Makassar (ANTARA News) - Sebanyak 15 Camat di Makassar Sulawesi Selatan dilaporkan Tim Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi) ke Bawaslu Sulsel terkait video yang viral diduga mendukung salah satu pasangan calon presiden.
"Kalau kita melihat dari video yang berdurasi 1 menit 27 detik itu jelas ada bagian mendukung salah satu capres," kata Tim Hukum sekaligus Wakil Sekretaris DPD Partai Gerindra Sulsel, Edy Arsyam di kantor Bawaslu setempat, Kamis.
Menurutnya, dalam video tersebut terekam jelas ada simbol-simbol dan pesan disampaikan pada camat tersebut. Mereka merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang semestinya tidak mengajak atau tersirat mengkampanyekan pasangan capres-cawapres 01 (Jokowi-Amin), sebab itu dilarang dalam Undang-undang.
Selain itu menurutnya, mantan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo hadir dalam video tersebut terkesan memberikan komando, padahal seharusnya sebagai orang berpengalaman dalam politik tidak seharusnya melakukan hal tersebut.
"Kami sudah mulai merasa ada perlakuan yang tidak terlalu bagus lah. Tapi tetap kami masih mencari bukti-bukti, sebab ini sekadar informasi saja yang kami terima,"katanya.
Pihaknya tidak yakin bahwa para camat tersebut tidak akan pernah melakukan hal yang semacam itu kalau tidak ada yang berpolitik praktis di dalamnya.
"Kami tidak tahu bagaimana bentuknya, tetapi kami akan tetap mencari bukti-bukti baru untuk bisa menjadi pendukung di dalam hal pelaporan kami hari ini di Bawaslu Sulsel. Sementara ini kita laporkan hanya sebatas pelanggaran yang diatur dalam Undang-undang bagi ASN," katanya.
Mengenai dengan rekaman tersebut yang menjadi viral, kata dia, awalnya diterima dari media sosial yang beredar di kalangan grup WhatstApp. Setelah ditonton secara seksama maka ada kesan mempengaruhi konstituen dan pelanggaran bagi ASN.
Saat melapor, Edy Arsyam didampingi juru bicara Partai Gerindra Syawaluddin dan penasihat hukum Partai Gerindra Sulsel Syamsuddin Nur. Pihaknya juga membawa pulang tanda penerimaan laporan Bawaslu nomor 012/LP/PG/Bawaslu.Sulsel /27.00/II/2019.
Pelapor lainnya, Ketua Gerakan Komando Ulama untuk Pemenangan Prabowo Sandi (Koppasandi) Sulsel H Asruddin Bahar di kantor Bawaslu Sulsel menegaskan video tersebut melanggar Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Khusus pada pasal 493 dan 280 ayat 2, berbunyi para pelanggar dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Tidak hanya itu dalam Peraturan Bawaslu nomor 8 tahun 2018 pasal 6 ayat 2 juga mengatur tentang larangan ASN ikut berpolitik praktis apalagi berkampanye.
"Kita laporkan sesuai dengan faktanya, sebab video yang beredar secara luas ini merupakan adanya dugaan tindak pidana pemilu," tegasnya.
Ketua Bawaslu Sulsel menyatakan akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut dengan mengumpulkan bukti-bukti untuk selanjutnya ditindaklanjuti di Sentra Gakkumdu.
"Akan ditindaklanjuti nanti. Silakan siapa saja yang merasa keberatan bisa melaporkan adanya dugaan pelanggaran untuk selanjutnya di proses," katanya.
"Kalau kita melihat dari video yang berdurasi 1 menit 27 detik itu jelas ada bagian mendukung salah satu capres," kata Tim Hukum sekaligus Wakil Sekretaris DPD Partai Gerindra Sulsel, Edy Arsyam di kantor Bawaslu setempat, Kamis.
Menurutnya, dalam video tersebut terekam jelas ada simbol-simbol dan pesan disampaikan pada camat tersebut. Mereka merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang semestinya tidak mengajak atau tersirat mengkampanyekan pasangan capres-cawapres 01 (Jokowi-Amin), sebab itu dilarang dalam Undang-undang.
Selain itu menurutnya, mantan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo hadir dalam video tersebut terkesan memberikan komando, padahal seharusnya sebagai orang berpengalaman dalam politik tidak seharusnya melakukan hal tersebut.
"Kami sudah mulai merasa ada perlakuan yang tidak terlalu bagus lah. Tapi tetap kami masih mencari bukti-bukti, sebab ini sekadar informasi saja yang kami terima,"katanya.
Pihaknya tidak yakin bahwa para camat tersebut tidak akan pernah melakukan hal yang semacam itu kalau tidak ada yang berpolitik praktis di dalamnya.
"Kami tidak tahu bagaimana bentuknya, tetapi kami akan tetap mencari bukti-bukti baru untuk bisa menjadi pendukung di dalam hal pelaporan kami hari ini di Bawaslu Sulsel. Sementara ini kita laporkan hanya sebatas pelanggaran yang diatur dalam Undang-undang bagi ASN," katanya.
Mengenai dengan rekaman tersebut yang menjadi viral, kata dia, awalnya diterima dari media sosial yang beredar di kalangan grup WhatstApp. Setelah ditonton secara seksama maka ada kesan mempengaruhi konstituen dan pelanggaran bagi ASN.
Saat melapor, Edy Arsyam didampingi juru bicara Partai Gerindra Syawaluddin dan penasihat hukum Partai Gerindra Sulsel Syamsuddin Nur. Pihaknya juga membawa pulang tanda penerimaan laporan Bawaslu nomor 012/LP/PG/Bawaslu.Sulsel /27.00/II/2019.
Pelapor lainnya, Ketua Gerakan Komando Ulama untuk Pemenangan Prabowo Sandi (Koppasandi) Sulsel H Asruddin Bahar di kantor Bawaslu Sulsel menegaskan video tersebut melanggar Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Khusus pada pasal 493 dan 280 ayat 2, berbunyi para pelanggar dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Tidak hanya itu dalam Peraturan Bawaslu nomor 8 tahun 2018 pasal 6 ayat 2 juga mengatur tentang larangan ASN ikut berpolitik praktis apalagi berkampanye.
"Kita laporkan sesuai dengan faktanya, sebab video yang beredar secara luas ini merupakan adanya dugaan tindak pidana pemilu," tegasnya.
Ketua Bawaslu Sulsel menyatakan akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut dengan mengumpulkan bukti-bukti untuk selanjutnya ditindaklanjuti di Sentra Gakkumdu.
"Akan ditindaklanjuti nanti. Silakan siapa saja yang merasa keberatan bisa melaporkan adanya dugaan pelanggaran untuk selanjutnya di proses," katanya.
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019