Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mereduksi gagasan dan ide calon presiden dan calon wakil presiden dalam debat publik, karena selama ini ada kesan itu terlihat dengan adanya format pertanyaan yang diajukan.
Menurut dia, seharusnya KPU membuka ruang secara terbuka bagi para kandidat untuk "bertarung" bebas terkait ide dan gagasan yang akan dilakukan apabila memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
"KPU selama ini mereduksi hak rakyat untuk mengetahui keseluruhan isi kepala para kandidat, ini yang harus dikurangi," kata Fahri dalam diskusi bertajuk "Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengkritik KPU dalam menyusun debat pertama seperti lomba cerdas-cermat karena pertanyaan dibuat lalu diberikan kepada pasangan calon san itu membuat debat tidak bisa mengeksplorasi gagasan kandidat.
Menurut dia, rakyat sangat menginginkan apa yang menjadi isi kepala para kandidat sehingga perdebatan dari hulu ke hilir harus berjalan di dalamnya.
"Kami kritik setelah debat pertama, akhirnya soal tidak dibocorkan namun tetap dibuat panelis. Namun bagaimana kita menjamin soal tidak bocor karena ada teknologi yang bisa menyadap meskipun kita berada di ruang tertutup," ujarnya.
Karena itu Fahri menyarankan agar tidak ada pembuatan soal dalam debat sehingga biarkan saja kandidat bertanya dari hulu ke hilir terkait berbagai persoalan.
Dia menyarankan KPU hanya membuat tema saja misalnya tentang pendidikan, budaya, kesehatan dan ketenagakerjaan karena para kandidat harus mampu mengidentifikasi persoalan dan menjabarkan solusinya.
"KPU seharusnya lepas diri dari keharusan membuat soal, mulailah memberikan kesempatan kepada para kandidat untuk saling bertanya sedalam-dalamnya yang mungkin akan mereka lakukan," katanya.
Namun Fahri menilai dari seluruh debat yang berlangsung, isunya belum menunjukkan hal yang substansi misalnya terkait isu-isu hukum, tidak disinggung terkait KPK, korupsi, dan penggunaan pasal karet dalam mempidanakan orang.
Menurut dia, seharusnya KPU membuka ruang secara terbuka bagi para kandidat untuk "bertarung" bebas terkait ide dan gagasan yang akan dilakukan apabila memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
"KPU selama ini mereduksi hak rakyat untuk mengetahui keseluruhan isi kepala para kandidat, ini yang harus dikurangi," kata Fahri dalam diskusi bertajuk "Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengkritik KPU dalam menyusun debat pertama seperti lomba cerdas-cermat karena pertanyaan dibuat lalu diberikan kepada pasangan calon san itu membuat debat tidak bisa mengeksplorasi gagasan kandidat.
Menurut dia, rakyat sangat menginginkan apa yang menjadi isi kepala para kandidat sehingga perdebatan dari hulu ke hilir harus berjalan di dalamnya.
"Kami kritik setelah debat pertama, akhirnya soal tidak dibocorkan namun tetap dibuat panelis. Namun bagaimana kita menjamin soal tidak bocor karena ada teknologi yang bisa menyadap meskipun kita berada di ruang tertutup," ujarnya.
Karena itu Fahri menyarankan agar tidak ada pembuatan soal dalam debat sehingga biarkan saja kandidat bertanya dari hulu ke hilir terkait berbagai persoalan.
Dia menyarankan KPU hanya membuat tema saja misalnya tentang pendidikan, budaya, kesehatan dan ketenagakerjaan karena para kandidat harus mampu mengidentifikasi persoalan dan menjabarkan solusinya.
"KPU seharusnya lepas diri dari keharusan membuat soal, mulailah memberikan kesempatan kepada para kandidat untuk saling bertanya sedalam-dalamnya yang mungkin akan mereka lakukan," katanya.
Namun Fahri menilai dari seluruh debat yang berlangsung, isunya belum menunjukkan hal yang substansi misalnya terkait isu-isu hukum, tidak disinggung terkait KPK, korupsi, dan penggunaan pasal karet dalam mempidanakan orang.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019