Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mewaspadai adanya kecurangan digital dalam Pemilu 2019 dan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan pencegahan peretasan data pemilih dengan maksimal.
"Yang saya duga yang terjadi ini adalah kecurangan digital. Itu perasaan saya sampai sekarang sebagai orang yang ikut membaca bagaimana pola," ujar Fahri dalam peluncuran aplikasi Relawan Kawal TPS (Rekat) Indonesia di Jakarta, Minggu.
KPU, ujar Fahri, semestinya mengantisipasi peretasan yang mengatur atau mengubah persentase hasil pencoblosan. Ia mengaku curiga terdapat bahasa algoritma yang akan merusak persentase pemilih dua kubu saat data dimasukkan dari seluruh daerah di Indonesia.
"Ada potensi dimainkan karena kita calon cuma dua itu bisa pola pakai lama dipakai sekarang. Jadi tolong itu kecurangan digital. Kami tidak paham, yang punya keahlian IT tolong ini," kata Fahri.
Selain mewaspadai serangan pada data digital, KPU juga diminta lebih terbuka terkait data pemilih.
Menurut Fahri, terdapat ketidakjelasan data pemilih dan kependudukan karena tidak dari satu sumber e-KTP yang dinilai masih bermasalah dan banyak yang belum melakukan perekaman.
"Data digital sekarang yang dipakai KPU bisa ditemukan itu ada satu kartu keluarga (KK) 430 orang dan seterusnya. Saya sudah dorong KPU terbukalah kalian untuk ini," kata dia.
Apa pun hasil Pemilu 2019, ia berpendapat harus dilakukan audit total terhadap data digital supaya kredibel dan tidak muncul lagi kekhawatiran terjadinya kecurangan.
Baca juga: Fadli: Aplikasi kawal suara dibutuhkan hindari kecurangan pemilu
Baca juga: Sandiaga Uno harap aplikasi bantu relawan di daerah pantau Pemilu
Baca juga: Relawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno luncurkan aplikasi Rekat Indonesia
"Yang saya duga yang terjadi ini adalah kecurangan digital. Itu perasaan saya sampai sekarang sebagai orang yang ikut membaca bagaimana pola," ujar Fahri dalam peluncuran aplikasi Relawan Kawal TPS (Rekat) Indonesia di Jakarta, Minggu.
KPU, ujar Fahri, semestinya mengantisipasi peretasan yang mengatur atau mengubah persentase hasil pencoblosan. Ia mengaku curiga terdapat bahasa algoritma yang akan merusak persentase pemilih dua kubu saat data dimasukkan dari seluruh daerah di Indonesia.
"Ada potensi dimainkan karena kita calon cuma dua itu bisa pola pakai lama dipakai sekarang. Jadi tolong itu kecurangan digital. Kami tidak paham, yang punya keahlian IT tolong ini," kata Fahri.
Selain mewaspadai serangan pada data digital, KPU juga diminta lebih terbuka terkait data pemilih.
Menurut Fahri, terdapat ketidakjelasan data pemilih dan kependudukan karena tidak dari satu sumber e-KTP yang dinilai masih bermasalah dan banyak yang belum melakukan perekaman.
"Data digital sekarang yang dipakai KPU bisa ditemukan itu ada satu kartu keluarga (KK) 430 orang dan seterusnya. Saya sudah dorong KPU terbukalah kalian untuk ini," kata dia.
Apa pun hasil Pemilu 2019, ia berpendapat harus dilakukan audit total terhadap data digital supaya kredibel dan tidak muncul lagi kekhawatiran terjadinya kecurangan.
Baca juga: Fadli: Aplikasi kawal suara dibutuhkan hindari kecurangan pemilu
Baca juga: Sandiaga Uno harap aplikasi bantu relawan di daerah pantau Pemilu
Baca juga: Relawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno luncurkan aplikasi Rekat Indonesia
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019