Jusuf Kalla sebut WNA masuk DPT kesalahan administratif

Delapan parpol penuhi ambang batas parlemen, PDIP suara terbanyak
Wakil Presiden, Jusuf Kalla, memberikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (5/3/2019). (ANTARA/Fransiska Ninditya)

Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengatakan, ada warga negara asing (WNA) yang memiliki KTP elektronik, masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu merupakan kesalahan administratif petugas di lapangan saat melakukan pencocokan dan penelitian.

"Itu kesalahan administrasi, terjadi di bawah, yang tidak membedakan antara KTP untuk penduduk (WNI) dengan KTP untuk orang asing. Ya manusia biasa, ada kekeliruan, sehingga masuk daftar pemilih," kata Kalla, kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa.

Proses penetapan DPT melibatkan petugas dari Kementerian Dalam Negeri dan KPU. Kemendagri, melalui Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) menyerahkan data daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) kepada KPU untuk kemudian dilakukan coklit hingga sampai ke tahap penetapan DPT.

Kekeliruan masuknya nama-nama WNA dalam DPT tersebut bisa terjadi di Kemendagri, yang tidak memilah data WNA dan WNI pada DP4; dan bisa juga terjadi di KPU dimana petugas coklit tidak teliti membedakan KTP elektronik untuk WNI dan WNA.

Tampilan KTP elektronik untuk WNI dan WNA hampir serupa, warna dan bentuk kartu sama persis dengan KTP-el untuk penduduk Indonesia. Perbedaannya hanya terletak pada kolom kewarganegaraan dan masa berlaku.

Pada KTP elektronik untuk WNA, kolom kewarganegaraan diisi sesuai dengan negara asal pemegang kartu dan masa berlakunya sesuai dengan kartu izin tinggal sementara. Keterangan elemen data pada KTP elektronik untuk WNA juga ditulis dengan Bahasa Inggris.

Untuk menghindari kekeliruan serupa ketika hari pencoblosan pemilu pada 17 April mendatang, Wapres mengatakan perlu adanya pemeriksaan sejak dini oleh pihak-pihak terkait seperti Badan Pengawas Pemilu, Komisi Pemilihan Umum, Dukcapil Kemendagri dan juga masyarakat.

Peningkatan kualitas pemeriksaan oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS juga perlu dilakukan untuk menghindari adanya pemilih penyusup yang menggunakan KTP elektronik.

"Ini hanya kesalahan administratif, kesalahan penempatan. Jadi solusinya ya diperiksa, kan berkali-kali nanti diperiksa oleh camat, lurah, kemudian di TPS juga diperiksa. Jadi (seharusnya) tidak akan bisa lolos juga," jelas JK.

Sebelumnya diberitakan ada sedikitnya 103 WNA ber-KTP elektronik yang terdaftar dalam DPT Pemilu 2019. Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan ratusan data tersebut tersebar di 17 provinsi dan 54 kabupaten-kota.

"KPU RI menerima informasi 103 nama WNA pemilik KTP elektronik yang diduga ada di DPT. KPU RI langsung menindaklanjuti data tersebut hari ini dengan menginstruksikan ke KPU provinsi, untuk melakukan verifikasi data dan faktual," kata Viryan di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya Dirjen Dukcapil Kemendagri mengungkapkan terdapat 103 dari 1.680 warga negara asing pemilik KTP elektronik yang namanya tercatat masuk dalam daftar pemilih tetap Pemilu 2019. 

Pewarta:
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
AHY sesalkan kasus yang menimpa Andi Arief Sebelumnya

AHY sesalkan kasus yang menimpa Andi Arief

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS Selanjutnya

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS