Medan (ANTARA) - Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara, Prof Dr Badaruddin,MA, menyarankan kepada penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak perlu lagi dilakukan secara serentak dan lebih baik dipisahkan.

"Penggabungan pemilu, yakni pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) akan memberatkan masyarakat untuk mengikutinya, serta banyak menimbulkan masalah," ujar Badaruddin, di Medan, Kamis.

Hal ini, menurut dia, dibuktikan pada Pemilu 2019 secara serentak yang digelar 17 April 2019, dan banyak ditemui penyelenggara pemilu mengalami sakit hingga meninggal dunia.

"Selain itu, juga petugas keamanan pada Pemilu 2019, banyak yang mengalami kecelakaan karena terlalu capek berada di lapangan," ujar Badaruddin.

Ia menyebutkan, pemilu yang dilaksanakan secara serentak itu, perlu dilakukan berbagai pertimbangan dan kajian secara mendalam, serta baik buruknya bagi masyarakat. Jika pemilu gabungan itu, banyak merugikan masyarakat maka tidak perlu dipertahankan pada pemilu selanjutnya, yakni di 2024.

"Pada pesta demokrasi tersebut, jangan sampai masyarakat ada yang dikecewakan. Kalau sampai hal itu terjadi, berarti pemilu tersebut tidak memberikan kenyamanan bagi masyarakat," ucap dia.

Badaruddin menyebutkan, memang tujuan dilaksanakannya pemilu secara serentak itu adalah untuk kepentingan efisiensi pembiayaan keuangan negara.

Namun efisiensi tersebut, jangan pula menimbulkan hal yang negatif terhadap masyarakat.

Selain itu, rencananya pada Pemilu 2024, akan ada pilpres, pilkada gubernur, pilkada bupati/wali kota, pileg DPR RI, pileg DPRD provinsi dan pileg DPRD kabupaten/kota, maka hal itu tidak perlu dilakukan.

"Kalau boleh Pemilu 2024, dipisahkan saja dan jangan lagi digabungkan seperti pada Pemilu 2019," katanya.

Baca juga: Politisi Perindo: Pemilu legislatif-pemilu presiden agar dipisah lagi
Baca juga: Berbagai kalangan harap pemilu serentak segera dievaluasi





 

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019