perpecahan, cara-cara ini juga tidak baik," kata Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cabang Bangkalan, KH Makki Nasir, di Bangkalan, Rabu.
Kiai Makki lebih lanjut menyatakan, Indonesia adalah negara berasaskan Pancasila, negara yang menjunjung etika, berketuhanan dengan semangat persatuan dan kesatuan, dan segala hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaan dan keumatan, sudah diatur melalui ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Maka, jika ada hal yang dinilai menyimpang, segala sesuatunya hendak diselesaikan melalui saluran hukum yang telah tersedia, bukan dengan cara menggerakkan massa. "Jadi, mari kita salurkan aspirasi kita melalui jalur yang sesuai dengan konstitusi, bukan dengan gerakan 'people power'," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia Bangkalan, KH Syarifuddin Damanhuri.
Ia menjelaskan, people's power itu tidak sesuai dengan asas demorasi bangsa ini, dan oleh karenanya, ia juga meminta semua pihak menahan diri, tidak memperkeruh suasana. "Hormati keputusan KPU, kita tunggu hasil rekapitulasi di KPU," kata Kiai Damanhuri.
Seruan menolak pengerahan massa juga disampaikan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Bangkalan, HM Zainal Abidin.
Menurut Zainal, selain cara seperti itu tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, gerakan people power juga akan berpotensi memicu perpecahan bangsa.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bangkalan Tamar Djaja menyatakan, negara Indonesia dibangun atas kesepakan, bukan dengan keerasan. Perangkat hukum dan ketata negaraan juga lengkap.
"Sehingga jika terjadi hal-hal yang dinilai tidak sesuai, seharusnya menggunakan perangkat hukum yang ada, bukan dengan menggerakkan massa," katanya.
"Terkait dengan rencana gerakan people's power saya menyatakan menolak tegas dan tidak setuju dengan rencana itu, karena selain rentan terjadi perpecahan, cara-cara ini juga tidak baik," kata Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cabang Bangkalan, KH Makki Nasir, di Bangkalan, Rabu.
Kiai Makki lebih lanjut menyatakan, Indonesia adalah negara berasaskan Pancasila, negara yang menjunjung etika, berketuhanan dengan semangat persatuan dan kesatuan, dan segala hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaan dan keumatan, sudah diatur melalui ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Maka, jika ada hal yang dinilai menyimpang, segala sesuatunya hendak diselesaikan melalui saluran hukum yang telah tersedia, bukan dengan cara menggerakkan massa. "Jadi, mari kita salurkan aspirasi kita melalui jalur yang sesuai dengan konstitusi, bukan dengan gerakan 'people power'," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia Bangkalan, KH Syarifuddin Damanhuri.
Ia menjelaskan, people's power itu tidak sesuai dengan asas demorasi bangsa ini, dan oleh karenanya, ia juga meminta semua pihak menahan diri, tidak memperkeruh suasana. "Hormati keputusan KPU, kita tunggu hasil rekapitulasi di KPU," kata Kiai Damanhuri.
Seruan menolak pengerahan massa juga disampaikan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Bangkalan, HM Zainal Abidin.
Menurut Zainal, selain cara seperti itu tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, gerakan people power juga akan berpotensi memicu perpecahan bangsa.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bangkalan Tamar Djaja menyatakan, negara Indonesia dibangun atas kesepakan, bukan dengan keerasan. Perangkat hukum dan ketata negaraan juga lengkap.
"Sehingga jika terjadi hal-hal yang dinilai tidak sesuai, seharusnya menggunakan perangkat hukum yang ada, bukan dengan menggerakkan massa," katanya.
Pewarta: Abdul Aziz
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019